18. Tantangan

4.8K 1.1K 323
                                    

Sebelum aku mengambil helm, Mas Arion sudah memberikannya terlebih dahulu.

"Lo kenapa sih, Ren?" tanyanya setelah duduk di atas vespanya, tapi tubuhnya sempurna menghadap ke arahku, sehingga posisi kepala kami sejajar.

"Apanya yang kenapa?" mataku menyipit bingung.

Dia menggeleng. "Kayak lagi banyak pikiran gitu."

Sepanjang makan tadi, aku merasa dilingkupi perasaan aneh yang sulit sekali kudefinisikan. Entah itu karena kekecewaanku akibat Mas Kevlar nggak dibolehkan ikut bergabung. Atau karena aku yang terus memikirkan kalimat Mas Arion pada Mas Kev tadi.

Keduanya terjadi nyaris bersamaan sehingga aku kebingungan, perasaanku ini mengganjal karena apa.

"Oh iya, Ren," kalimatnya sengaja dibiarkan menggantung.

"Soal omongan gue tadi ... lupain aja ya! Nggak usah dijadiin beban," lanjutnya.

"Omongan yang mana?" Aku memberanikan diri bertanya.

Ada jeda sekian menit sampai akhirnya dia menjawab, "Yang tadi di parkiran, sama Kevlar."

Kalimatnya serupa cubitan yang mendarat di hatiku. Seluruh perasaan aneh yang tadi sempat menguasai hatiku kini menghilang. Berganti dengan rasa kecewa dan bingung.

Sejujurnya aku sangat ingin ia membahas itu. Namun aku juga bingung, kenapa aku pengen banget dia membahas itu.

Sejak tadi lidahku sudah gatal ingin menanyakan maksudnya dia bilang gitu ke Mas Kevlar itu apa?

Apakah semua yang dia lakukan ini dalam rangka ingin mengenalku lebih dekat yang menjurus pada hubungan romantis, atau cuma sebatas ingin mengakrabkan diri seperti adik tingkat dan kakak tingkat pada umumnya?

Maksudnya, aku harus tau sejak awal niatnya apa, supaya bisa memutuskan harus menanggapinya pakai hati atau enggak.

"Kenapa harus gue lupain? Karena lo asal ngomong? Atau lo bilang gitu cuma biar Mas Kev nggak ikutan gabung?" tanyaku ketus.

Mas Arion tampak terkejut, kemudian meraup wajahnya dengan sebelah tangan. "Bukan gitu maksud gue, Ren!"

Dia menoleh pada sekitar. "Kita bahas ini sambil makan es krim yuk?"

Kalimatnya dilontarkan bersamaan dengan tatapan penuh permohonan, sehingga berhasil membiusku untuk mengikuti keinginannya. Aku pun naik ke boncengannya, tanpa mengatakan apa pun.

Sejujurnya aku juga nggak langsung terbawa perasaan padanya cuma gara-gara sekali dua kali bertemu. Bahkan saat di kantin tadi, aku masih menganggap segala perlakuannya ini wajar. Aku memang senang, tapi ya sudah. Cukup sampai di situ, belum ada pikiran bakal menjadikannya sebagai pacarku.

Bahkan tadi aku sempat mengira kalau kebaikan Mas Arion ini karena dia tertarik ingin menjadikanku sebagai modelnya. Kalau aku mau 'kan, dia jadi nggak perlu mahal-mahal sewa model.

Namun, setelah dia menarik tanganku dan bilang begitu pada Mas Kev, pikiranku langsung campur aduk. Meski kalimatnya sederhana, aku bisa melihat dari sorot matanya kalau itu semacam bro code bagi mereka.

Tahu 'kan, dalam sebuah pertemanan entah itu cowok atau cewek, pasti ada aturan nggak tertulis yang isinya seperti, "gebetan dan mantannya temen itu off limits. Alias nggak boleh dideketin."

Makanya setelah Mas Arion bilang begitu, Mas Kev langsung mengangguk mengerti dan bilang, "Ya udah, sori. Gue makan sama Jeje deh! Have fun ya kalian!"

Lalu sekarang, dengan santainya dia menyuruhku melupakan itu begitu saja?

'Kan tai.

Vespa Mas Arion berhenti di parkiran Tempo Gelato, sesuai tebakanku. Dia berjalan lebih dulu, kemudian membukakan pintu untukku, membiarkan aku masuk duluan.

Perfectly Wrong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang