Happy reading ❤️
________________Raina berjalan beriringan bersama dengan Awan di koridor kelas X. Setelah pembagian kelas dan ternyata dirinya satu kelas dengan laki-laki posesif itu. Auranya yang dingin berbanding terbalik dengan sikapnya yang selalu ingin tahu.
Berteman dengan Raina sejak duduk di bangku SMP, membuat Awan sedikit demi sedikit tahu mengenai kehidupan gadis itu. Gadis yang selalu ceria dengan senyuman manisnya. Awan tidak pernah merasa menyesal karena berteman dengan gadis cerewet seperti Raina.
Sebelumnya, ia sangat tidak menyukai Raina karena berisiknya gadis itu ketika sudah membuka mulutnya, bercerita ke sana kemari tanpa henti, berusaha mencari simpati kepada semua orang untuk bisa berteman baik dengannya. Bukan hanya itu saja, sisi lain dari Raina yang jarang sekali orang tahu.
Awan tidak tahu apa yang dirasakan sepenuhnya oleh gadis itu. Namun, dari sorot matanya Awan dapat melihat bagaimana sebuah rahasia besar yang disimpan oleh gadis itu. Rahasia yang dirinya pun tidak tahu. Dan ketika gadis itu terdiam, maka raut wajahnya benar-benar akan berubah drastis. Bola matanya menggelap dengan pandangan kosong, seolah dunianya berhenti berputar ketika bibirnya tertutup.
"Awan mau masuk ekskul apa? Aku bingung nih mau masuk apa. Mau ikut marching band nggak dibolehin sama Bunda."
Awan menoleh, gadis itu tampak mengerucutkan bibirnya sambil menatap beberapa poster dari setiap organisasi yang memenuhi mading.
"Nggak tau, bingung."
"Kok bingung, sih? Aku juga bingung 'kan jadinya mau ikut ekskul apa."
"Nggak mau ikut renang? Bisanya juga 'kan ikut."
Raina menggeleng pelan. Di rumahnya sudah ada kolam renang. Lagi pula ia juga sudah mengikuti les privat tersebut di luar sekolah. Raina ingin mencoba hal baru kali ini. Sesuatu yang sangat menantang dan dapat mengalihkan perhatian Langit.
Ya, Raina menginginkan hal itu. Selain ingin belajar bagaimana menguasai bola berwarna oranye itu, Raina juga ingin selalu berada di dekat sang Kakak. Belajar dari kesalahannya selama ini, Raina ingin mengubah kelabu dalam hidup Langit menjadi pelangi yang indah dengan penuh warna. Memberikan berjuta kasih sayang dan rasa cintanya untuk mewarnai hari-hari Langit. Langit akan kembali dengan warna birunya dan Raina pastikan hal itu akan terjadi.
"Aku mau daftar basket aja deh, bingung mau ikut ekskul apa," ucap Raina final.
Awan menatapnya terkejut. "Nggak, Rain. Nggak boleh."
"Kenapa? Aku 'kan mau belajar gimana caranya main basket, lagian di sana juga ada Kak Langit jadinya aku mau ikutan."
Gadis itu tersenyum lebar, membuat Awan semakin gelisah melihatnya.
"Tapi lo nggak bisa, Rain. Kalo Kak Langit tau lo pasti bakal dimarahin sama dia," ucap Awan.
"Nggak papa, biasanya juga 'kan begitu." Raina melipat kedua tangannya di depan dada. "Kak Langit itu sebenernya sayang sama aku, cuma dianya aja yang gengsi buat ngaku."
"Pikirin sekali lagi, Rain. Lo masih bisa ikut ekskul lainnya, nggak harus basket yang pastinya bakal nguras banyak energi lo. Lo bisa ambil ekskul lain yang jauh lebih bermanfaat, misalnya olimpiade matematika atau robotik."
Raina berdecak malas. "Aduh, Awan. Kamu tau 'kan kalo aku nggak suka di matematika, dan kalo robotik aku nggak mau ribet, apalagi kalo udah ada lomba gitu."
"Nggak suka matematika kok sering lomba."
"Ish!!! Awan tuh!"
Awan menghela napasnya panjang. Gadis itu akan mendapat masalah besar jika masuk ke dalam organisasi basket. Apakah Raina berusaha mencari masalah dengan kakaknya lagi? Awan tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Langit ketika mengetahui bahwa Raina memilih untuk bergabung dengan ekskul itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Yang Hilang
Teen FictionSeperti namanya, Raina sangat menyukai hujan. Suaranya yang merdu saat bersentuhan dengan atap-atap rumah begitu menenangkan. Kepada hujan Raina menitip salam, tentang kerinduannya kepada Tuhan, mencoba bertahan untuk jiwa-jiwa yang tenang dan kedam...