17. Usaha

4.9K 1.1K 376
                                    

Saat berjalan menuju parkiran, pandanganku menangkap Mas Kev yang sedang berdiri di dekat parkiran bersama Mbak Acha dan teman-temannya yang nggak kukenal. Mereka tampak berdiskusi ringan dengan Mas Kev yang sesekali tertawa.

Tiba-tiba saja, Mas Arion menarik tanganku untuk berbelok ke jalan yang memutar.

"Ngapain lewat sini?" tanyaku.

"Motor gue di parkiran selatan. Lebih dekat kalau lewat sini," jawabnya cuek, lalu melepaskan tanganku. Ia sengaja membiarkan aku berjalan lebih dulu.

"Yon!" sebuah teriakan terdengar berulang-ulang.

Aku menoleh ke belakang, tapi Mas Arion tampak nggak terusik sama sekali dan malah mendorong punggungku agar terus berjalan. Padahal aku yakin banget kalau panggilan itu ditujukan untuknya.

"Siapa tuh, Mas, yang panggil?" kali ini aku sungguhan menghentikan langkah.

Saat menoleh ke balik punggung Mas Arion, aku menangkap keberadaan Mas Kev yang tengah berlari ke arah kami.

Napasnya nggak beraturan, dengan muka kemerahan. Ketika menoleh ke sekitar, rupanya Mas Kev sendirian. Sepertinya teman-teman yang diajak ngobrol tadi sudah pergi.

"Budek lo ya? Gue panggil-panggil nggak noleh?" sungut Mas Kev sambil berusaha menenangkan deru napasnya.

"Ngapain sih?" gerutu Mas Arion.

"Kalian mau ke mana?" pandangan Mas Kev teralih padaku.

"Mau mak--"

Kalimatku disela oleh Mas Arion dengan muka sengit. "Emang kenapa?"

Mas Kev mengabaikan Mas Arion, lalu bertanya padaku. "Mau makan ya, Ren?"

"Iya, Mas."

"Gue ikut dong!"

"Nggak!" sergah Mas Arion.

"Kenapa sih?" sungut Mas Kev nggak terima. Lagi-lagi dia menatapku untuk mencari pembelaan. "Nggak papa kan, Ren, kalau gue ikut juga? Kalian mau makan sama siapa lagi?"

Pertanyaan Mas Kev membuatku sadar kalau aku dan Mas Arion cuma berdua. Seandainya Mas Kev nggak menginterupsi, ini bakal jadi kedua kalinya aku makan berdua aja sama Mas Arion.

Dan ketika aku mengingat momen pertama kalinya kami makan bareng, aku langsung malu sendiri. Terutama saat mengingat insiden kegeeran itu. Untung saja waktu itu Mas Arion nggak menatapku dengan penuh ejekan karena aku langsung mengira kalau makanan yang dia pesan itu untukku. Jadi aku masih bisa menelan sisa makanannya dengan baik meski dipenuhi rasa malu.

Setelah kuingat-ingat lagi, sepertinya selain soal buku, Mas Arion nggak mengajakku ngobrol. Sepanjang makan kami cuma diam. Biar nggak terlalu canggung, mungkin nggak ada salahnya kalau Mas Kev juga ikut.

Namun, yang mengajak aku makan itu Mas Arion. Aku nggak ada hak buat mengajak orang lain tanpa persetujuannya.

"Cuma makan berdua ya, Ren?" tanya Mas Kevlar lagi.

Kali ini aku mengangguk.

"Jadi gue ganggu ya, kalau join?" sahut Mas Kev, masih dengan tatapan mengarah padaku.

"Ganggu." Aku terkejut mendengar suara tajam Mas Arion.

Tampang Mas Kev memelas. "Ih, padahal gue laper banget nih, belum makan siang juga!"

"Makanya, cari cewek sono, biar ada yang ngingetin makan!" cibir Mas Arion.

"Ya ini gue lagi usaha," balas Mas Kev, lalu menjatuhkan tatapannya ke arahku.

Perfectly Wrong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang