Happy reading ❤️
________________Usai meninggalkan ruang guru bersama dengan Bintang, Langit memilih untuk pergi menuju perpustakaan. Ia akan meminjam beberapa buku yang mungkin bisa digunakan sebagai persiapan untuk mengikuti perlombaan yang dikatakan oleh Pak Gema beberapa menit yang lalu.
Ini bukan kali pertama ia mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba tersebut. Terhitung sudah dua kali ia mengikutinya dengan Angkasa yang sebagai pasangannya saat itu. Kali ini ia dipasangkan dengan Bintang yang merupakan adik kelasnya. Sedikit keraguan dalam diri Langit saat mendapatkan Bintang sebagai pasangannya yang dimana murid baru sepertinya mungkin belum terlalu banyak mendapatkan materi tentang pelajaran yang akan dilombakan.
Langkah kaki Langit terhenti saat angin berhembus kencang diiringi dengan debu yang menerpa wajahnya, membuatnya harus berpaling dan menutup matanya agar debu itu tidak masuk ke dalam matanya. Ia kemudian mendongak, menatap awan hitam yang mulai berjalan mengelilingi langit, menutup sinar mentari yang sebelumnya menyinari bumi.
Langit berpikir bahwa hari ini akan cerah sampai matahari terbenam. Namun, setelah melihat ramalan cuaca pada ponselnya membuatnya menghela napas. Langit tidak menyesali harinya yang mungkin akan dipenuhi dengan hujan, tetapi ia sedikit kecewa dengan dirinya sendiri yang selalu lemah ketika menatap rintikan air yang turun dari langit itu. Dengan segera Langit masuk ke perpustakaan sebelum derasnya air hujan turun ke bumi.
Berbeda dengan Langit yang sudah memasuki perpustakaan, di lain tempat, Raina sedang asyik berbincang dengan Awan dan Angkasa di depan ruang UKS. Mereka bertiga masih membicarakan tentang olimpiade ekonomi yang akan mereka ikuti. Namun, sebelum semuanya dimulai, mereka bertiga akan diseleksi terlebih dahulu untuk menentukan siapa yang akan terpilih mengikuti lomba tersebut.
Angkasa sendiri yang sebenarnya tidak mengikuti seleksi, ia hanya ikut berdiskusi dengan Raina dan Awan yang sedang membahas tentang mekanisme perlombaan yang akan mereka ikuti.
"Kalo Kak Jingga biasanya sering menang juga, Kak?" tanya Raina kepada Angkasa.
Angkasa mengangguk. "Emang begitu, dia selalu jadi yang pertama."
"Oh gitu ya. Kakak sendiri kenapa nggak ikut olimpiade fisika? Katanya dulu juga pernah ikut terus dipasangin sama Kak Langit."
"Kali ini diambil dari anak kelas sepuluh, Rain. Makanya Kakak nggak ikut, sama kayak kalian berdua yang masih diseleksi buat siapa yang pantes dipasangin sama Kak Jingga."
Raina menatap Awan sambil menyenggol lengannya, membuat laki-laki itu langsung menoleh ke arahnya dengan alis bertaut.
"Awan ini kayaknya yang bakal maju buat lomba," ucap Raina sambil tersenyum meledek.
Awan mendengus sambil menggeleng. "Rain aja, males mau ikutan lomba."
"Ih, Awan kok bilangnya gitu sih? Bagus dong kalo Awan yang ikutan lomba, 'kan Awan lebih jago daripada aku."
"Bohong banget, jangan merendah untuk meroket, Rain."
Sedikit keraguan dalam diri Raina setelah mendapatkan kabar bahwa dirinya akan mengikuti seleksi olimpiade ekonomi bersama dengan Awan. Raina berharap lebih kepada Awan agar laki-laki itu bisa memberikan yang terbaik sehingga laki-laki itu yang akan maju untuk mewakili sekolah bersama dengan Jingga di olimpiade tersebut.
"Bukan gitu, aku juga mau ikutan lomba tapi Awan tau 'kan kenapa aku lebih milih Awan yang ikutan?" lirih Raina.
Lagi-lagi kecemasan yang Awan tangkap dari air muka Raina. Gadis itu begitu lemah ketika dihadapi sebuah prestasi yang seharusnya gadis itu sendiri bangga atas pencapaiannya. Namun, Raina lebih mementingkan perasaan Langit daripada dirinya sendiri. Kali ini gadis itu ingin supaya ayahnya melihat bagaimana perjuangan Langit untuk mendapatkan prestasi yang selama ini tidak pernah membuat kedua orang tuanya melirik padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Yang Hilang
Teen FictionSeperti namanya, Raina sangat menyukai hujan. Suaranya yang merdu saat bersentuhan dengan atap-atap rumah begitu menenangkan. Kepada hujan Raina menitip salam, tentang kerinduannya kepada Tuhan, mencoba bertahan untuk jiwa-jiwa yang tenang dan kedam...