07 | Rok Hitam

62.3K 1.9K 11
                                    

ALVA merasa sedikit terkejut saat melihat Ralf tiba-tiba saja datang menghampirinya. Mereka memang cukup berteman baik selama ini. Alva, Alan, dan Ralf. Mereka bertiga bisa dibilang sebagai sahabat selamanya.

Alan dan Alva memang masih bersaudara, tapi mereka lebih sering bertengkar daripada akurnya. Bahkan masalah sepele pun bisa memicu pertengkaran di antara mereka. Lalu di sanalah Ralf berada. Sebagai penengah di antara pertengkaran mereka. Sosok Ralf cukup berjasa, karena hadirnya pria itu juga membuat tali persaudaraannya dengan Alan tidak putus di tengah jalan.

"Risa gimana keadaannya?" tanya Ralf begitu Alva keluar dari mobil dan berdiri di hadapannya.

Alva berdecak kesal. "Begini sambutan lo pagi-pagi waktu ngelihat sahabat lo sendiri?"

Ralf mendengkus. "Halah nggak usah lebay. Lo sehat wal afiat gini, ngapain masih perlu gue tanyain kesehatannya, ha?"

Alva mengembuskan napas panjang. "Risa baik-baik aja, harusnya dia bisa masuk kerja sekarang. Lo nggak perlu sekhawatir itu juga kali! Kalau Siena denger lo ngomong kayak gitu, dia pasti mikir lo ada apa-apa sama adik tingkat kesayangan lo itu, tahu!"

Ralf mendengkus sekali lagi, ditambah sebuah sikutan dia berikan untuk salah satu teman SMA sekaligus teman sekantornya itu. "Jangan ngomong aneh-aneh. Kalau Siena denger omongan lo, dia bakal mulai mikir yang enggak-enggak soal gue sama Risa."

Alva meringis sembari memegangi perutnya yang terkena sikutan. "Kenyataannya emang begitu, kan?"

"Hm."

Alva melirik pria itu sinis. "Lo serius punya rasa sama Risa?"

"Sebelumnya, tentu aja pernah." Ralf menatap Alva dengan wajah datar dan tatapan yang terlihat amat sangat mematikan. "Risa udah tahu soal itu, karena gue udah pernah ngasih tahu dia."

Alva tersenyum masam. "Sumpah gue nggak nyangka. Gue kira lo cuma bisa bucin sama Siena sampai mampus aja!"

"Ada kalanya hubungan jarak jauh berada di titik jenuh, saat itulah gue berpikir buat selingkuh." Ralf mendesah panjang. "Dan gue bersyukur, Risa nolak dan malah menyadarkan gue yang hampir terjerumus."

"Kapan itu? Sebelum dia pacaran sama Alan?" tanya Alva yang kelewat penasaran.

Ralf hanya menyipitkan mata dan menatap Alva dengan pandangan curiga. Memang di antara mereka bertiga, Alva adalah orang terakhir yang mengenal Risa.

Ralf dan Risa sendiri dulunya masih satu jurusan di kampus walaupun beda tingkat. Jadi mereka sudah lama saling mengenal akrab. Alan sendiri mengenal Risa karena Alan pernah ke kampus untuk menemuinya. Lalu kebetulan juga Risa bekerja pada pria itu sebelumnya.

"Pikir aja sendiri," jawab Ralf cuek, lalu melangkah lebih cepat mendahului Alva.

Alva berdecak kesal, tanpa sadar dia berhenti melangkah. Bibirnya menggerutu dengan suara teramat pelan, "Mana bisa gue mikir sendiri kalau nggak ada buktinya, woi?"

"Lo kenapa, Va?"

"Nggak kenapa-napa. Cuma lagi kesel aja sama si Ralf." Alva menoleh ke samping.

Sosok Risa terlihat manis dengan setelan kemeja putih panjang bergaris hitam. Tak lupa sebuah rok lipit berwarna hitam yang berada di atas lutut dan memperlihatkan sebagian pahanya.

Seksi, batinnya yang lantas menelan ludah susah payah. Matanya bahkan sampai tak berkedip memandangi dada Risa yang tampak begitu terlihat jelas di matanya walaupun dua buah itu masih terlapisi kain kemeja yang cukup longgar.

Risa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Alva. "Dasar playboy mesum!" umpat perempuan itu yang kemudian melangkah lebih dulu.

Alva masih tak berkedip di tempatnya sejak tadi. Dia melirik paha Risa yang semakin terlihat lebih jelas saat berjalan pergi meninggalkannya sendiri. Paha putih mulus yang membuatnya berkali-kali lipat lebih seksi.

Gue malah pengin narik lo ke hotel secepatnya kalau kayak gini ceritanya, Risa!

***

"Pagi, Ralf!" sapa Risa begitu ia menyamai langkah seniornya semasa kuliah dulu yang sekarang menjadi rekan kerjanya itu.

"Pagi juga, R-ris?"

Ralf menelan ludahnya, kemudian matanya menyipit, tampak heran melihat penampilan Risa hari ini yang terlihat cantik, manis, dan elegan. Walaupun biasanya juga begitu, tapi Risa kali ini memakai rok lipit alih-alih celana panjang membosankan miliknya seperti biasa.

"Tumben lo mau pakai rok?" Ralf menatap raut wajah Risa yang tampak memerah sesaat sebelum tersenyum lebar untuk menutupi rasa malunya.

"Baju gue abis, baru tadi pagi gue anterin semuanya ke laundry. Kenapa emangnya? Rok nggak cocok sama gue, ya?" tanya Risa sembari melihat sendiri rok yang dikenakannya.

"Cocok banget malahan. Lo kayak gitu aja terus, Ris. Gue jamin seisi kantor bakal sujud di bawah kaki lo semua."

Risa memandangi Ralf dengan tatapan ngeri. "Maksudnya apa?"

Ralf hanya menyeringai. "Iya, gitu." Dia mengedipkan sebelah matanya. "Apalagi kalau Alan sampai lihat lo bisa secantik ini setiap hari. Gue yakin dia bakal makin bucin banget sama lo."

Risa mendengkus pelan. Dia mendahului Ralf masuk ke dalam lift. "Entahlah, gue udah nggak yakin sama dia."

"Kenapa? Lo lagi punya masalah sama dia?" Ralf terdengar heran sekaligus penasaran.

Risa hanya menggeleng dan Ralf berhenti bertanya. Dia tahu, Risa bukanlah orang yang mau terbuka atas semua masalahnya. Untuk itulah dia hanya diam saja, walau seluruh hati dan pikirannya mulai memikirkan banyak asumsi tentang apa yang telah terjadi dengan hubungan Risa dan Alan yang sebentar lagi sampai ke tahap pernikahan.

Semoga tidak ada masalah apa-apa yang terjadi di antara mereka, batin pria itu yang merasa sedikit kasihan, seandainya hubungan Risa dan Alan sampai putus di tengah jalan.

Walaupun Ralf selalu berperan layaknya saudara Risa, kakak laki-laki dari perempuan itu yang selalu dapat diandalkan. Nyatanya Risa terlalu tertutup darinya, dia terlalu mandiri dan tidak mau ditolong sama sekali.

Sekali pun dia sedang menderita, Risa tidak akan sudi meminta bantuan darinya.

Jadi, bila sekarang dia punya masalah dengan Alan, maka dia tidak akan membagi masalahnya begitu saja. Memang seperti itulah Risa. Dia akan menyimpan luka, terus menyimpannya hingga dia tidak lagi sanggup menahannya.

Ketika saat itu tiba maka semuanya akan berakhir begitu saja. Karena bagi Risa tidak pernah ada kesempatan kedua. Pernikahan yang harusnya menjadi akhir bahagia untuk mereka tidak akan jadi terlaksana.

One Night Love (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang