09 | Terpaksa Menginap

56K 1.7K 6
                                    

"LO mau makan apa?"

Pertanyaan itu tak ia tanggapi. Risa lebih memilih diam dan memandangi langit malam yang begitu gelap. Perutnya terasa mual setiap kali mengingat apa yang telah ia lakukan beberapa saat lalu.

Walaupun Alva mengajaknya bicara dan sempat mengalihkan perhatiannya untuk sejenak, tapi bayang-bayang kala ia mengulum milik pria itu dan menelan cairannya membuat Risa tak kuasa menahan gejolak yang berasal dari dalam perutnya.

Risa memegangi mulut dengan siku bertumpu pada kaca mobil yang terbuka. Tubuhnya bersender ke pintu, siap membuka paksa pintu itu seumpama dia ingin mengeluarkan semua cairan asam itu dari perutnya.

Alva terdiam di sampingnya. Matanya sesekali melirik, mencoba menerka apa yang dialami Risa karena tak kunjung menjawab pertanyaannya. Namun, pada akhirnya dia tak mendapat jawaban apa pun.

Alva mendesah panjang. Tangannya terulur, menyentuh ujung kepala Risa dan mulai membelai rambutnya dengan perlahan.

Risa terkesiap merasakan belaian tangan Alva di atas kepalanya. Dia menoleh dengan cepat, memandangi Alva yang masih membelai kepalanya dan sesekali melirik ke arahnya. Matanya langsung melotot tajam, tapi Alva hanya membalas tatapan matanya dengan senyuman manis yang kelewat lebar.

"Lo mau makan sesuatu, nggak?" tanyanya sekali lagi.

Risa terdiam cukup lama, sebelum menggelengkan kepala. "Gue nggak mau makan apa-apa."

"Tapi lo belum makan dari siang, kan? Seenggaknya lo harus makan malam ini sebelum tidur nanti." Alva berdeham cukup keras, lalu memalingkan pandangannya kembali menghadap jalanan. "Mau makan di restoran mungkin?"

Tangan yang sebelumnya membelai puncak kepala Risa kini menunjuk ke salah satu restoran mewah yang berada di pinggir jalan. Sayangnya, walaupun dia tahu masakan di restoran itu terkenal sangat enak, tapi Risa tidak ingin makan di sana atau malah membungkus makanan dari sana.

"Jujur aja, gue lebih suka makan masakan lo daripada makan di sana," jawaban itu keluar begitu saja dari mulut Risa.

Alva yang mendengarnya sontak saja menyeringai lebar. Itu berarti Risa diam-diam mengakui masakan buatannya yang walau tidak begitu enak, tapi entah kenapa perempuan itu bisa sangat menyukainya.

"Baiklah kalau begitu. Lo mau gue masak di mana? Di kos-kosan lo atau di apartemen gue aja?" tawarnya dengan senyum kelewat lebar, karena saking senangnya saat dipuji Risa.

"Kos-kosan gue sekarang udah tutup." Risa memalingkan wajahnya kembali ke luar kaca, menatap jalanan malam yang tampak remang-remang, karena hanya disinari lampu jalan berwarna kekuningan. "Kalau lo emang mau masakin gue, di apartemen lo aja, abis itu gue bisa pulang sendirian."

Alva mengernyitkan dahi. "Kos lo sekarang udah tutup?"

Risa mengangguk pelan. "Kos-kosan gue punya jam malam, karena beberapa penghuninya kebanyakan masih mahasiswa. Kalau gue pulang di atas jam yang udah ditentukan, gue nggak bisa masuk lagi ke dalamnya."

Alva mendelik ke arah perempuan itu. "Jadi, lo lembur hari ini niatnya mau sekalian nginep di kantor gitu?"

"Kenapa emangnya?" Risa menatap Alva dengan wajah heran.

"Nggak apa-apa," jawabnya cepat, lalu berdecak kesal. "Terus, malam ini lo mau tidur di mana kalau lo nggak jadi nginep di kantor?"

Risa mengangkat bahunya ringan. "Mungkin nyewa hotel buat semalam, nggak masalah. Uang tabungan gue juga masih cukup buat nyewa hotel di dekat-dekat sini."

Alva mendengkus keras. "Kenapa lo nggak minta buat tinggal di apartemen gue aja malam ini, Sa?" tanyanya terdengar kesal.

Risa mengerling ke arah pria itu. "Apa lo masih perlu nanyain jawabannya ke gue, Va?"

"Segitu nggak maunya lo tidur sama gue lagi, hm?" Raut wajah Alva mulai tak sedap dipandang saat mengatakannya.

"Nggak akan ada istilah tidur biasa kalau sama lo ceritanya, Va." Risa mendesah panjang. "Lo masih inget sendiri, apa yang lo lakuin waktu gue nginep di tempat lo terakhir kali, kan?"

Alva merasakan sudut bibirnya berkedut-kedut mendengar kata-kata Risa untuknya. Terakhir kali Risa menginap adalah beberapa hari yang lalu, saat perempuan itu menyerahkan diri secara suka rela untuk dia nikmati tubuhnya.

Tentu saja Alva tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ia punya, karena Risa memang luar biasa. Abaikan soal mahkota perempuan itu yang diserahkan padanya, tapi sosok Risa benar-benar sanggup membuat fantasi liarnya bekerja sepuluh kali lipat lebih liar dari biasanya.

"Gue janji nggak akan macam-macam sama lo." Alva bersiul pelan, dia menatap lurus jalanan, mengendarai mobilnya untuk menuju ke tempatnya.

Risa berdecak pelan. "Yakin lo bilang kayak gitu? Lo sendiri yang bilang mau jadiin gue budak nafsu lo. Yakin lo nggak akan ngapa-ngapain gue seandainya gue nginep di apartemen lo?"

Alva meringis. "Berani sumpah, gue nggak akan macam-macam sama lo, kecuali lo yang ngundang gue buat macam-macamin tubuh lo."

"Maksudnya? Gue yang godain lo duluan gitu?"

Alva menyeringai sambil mengedipkan sebelah matanya. "Tepat!"

"Amit-amit! Gue yang godain lo duluan itu cuma ada di mimpi lo doang," balas Risa yang terdengar sangat kesal sekarang.

Alva meringis. "Gue tahu." Tentu saja dia tahu, karena dia cukup mengenal baik karakter Risa sebelumnya.

Jika tidak ada peristiwa beberapa hari yang lalu, perempuan ini masih sulit didekati dalam tanda kutip, karena Risa terlalu baik dalam membawa dirinya saat bergaul dengan pria lain selain kekasihnya. Hal itulah yang diam-diam membuat Alva tertarik padanya dan tertarik untuk mendapatkannya.

Mobil berbelok memasuki basement. Alva mematikan mesin dan mengajak Risa keluar dari mobil. Mereka berjalan berdampingan sampai apartemen Alva dan masuk ke dalamnya.

"Lo mau mandi dulu mungkin? Gue mau langsung masak sekarang, udah laper gue," kata Alva begitu pintu di belakangnya terkunci rapat.

"Di sini ada mesin cuci, kan?" Risa memandangi Alva dengan wajah serius. "Gue nggak bawa baju ganti, besok gue pakai apa, kalau pakaian kerja gue hari ini udah kotor dan bau kayak gini?"

Alva tersenyum tipis. "Ada, kan, di kamar mandi. Gue baru beli kemarin, coba aja lo pakai." Alva berdeham pelan. "Untuk malam ini, lo pakai aja kemeja atau kaus gue di lemari. Bisa nyari sendiri, kan? Nggak perlu ditemenin, kan?"

"Nggak, makasih banyak!"

Risa melenggang pergi menuju kamar Alva yang berada tak jauh dari sana. Dia sudah tahu tempatnya, dia tahu lokasi lemari pria itu berada, dan dia bisa mencarinya sendiri. Walaupun sebelumnya Alva yang membantunya mengambil semua benda-benda itu dari lemari pakaiannya, tapi itu semua karena keadaan Risa malam itu yang sangat tak berdaya.

Sekarang, dia bisa mencarinya sendiri. Pasti, tidak akan ada masalah apa pun atau sesuatu yang ia takuti berada di lemari pria itu, kan?

Karena malam ini, dia terpaksa untuk menginap. Selain karena bisa menghemat uang tabungan yang ia punya, dia juga ingin membuktikan kebenaran dari kata-kata Alva sebelumnya.

Jika pria itu benar-benar tidak akan melakukan apa pun padanya selama Risa menginap di sana.

Sedangkan Alva yang melihat Risa pergi menuju kamarnya hanya mengulum senyuman tipis. "Lihat apa yang akan lo temuin di lemari gue, sayang!"

Alva menyeringai, sebelum tubuhnya berbalik, pergi menuju dapur untuk membuat sesuatu yang bisa mereka konsumsi sebelum tidur.

One Night Love (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang