Berjalan di area komplek jarang sekali Fasla lakukan, kecuali karena hal tertentu, terlebih seorang diri. Langkah kakinya membawa dirinya meninggalkan masjid Baitussalam tempat digelarnya sholat Idul Fitri dengan sajadah dan mukenah yang ia bawa di tangannya. Sesekali membalas sapaan dan ucapan dari para tetangga, meskipun tak jarang dari mereka bertanya siapa dirinya, mungkin karena tak pernah bertemu sebelumnya.
Janjinya dengan Wika untuk pergi sholat Ied bersama memang terlaksana, tetapi tidak berlaku ketika waktu pulang. Fasla kehilangan wanita itu di tengah ramainya pengunjung masjid yang lain, jadi Fasla pikir mungkin wanita itu sudah pulang terlebih dulu.
Fasla membuka pintu rumahnya yang sudah tak terkunci, sepertinya Johan sudah lebih dulu sampai di rumah. Memasuki rumahnya hanya tersisa keheningan. Sepi sekali.
Kaki Fasla selangkah demi selangkah menapaki tangga menuju kamarnya. Sempat terhenti di depan pintu kamar Johan, tetapi tak terdengar suara apa pun dari dalam sana. Berpikir untuk tidak mengganggu pria itu, Fasla beralih ke kamarnya.
Membuka lemari pakaian dan meletakkan mukenah itu di tempatnya. Bergeser menatap cermin panjang yang disandarkan di tembok. Fasla mendudukkan dirinya di ujung tempat tidur tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin itu.
Wajahnya terlihat sekali tak bersemangat, berbeda dengan orang-orang yang ia jumpai tadi, mereka tampak bahagia di hari yang seharusnya untuk berbahagia ini. "Nggak ada yang berubah, semuanya tetep sama. Lebaran atau pun bukan, gue tetep kesepian."
Menatap lekat wajahnya yang terpantul di cermin. Gamis berwarna peach yang melekat di tubuhnya dengan hijab senada yang menjadi penutup kepalanya saat ini, tampak tak ada yang spesial menurutnya, hanya pakaian yang pernah ia pakai tahun lalu, hadiah dari Zayyan tepatnya.
Setetes air bening luruh dari pelupuk matanya, melewati pipinya yang hanya terpoles sedikit krim wajah dan bedak tabur.
"Kapan gue bisa rayain hari raya kaya orang lain? Gue pengin rayain bareng Ayah, Bunda, dan Kak Ravi. Tapi itu kapan? Apa harus tunggu gue mati dulu?"
Bahagia versi Fasla sebenarnya sangat mudah, hanya dengan melihat sedikit perlakuan hangat dari Johan amat akan sangat membuatnya terhanyut di dalamnya. Bahkan, hari raya seperti ini pun sama sekali tak menarik.
Menghapus kasar jejak air matanya itu setelah lama Fasla memandanginya. Membenahi sedikit jilbabnya yang berantakan, menambahkan sedikit bedak ke wajahnya agar terlihat lebih rapi.
Beralih sejenak ke meja belajarnya, Fasla membuka buku ber-cover coklat. Satu tangannya mengambil sebuah bolpoin yang berada pada tempatnya.
Jakarta, 13 Mei 2020
Aku, yang ...
Hidup dalam kehampaan,
Tertepis oleh keadaan,
Terhanyut oleh angan-angan,
Dan tertampar oleh kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Story
Teen FictionBukankah kebahagiaan adalah milik semua orang? Lantas mengapa masih ada saja orang yang mengharapkan kebahagiaan? Ini bukan tentang siapa yang tak pandai bersyukur, tetapi rasa ingin bahagia layaknya orang lain selalu datang menghampiri. Takdir tak...