13. Double Date

4.7K 1K 596
                                    

Saat pertama kali bertemu Sandra setelah beberapa minggu nggak ketemu, tatapan Sandra masih sama seperti ketika dia menatapku di hari terakhir ujian: heran.

Baru ketika mata kuliah hari ini berakhir, sorot mata Sandra berubah kesal. "Lo udah nggak anggep gue sebagai temen lagi ya, Ren?"

"Apaan sih, kenapa jadi dramatis gini?"

Selama liburan aku nggak bertemu Sandra sama sekali, karena Sandra pulang ke Semarang. Makanya aku kangen banget sama dia. Rasanya seperti sudah nggak bertemu puluhan tahun, mengingat biasanya kami hampir bertemu setiap hari.

"Makin hari makin banyak aja rahasia yang lo umpetin. Dari kemarin tuh gue sengaja nahan diri nggak tanya-tanya, karena nunggu lo cerita sendiri. Nggak taunya, kalo gue nggak tanya, lo nggak mau cerita duluan ya?" Tatapan Sandra tampak terluka. Namun, aku tahu persis kalau itu cuma akting.

Aku mengulum senyum penuh arti, langsung paham dengan arah pembicaraannya. "Nggak usah lebay deh! Ayo cerita sambil makan aja!"

Berhubung lagi ingin cerita berdua tanpa diinterupsi oleh siapa pun, kami memutuskan untuk makan di warung bakso yang agak jauh dari pelataran kampus.

Sembari berjalan, Sandra sudah nggak sabar untuk membuka topik. "Jadi gimana? Katanya ada yang lagi pedekate selama liburan?"

Senyumku kembali mengembang. "Cerita kayak gini tuh emang lebih enak secara langsung. Kalau lewat telepon kurang greget. Makanya gue nggak cerita dari kemaren-kemaren."

"Iya, iya ... udah cepetan kasih tau gimana ceritanya?" Sandra semakin nggak sabaran.

"Gue cuma iseng bayarin Mas Kev cilok, pas dia lagi nggak ada uang kecil. Eh, Mas Kev ngerasa nggak enak, terus--" Suaraku menghilang saat menyadari kalau raut wajah Sandra nggak sesuai dengan harapanku.

Dia tampak heran, seolah ceritaku bukanlah sesuatu yang dia harapkan.

"Kenapa sih?"

"Kok Mas Kev?" tanyanya yang membuat kerutan di keningku semakin dalam.

"Lah, emang yang lo maksud apa?"

Sandra menggeleng. "Ya udah lanjutin cerita lo!"

"Habis itu Mas Kev nge-follback Instagram gue, sebagai balasannya. Terus pas gue bikin Instastory, dia reply gitu. Ya udah akhirnya jadi sering DM-an. Kadang gue juga suka balesin Instastory-nya."

Keherananku semakin memuncak karena raut wajah Sandra masih sama seperti sebelumnya.

"Udah, lo kelihatan seneng banget tuh gara-gara itu aja?" tanya Sandra, nggak yakin.

Aku langsung mengangguk. "Ya nggak bisa disebut 'itu aja' dong, San! Bayangin gimana senengnya gue, pas dia terang-terangan bilang gue cakep?!"

"Ini bener-bener cuma tentang Kevlar ya?" Wajah Sandra benar-benar tampak kecewa.

"Ya emang lo pikir siapa? Kan lo tau sendiri dari awal gue naksir Mas Kev!"

"Kalo Arion?"

Meski heran kenapa Sandra menanyakan itu, aku hanya diam, dan berjalan lebih dulu memasuki warung bakso.

Berhubung kalau berurusan dengan Mas Arion bawaannya kesal, aku jadi malas menceritakannya.

***

Setelah lama sekali nggak menonton basket, akhirnya aku bisa nonton lagi. Dan sekarang aku jadi lebih bersemangat karena ini bakal menjadi kali pertama aku bertemu Mas Kev setelah liburan.

Seperti biasanya, aku menumpang mobil Bagas untuk menuju gor yang mereka sewa. Kali ini gornya agak jauh dibanding yang biasanya mereka pakai. Katanya sih, mau ganti suasana.

Perfectly Wrong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang