28. Positif

3.8K 779 29
                                    

Sudah seminggu lebih aku nggak berkomunikasi dengan Mas Arion. Terserah aja dia mau bagaimana. Mulai sekarang aku nggak bakal memedulikannya lagi.

Maksudku, kalau ada masalah kenapa nggak kasih tau langsung? Udah tau lagi nggak bisa ketemu gini. Masalah kangen aja sulit banget dipecahkan. Masih ditambahi masalah lain lagi. Dia capek, aku juga capek!

Ketika sedang guling-guling di kasur, ponselku bergetar. Tubuhku sontak menegak dan mengambil ponsel. Sayangnya nama yang terpampang di layar bukan nama yang tengah memenuhi otakku sejak kemarin.

"Kenapa, Gi?"

"Lo sehat, Ren?" suara Sergi terdengar panik.

Keningku mengerut, lalu menoleh pada cermin untuk memandangi bayangan tubuhku. Kalau yang dimaksud adalah fisik, maka aku sehat. Beda urusan dengan hati dan pikiran yang belakangan dipenuhi campuran rasa kesal, amarah, dan kangen.

"Sehat. Kenapa sih? Tumben lo nanya gini?"

"Lo jawabnya lama banget, bikin deg-degan aja dah! Sehat beneran?" kepanikan Sergi kedengaran makin menjadi.

"Iya, beneran! Kenapa sih?"

"Barusan gue dikasih tau kalau Kevlar positif."

"Positif apa?! Jangan setengah-setengah dong infonya!" seruku ikut panik.

Masalahnya belakangan 'kan lagi marak meme seperti, positif hamil, positif narkoba, positif mencintaimu, dan berbagai positif lainnya. Walaupun Mas Kev nggak mungkin positif hamil, aku malas aja kalau Sergi sok-sok mau nge-prank gitu.

"Positif corona, Ren! Serius ini gue!"

Jantungku seakan merosot ke perut. Rasanya seperti ada petir yang menyambar atas kepalaku.

"Gue udah bilang ke Om Derry kok. Biar aman lo sekeluarga swab test aja. Ini gue sama Mama juga lagi mau siap-siap buat tes."

Setelah mengatakan beberapa kalimat yang nggak kudengarkan dengan baik, Sergi menutup telepon. Tepat saat itu juga, Ayah mengetuk pintu kamarku.

"Ayo cepet siap-siap!"

Bibirku masih terkatup, tapi tubuhku langsung bergerak otomatis menuju kamar mandi untuk berganti baju. Pikiranku seketika dipenuhi oleh ketakutan.

***

Meski hasil tesku dan Ayah-Bunda negatif, tetap saja napasku nggak sepenuhnya lega. Apalagi setelah Sergi cerita kalau gejala yang dialami Mas Kev cukup parah.

Omong-omong, Sergi dan sekeluarga juga negatif. Kemungkinan Mas Kev baru tertular setelah kami main ke apartemennya. Mengingat Mas Kev 'kan masih aktif berorganisasi. Kata Sergi, teman-teman BEM Mas Kev masih sering rapat di apartemennya.

"Untuk sementara ini kita nggak usah terima tamu sama sekali deh! Bunda capek kalau dikit-dikit harus tes gini. Mana Mbaknya terlalu dalam lagi nusuknya!" gerutu Bunda sambil memegangi hidungnya.

Aku hanya diam. Ucapan Bunda memang ada benarnya. Rasanya nggak enak banget punya kekhawatiran seperti tadi pagi.

Namun, aku nggak sepenuhnya menyesal sudah main ke apartemen Mas Kev kemarin. Ternyata omongan Sandra dulu benar. Mas Kev lumayan asyik diajak ngobrol. Wawasannya luas, sehingga pembahasan apa pun bisa nyambung. Apalagi ada Sergi yang menjadi objek ledekanku dan Mas Kev.

"Ren, lo tahu katering sehat yang buat pasien isoman gitu nggak? Kev tanya nih!" kata pesan dari Sergi yang baru masuk.

Aku segera menanyakan pada Bunda, yang langsung diberikan beberapa rekomendasi.

Perfectly Wrong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang