Hujan-13

4 3 0
                                    

Happy reading ❤️
________________

Tatapan dingin Langit dapatkan ketika menginjakkan kakinya di ruang tamu. Terlihat Guntur yang sedang duduk dengan pandangan yang berfokus kepadanya. Langit terdiam, berdiri tegap di antara bingkai pintu dengan tubuhnya yang masih dipenuhi keringat.

Langit baru pulang dari sekolah, lebih tepatnya ia menghabiskan waktunya di lapangan untuk berlatih bermain basket. Ia sengaja menambah jam latihannya karena merasa rindu dengan permainan bola berwarna oranye itu hingga melupakan bahwa hari sudah gelap.

Guntur bangkit dan berjalan mendekat. Dilihatnya Langit yang terdiam dengan kepala tertunduk, menatap kakinya yang menapak di lantai ubin marmer. Baru kali ini ia melihat putranya yang pulang hingga larut malam, mengabaikan keadaannya yang mungkin sudah jauh dari kata baik-baik saja.

Bekas luka pada sudut bibir Langit akibat tamparannya beberapa hari yang lalu masih membekas. Guntur kembali menemukan luka baru pada sudut matanya yang kian membiru, juga guratan merah pada lengan panjang Langit.

"Baru pulang, habis dari mana kamu?" tanya Guntur dingin.

"Latihan," jawab Langit singkat.

Mengabaikan tatapan tajam dari ayahnya, Langit justru memilih untuk berjongkok dan melepas sepatunya. Guntur kembali dibuat tercengang dengan luka kecil yang berada di tengkuk Langit.

"Kamu berantem?" tanya Guntur menelisik.

"Nggak." Langit kemudian bangkit dan berjalan melewati ayahnya.

"Berhenti!"

Langit meringis mendengarnya. Niatnya ingin masuk ke dalam kamar agar tidak diberikan pertanyaan lebih banyak oleh ayahnya, tapi sayangnya sepertinya ayahnya sudah mengetahui apa yang sedang disembunyikannya.

Guntur menyentuh lengan Langit yang terdapat sebuah luka di sana. Tidak disangka ternyata putranya yang pendiam dan tertutup itu melakukan tindakan yang dapat menghancurkan kepercayaannya. Guntur marah ketika mengetahui bahwa luka yang terdapat pada sudut mata Langit bukanlah luka biasa. Ia tahu bahwa itu adalah bekas pukulan.

"Berantem sama siapa kamu?"

"Nggak ada."

"Jawab Papa, Lang!"

"Kenapa sih, Pa?" Langit menyentak tangan Guntur. Ia merasa kesal karena ayahnya membentaknya.

"Kamu itu..." Guntur sedikit mendorong bahu Langit dengan telunjuknya. "Papa sekolahin buat belajar, jadi anak pintar, bukan jago berantem kayak gini."

Guntur seolah-olah tahu apa yang dialami oleh Langit sehingga menuduh bahwa luka pada tubuh Langit akibat laki-laki itu berkelahi. Namun, kenyataan yang sebenarnya bukanlah seperti itu. Langit mendapatkan luka itu karena terjatuh dari motornya saat perjalanan pulang, bukan karena berkelahi.

Langit mengangkat dagunya, bukan bermaksud menantang melainkan membalas tatapan ayahnya. "Papa nggak tau apa-apa."

"Papa tau segalanya, Langit. Kamu pikir selama ini Papa nggak mengawasi kamu?" Guntur mendecih.

Langit tersenyum kecut. "Ngawasin? Urusin aja anak kesayangan Papa yang penyakitan itu."

Langit kemudian melangkah menjauh, tetapi Guntur lebih dulu mencegahnya dan langsung memberikan tamparan kerasnya pada Langit.

Plak

Kembali Langit merasakan hatinya seolah diremas. Kedua kalinya ia mendapatkan tamparan keras dari sosok pria yang selama ini ia sayangi. Namun, kecintaan Guntur kepada Raina seolah membutakannya. Guntur tidak pernah bisa membagikan kasih sayangnya secara adil kepada Langit dan Raina.

Hujan Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang