Lembar Empat Belas

86 23 0
                                    


Sekitar satu setengah jam berlalu, Jimin kini tengah berada di ruang tamu apartemen milik Sejeong bersama dengan Namjoon.

"Aku langsung saja. Tadi pagi Aku mendapat kabar jika pelaku yang menaruh racun dimakanan Jihoon adalah orang suruhan Ayahmu, Sejeong-ssi." Ungkap Namjoon.

"Kau serius?"

"Ya, semua tertangkap di kamera pengintai yang terpasang di area dapur. Pelakunya menyamar sebagai suster yang mengantar makanan khusus milik Jihoon."

"Bahkan saat dia sudah dipenjara, masih saja berbuat ulah. Lalu, apa pelakunya sudah tertangkap, kak?"

"Sudah, dia dihukum sepuluh tahun penjara, serta hukuman Ayahmu yang ditambah lima tahun penjara."

Sejeong bernapas lega. Setidaknya, Jihoon akan tenang sekarang. "Syukurlah, aughh terima kasih Tuhan..."

Sejeong tidak hentinya mengucapkan rasa syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan. Jimin hanya tersenyum melihat Sejeong. Hingga sepeninggal Namjoon kembali ke apartemennya, kini Jimin dan Sejeong tengah berada di meja makan dan tersaji dua mangkuk ramen dengan kimchi di meja makan lalu memakan ramen dan kimchi dengan lahap.

"Menginaplah untuk malam ini, sudah malam dan diluar sedang hujan. Kau tidak mungkin pulang, kan?"

"Kenapa? Kau mengkhawatirkanku, Sejeong-ssi? Atau... Kau mulai menyukaiku, ya?"

"Huh? Mana ada! Nanti kalau Kau tertabrak lagi seperti kemarin-kemarin, Aku yang akan repot! Habiskan segera, Aku ingin menyiapkan tempat tidurmu!"

Sejeong berjalan menuju wastafel beserta mangkuk mienya, menaruhnya disana lalu pergi ke kamarnya. Membereskan apa yang perlu diberes agar Jimin nyaman. Bukankah tamu harus diperlakukan dengan baik?

Selesai membereskan kamar, Sejeong berjalan menuju lemarinya. Mengambil beberapa pakaian yang ia butuhkan dan perlengkapan lainnya. Sesudah itu, Sejeong kembali le ruang tengah. Jimin, pria itu sedang menatap ponselnya dengan wajah seriusnya.

"Kau bisa istirahat sekarang."

Jimin mengalihkan atensinya lalu berkata, "kamarmu hanya satu, Kau tidur dimana?"

"Aku nyaman tidur dimana saja, cepat masuk atau Aku akan berubah pikiran nanti."

"Lalu Kau pikir, bagaimana bisa Aku membiarkan wanita tidur di sofa?"

"Apa Aku mengatakan jika Aku ingin tidur di sofa?"

"Tidak, sih. Tapi sudah pasti iya!"

"Tidak,"

"Kalau tidak di sofa pasti di lantai, iya kan?"

"Hey pak Tua, bisa tidak jangan menyebalkan?!"

"Tua? Kau mengataiku 'Tua'?"

"Hm, lalu Kau mau apa?"

"Dari pada ribut-rubut, lebih baik kita tidur berdua di kasur mu!"

"Baik--apa? Dasar pria Tua gila!"

"Aku akan tidur di sofa, kalau begitu."

"Kau tidak pernah menjamu tamu atau bagaimana? Tamu itu harus diperlakukan dengan baik, jangan membuatku berdosa karena mengatai pria Tua sepertimu."

"Lagi? Kau mengataiku pria Tua lagi?"

"Kalau iya kenapa? Kau ingin marah?"

"Haaahhh... baiklah, Aku memang pria Tua. Tapi Aku akan tidur---hey, apa yang Kau lakukan? Kenapa menarikku ke kamarmu? Kau mau menodaiku, ya?"

Love Under the Rain | END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang