RISA mulai tidak tahan melihat Alva berada di kamar kos-kosannya. Dia yang semula duduk di atas karpet kini menoleh ke arah Alva yang sedang rebahan di atas ranjang singlenya tanpa beban.
"Jadi, kapan lo mau pulang? Gue nggak apa-apa, tugas lo di sini udah selesai juga. Lo tinggal lapor sama sepupu lo, kalau gue baik-baik aja. Gue juga udah balas pesan dia, jadi dia nggak akan terlalu khawatir lagi soal gue, kan?"
Risa memulai pembicaraan setelah mereka terdiam sangat lama. Risa sejak tadi memilih membaca novel yang dibelinya minggu lalu daripada bicara dengan Alva. Sedangkan Alva lebih memilih tiduran dengan mata terpejam, walaupun begitu, Risa tahu Alva tidak sedang tidur sekarang.
"Kenapa? Lo nggak suka gue ada di sini?" Alva membuka mata dan mengerling ke arah perempuan yang tak memalingkan tatapan dari novel di tangannya.
"Nggak," jawab Risa pendek.
"Why?"
"Menuh-menuhin kamar, merusak pemandangan, bikin mata gue sepet doang!"
"Oh, gitu?"
Alva bangkit dari tidurannya dan mulai berjalan mendekati Risa. Risa sontak saja berhenti membaca saat mendengar derap langkah mendekatinya. Perempuan itu mendongak, langsung menatap Alva yang tengah memandangnya tajam dengan ekspresi datar yang tampak menakutkan.
"Lo mau ngapain?" tanya Risa yang tanpa sadar menarik tubuhnya untuk menjauhi Alva yang kini turut duduk di sampingnya.
"Kayaknya gue perlu buka baju biar mata lo nggak sepet lagi," sahut Alva yang kini menarik ke atas kaus yang dikenakannya.
Mata Risa langsung melotot tajam. "Apa-apaan, sih, lo? Pakai lagi baju lo, terus cepet pergi dari sini!"
Alva tak menjawab. Dia melempar kausnya ke sembarang arah dan semakin mendekatkan tubuhnya ke Risa. Tatapannya yang tajam terlihat tenang dan menghanyutkan.
Risa menelan ludahnya susah payah melihat tatapan yang dilayangkan Alva padanya. Tatapannya terlihat serius, mengintimidasi, dan tampak menyeramkan sekali. Dia memejamkan matanya tepat sebelum bibir laki-laki itu menempel di bibirnya.
Alva melumat bibir bawah dan atas Risa secara bergantian, lalu mulai memberikan gigitan ringan. Ciuman pelan yang berharap akan mendapat sambutan, tapi Risa tetap kukuh untuk terus menutup mulutnya.
Alva menggeram karena Risa tak kunjung membuka bibir untuk membalas ciumannya. Pria itu menarik diri, melepaskan bibir Risa sejenak, kemudian berkata, "Buka bibir lo dan balas ciuman gue, Risa. Lo udah setuju buat jadi partner seks gue sebelum ini, kan? Kenapa lo nggak mau balas ciuman dari gue ini, hm?"
Risa kembali membuka matanya sambil menelan ludah dengan susah payah. Dia sudah setuju untuk menjadi partner seks pria itu sebelumnya, karena Alva- yang entah sengaja maupun tidak-memiliki video mereka saat bercinta semalaman. Video yang akan membuat hidup dan karir yang selama ini dirintisnya setengah mati hancur lebur.
Risa hampir saja lupa dengan apa yang telah dilakukannya bersama pria itu kemarin. Yakni kegilaan mereka saat bercinta semalaman yang begitu nyata tanpa adanya rekayasa.
"Oke," jawabnya singkat.
Alva kembali mendekatkan wajahnya, siap mendaratkan satu kecupan lain saat Risa memejamkan mata dengan mulut terbuka lebar. Siap menyambut ciuman yang akan diberikan Alva padanya.
Alva tiba-tiba saja terdiam. Dia berhenti saat melihat Risa memejamkan mata dan bersiap menyambut ciuman darinya.
Entah kenapa ... dia merasa ingin melihat Risa membuka mata dan menatap lurus kedua bola matanya sekarang. Dia tidak ingin perempuan itu menutup matanya seperti ini, karena dalam hati terdalamnya Alva merasa takut. Alva takut kalau Risa tengah membayangkan Alan saat mereka sedang berciuman.
Lebih mengerikannya lagi jika Risa benar-benar menganggap Alva sebagai Alan, kekasih sialan yang telah menduakannya dengan perempuan lain di seberang sana.
"Nggak tahu kenapa gue tiba-tiba jadi badmood," katanya sambil menarik diri. Pria itu berdiri, mencari di mana kausnya yang tadi dia lempar berada, lalu memungut dan kembali mengenakannya tanpa banyak bicara lagi.
Risa membuka mata dan menatap Alva dengan mengernyitkan dahi. Dia heran setengah mati. Tadi Alva duluan yang mau ciuman dan mau Risa membalas ciumannya, tapi kenapa sekarang dia malah badmood tidak jelas seperti ini?
Apa dia berubah pikiran?
Apa Alva lebih suka menyebar video mereka daripada kembali berciuman dengannya?
"Va!"
"Hm?" Alva menoleh setelah kembali mengenakan kausnya tadi.
"Lo ... nggak niat buat nyebarin video kita berdua, kan?" tanyanya dengan nada ragu dan penuh ketakutan.
Alva mengernyitkan dahi. "Kenapa gue harus nyebarin? Emangnya lo nggak mau jadi partner gue lagi?"
"Nggak, bukan gitu maksud gue! Lo tadi kan bilang mau cium gue, tapi tiba-tiba aja lo bilang kalau lagi badmood. Lo nggak berubah pikiran soal itu dan lebih milih nyebarin video kita berdua, kan?"
Alva menghela napas dengan kasar. Tentu saja dia tidak akan menyebarkan video itu apa pun alasannya. Terlebih lagi, karena itu satu-satunya senjata yang ia punya agar dia bisa dekat dengan Risa. Tentu saja dia tidak akan membuang kesempatan yang ia miliki itu, kan?
Namun, kenapa Risa terlihat sangat takut jika sampai video itu tersebar? Apa karena dia tidak mau Alan tahu tentang hubungan terlarang yang telah mereka lakukan?
Alva bisa mengerti, kalau Risa belum mau memberi tahu Alan saat ini. Namun, tetap saja ... melihatnya begitu takut saat Alva berkemungkinan besar akan menyebarkan video mereka membuatnya merasa sedikit penasaran.
"Kenapa? Lo kayaknya takut banget kalau video itu sampai kesebar, ya?"
Risa menatap Alva dengan kedua bola mata yang memutar malas. "Tentu saja gue takut. Video itu bisa bikin reputasi gue hancur. Awas aja kalau lo sampai nyebarin video itu gue ... gue ... gue nggak akan pernah maafin lo!"
Alva hanya tersenyum miring. Ternyata bukan karena Alan, tapi karena dia takut dengan reputasinya.
Alva mendekati Risa, lalu mencium bibir perempuan itu sekilas. "Asal lo tetap menepati janji, gue nggak punya niat buat nyebarin video itu sama sekali."
Risa menarik mundur tubuhnya, menjaga jarak aman dari Alva, sambil mendelik ke arah laki-laki itu. "Katanya lagi nggak mood?"
"Tiba-tiba aja gue pengin bungkam bibir lo yang dari tadi ngoceh mulu itu." Alva tersenyum lebar. "Besok kalau lo berangkat kerja, pakai rok pendek aja, ya? Jangan pakai celana."
"Kenapa?" Risa mengernyitkan dahi dan menatap Alva heran.
"Apa gue harus ngasih tahu jawabannya sekarang?"
Alva memamerkan seringai mesum yang sukses membuat Risa tahu, apa yang akan dilakukan pria mesum itu padanya.
Risa berdecak sambil bersedekap dada. "Gue nggak bisa janji, ya? Karena gue nggak tahu apa masih punya setelan kerja rok atau enggak. Soalnya gue belum laundry baju minggu ini. Tolong maklum, gue orang sibuk yang suka lupa buat bersihin pakaian sendiri."
Alva mendengkus geli. "Kalau emang nggak ada, apa boleh buat, kan? Tapi kalau lo cuma ngada-ngada aja, jangan salahin gue kalau lo sampai kehilangan sesuatu yang berharga."
Risa mendelik.
Sesuatu yang berharga?
Apa?
Apa yang sedang direncanakan pria playboy itu padanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Love (REPOST)
Romance[Follow me first] Pengkhianatan tunangannya, membuat Risa mengiyakan ajakan kencan semalam yang diajukan teman sekantornya, Alva. Playboy yang keberadaannya ia manfaatkan untuk membalas perselingkuhan Alan. Akankah semuanya berjalan baik-baik saja s...