14th Melody: Sonata(s) part 2 🎶

31 13 13
                                    

Karena tidak punya pilihan lain-serta tidak punya alasan untuk menghindar-dengan sedikit lesu kulangkahkan kaki menuju ruang musik, yang sepi seperti hari Sabtu biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena tidak punya pilihan lain-serta tidak punya alasan untuk menghindar-dengan sedikit lesu kulangkahkan kaki menuju ruang musik, yang sepi seperti hari Sabtu biasanya. Tidak lupa sembari membawa tas yang entah mengapa terasa lebih berat. Padahal isinya hanya lembaran musik tadi malam, buku catatan untuk hari ini, buku paket pengayaan dan kumpulan latihan soal matematika, buku ... ah, entahlah.



Ternyata tidak sedikit.



Mungkin karena terlalu lelah, otakku tak bisa berhenti menerka-nerka apa yang sebenarnya dipikirkan Rangga. Sampai-sampai ia tega membuat Pak Eko terheran-heran saat salah satu anak bimbingannya ini mengajukan permohonan izin secara mendadak. Aku menarik napas dalam-dalam. Kesannya memang sangat tidak masuk akal, tetapi mari anggap saja dia ingin memberi tips supaya latihan ke depannya tidak terlalu kacau.



Selangkah lagi jarak dengan ruang musik tubuhku sontak membeku. Pintu tidak tertutup rapat, membiarkan percakapan - sebenarnya hanya satu suara perempuan - terdengar sampai ke koridor. Rangga bicara dengan perempuan. Siapa? Apakah cowok itu punya pacar? Ah, kurasa tidak. Makhluk yang mungkin menjadi kekasih orang semacam dia hanyalah biola beserta busurnya.



Apa yang harus kulakukan? Jika pembicaraan itu memang penting dan melibatkan masalah pribadi, maka tidak seharusnya aku masuk begitu saja dan menginterupsi. Namun, berdiam diri di sini malah akan membuatku lebih terlihat seperti seorang penguntit yang sedang menguping.



"Mau sampe kapan kamu berdiri di situ?" Pintu yang tadinya hanya menyisakan sedikit celah tiba-tiba terbuka lebar. Saking kagetnya aku sampai melompat mundur selangkah. "Ayo masuk," lanjut lelaki itu seolah-olah tidak terjadi apa pun. Suara perempuan yang kudengar semakin jelas, kali ini terdengar seperti kesal karena tidak Rangga tidak memerhatikan.



Tidak apa-apa, kan?



Rangga berbalik tanpa sepatah kata pun, seakan menegaskan perintah sebelumnya. Sekaligus mengatakan bahwa bukan masalah kalau aku masuk. Aku melongok lewat pintu, kemudian ragu-ragu berjalan masuk. Percuma saja. Dari luar sana perempuan yang menjadi lawan bicara Rangga tidak bisa terlihat.



Baru beberapa langkah, pandangan kami bertemu. Gadis di itu tampak sangat terkejut, sementara aku mengerjap-ngerjap tak mengerti. Apa maksudnya ini? Aku tidak terlalu ingin tahu apa yang mereka berdua bicarakan jika memang urusan pribadi. Namun, apa yang Kezia lakukan di sini, di hadapan piano?



"Pengiringku udah dateng. Aku enggak punya banyak waktu buat ngeladenin kamu. Kalo emang enggak ada urusan penting, mending buruan keluar sebelum aku berubah pikiran," ujar Rangga penuh penekanan. Ia menatap tajam Kezia yang terlihat begitu enggan bangkit dengan raut wajah yang sulit diterjemahkan.



Apa maksud dari semua ini? Apa ini punya kaitan dengan permintaannya beberapa hari yang lalu? Jika dia hanya ingin berlatih seperti biasa, bukankah masih ada keyboard yang menganggur di penyimpanan alat musik?

[END] I am (not) a Good GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang