21. Pengumuman

5.3K 1.1K 236
                                    

"Sumpah, Pak Agung tega banget! Masa tugas kayak gini cuma dikasih waktu dua hari?" keluh Sandra seusai perkuliahan hari ini selesai.

"Mana tulis tangan lagi!" sambungku.

Sebenarnya tugas ini nggak terlalu sulit. Hanya saja jawabannya itu panjang banget. Ini sih, mirip bikin makalah gitu jatuhnya. Mana harus tulis tangan lagi!

Apalagi Pak Agung bilang, besok Kamis harus sudah ada di meja beliau sebelum pukul sepuluh siang. Dan totalnya harus sudah lengkap satu kelas. Kalau jumlah yang dikumpulkan kurang satu aja, Pak Agung nggak akan menerimanya. Maka nilai satu kelas dianggap kosong. Tega banget 'kan?

"Yuk, kita kerjain bareng!" ajak Eliza.

"Besok gimana? 'Kan kita kelar kuliah jam dua, langsung gas aja ke Janji Suci!" usulku.

"Eh, coba deh, lihat grup angkatan!" seruan Jeremy berhasil mengalihkan perhatianku yang semula sedang berkemas bersiap pulang.

"Anjir, apaan nih, kok tau-tau kuliah online?"

"Yes! Mulai besok kita kuliah online dua minggu! Bisa balik ke rumah dong gue!"

Seruan teman-temanku terus bersahutan. Membuat aku ikut penasaran dan membuka grup yang dimaksud. Rupanya hampir semua grup sedang ramai membahas ini.

Kehebohan ini berasal dari surat edaran keputusan dari rektor yang menyebutkan bahwa perkuliahan akan dilakukan secara online selama dua minggu, berkaitan dengan virus covid-19 yang sudah menyebar sampai Indonesia.

Beberapa minggu yang lalu, aku sempat melihat berita bahwa satu orang dinyatakan positif corona. Ternyata penderitanya bertambah begitu cepat dalam waktu singkat. Sampai akhirnya pemerintah memutuskan untuk karantina wilayah dan pembatasan aktivitas guna mengurangi penyebaran virus.

Sebenarnya beberapa minggu belakangan aku selalu menyimak berita tentang  virus corona yang tiba-tiba menghebohkan satu dunia. Bahkan di banyak negara sudah melakukan lockdown sejak beberapa minggu lalu.

Akhirnya virus itu masuk juga ke Indonesia. Ibu jariku terus mengulir layar, melihat-lihat Twitter yang juga sedang heboh. Rupanya hampir semua kampus juga melakukan kebijakan yang sama seperti kampusku.

"Yesss! Berarti ini tugasnya Pak Agung nggak jadi dikumpul dong!" seru Sandra.

"Nggak mungkin nggak jadi. Kayak nggak tau Pak Agung aja lo!" balasku.

"Semisal jadi dikumpul, paling enggak bisa diketik dan dikirim via Google Classroom atau e-mail. Nggak harus capek-capek tulis tangan!" sahut Sandra dengan cengiran lebar.

Eliza mengangguk ikut bahagia. "Kalau gini mah, nggak usah ngerjain bareng juga nggak papa. Tinggal copy-paste, sejam juga paling kelar!"

Aku hanya geleng-geleng, kemudian mengajak mereka makan di kantin. Pengumuman tersebut benar-benar berhasil menghebohkan semua orang. Setiap orang yang kulewati di kampus tampak heboh membicarakan kasus corona.

Ketika sampai di kantin, Sandra langsung mengajakku dan Eliza untuk bergabung di meja Bagas dan teman-temannya. Kulihat Mas Arion dan Mas Kev duduk di sudut meja berlawanan.

Mas Arion tersenyum tipis ketika melihat kedatanganku. Sayangnya aku nggak bisa membalas senyumnya karena tatapan teman-temannya sedang terarah padaku semua.

Dengan berat hati, aku duduk berhadapan dengan Mas Kev. Ini satu-satunya kursi kosong, jadi aku nggak bisa memilih mau duduk di mana. Yah, bisa aja sih aku mengajak tukeran tempat pada Eliza yang berhadapan dengan Mas Arion. Namun, itu pasti bakal menarik perhatian semua orang.

Perfectly Wrong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang