Happy reading ❤️
________________Malam semakin gelap dan mencekam. Gemuruh suara hujan yang semakin mengalun menjadikan malam Langit semakin kelabu. Hatinya kembali sesak, sakit menggerogotinya. Semuanya terasa hampa, dirinya kembali jatuh ke dalam jurang kegelapan dalam hidup.
Perdebatan alot beberapa jam yang lalu masih terus terngiang di telinganya. Tamparan keras itu meninggalkan jejak kemerahan di pipinya. Pun sudut bibirnya yang sobek, menunjukkan bagaimana marahnya sang ayah kepadanya.
Langit meluruh dengan seluruh tubuhnya yang bergetar. Kembali ia merasakan pahitnya menjadi seorang anak yang selalu tertekan karena Guntur. Langit tidak bisa memaksa untuk membuka dirinya kepada Raina. Dirinya terlalu gelap untuk gadis seceria Raina.
Semenjak kedatangan gadis itu, hidup Langit benar-benar berubah. Tidak ada lagi kasih sayang yang diberikan oleh ayahnya. Selalu tentang Raina, Raina, dan Raina saja. Ketika dirinya ingin mendapatkan apa yang diinginkan, Raina selangkah lebih mau darinya. Merampas mimpi yang selama ini telah ia susun dengan baik. Raina, Langit membenci gadis itu.
Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Langit masih enggan untuk menutup matanya walaupun rasa pusing menyerang kepalanya tanpa henti. Dalam kegelapan malam dan tanpa cahaya lampu kamarnya, Langit menatap luka dalam kedua matanya. Begitu dalam dan menyakitkan.
Sudut bibirnya yang sobek tak dihiraukannya. Langit membenci dirinya yang merasa lemah seperti ini. Mengapa dirinya harus menangisi hidupnya yang memang sudah berantakan sejak kecil? Seharusnya ia bisa bertahan dengan semua itu. Namun, sayangnya semua itu tidaklah mudah. Mentalnya sudah rusak sejak kecil. Langit sudah muak dengan semua drama yang diciptakan oleh Raina untuk menarik simpati semua orang. Hujan cinta yang diberikan oleh gadis itu tak akan pernah bisa menghancurkan batu keras di dalam hatinya.
Langit membanting tubuhnya di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya yang gelap. Mencoba berdamai dengan diri sendiri adalah hal yang paling sulit. Di saat seperti ini ke mana ia harus pergi? Tidak ada satupun yang peduli dengannya, bahkan ayahnya sendirilah yang menciptakan luka untuknya.
"Arghh! Sial!" desis Langit ketika kepalanya kembali pusing.
Langit segera bangkit kemudian meminum obat pereda nyeri untuk kepalanya. Dosisnya yang tinggi membuat kepalanya terasa berat dengan matanya yang semakin ingin terpejam. Sejenak saja, mungkin hanya dengan meminum obat itu Langit bisa tertidur dan tak lagi pusing memikirkan segala apa yang telah terjadi.
Kapan terakhir kali Langit dapat tertidur tenang, laki-laki itu pun tak tahu. Malamnya hanya dihabiskan untuk merangkai kembali mimpi-mimpinya yang telah rusak dan pupus, berharap dunia akan berubah ketika di pagi hari, tapi sayangnya itu semua tidaklah mungkin. Langit hanya akan tetap menjadi kelabu dalam hidupnya yang gelap.
🌧️🌧️🌧️
Hujan baru berhenti ketika subuh tadi. Genangan air masih tersisa di beberapa tempat, sedangkan sang mentari kini sudah mulai berani menunjukkan diri di ufuk timur. Memberikan kehangatan setelah dinginnya hujan yang menyelimuti malam.
Raina duduk sambil memakan roti dengan selai cokelat sebagai menu sarapannya, juga segelas susu cokelat yang menambah semangatnya di pagi ini. Gadis itu sudah siap dengan perlengkapan sekolahnya, hanya tinggal menunggu sarapannya habis dan Pak Rudi yang sedang memanaskan mobil.
"Bunda," panggil Raina kepada Senja yang sedang membuat bubur.
Senja hanya bergumam sambil terus mengaduk buburnya di dalam panci.
"Buat siapa sih buburnya? Bunda lagi pengen buat bubur?" tanya Raina.
"Buat Kak Langit, Sayang," jawab Senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Yang Hilang
Teen FictionSeperti namanya, Raina sangat menyukai hujan. Suaranya yang merdu saat bersentuhan dengan atap-atap rumah begitu menenangkan. Kepada hujan Raina menitip salam, tentang kerinduannya kepada Tuhan, mencoba bertahan untuk jiwa-jiwa yang tenang dan kedam...