22; tujuan Raka

356 76 3
                                    

Sebagai salah satu orang yang juga dekat dengan Ecan, Raka sudah menganggap Ecan lebih dari sekedar sahabat melainkan suadara sendiri. Ikatan diantara mereka sangatlah erat. Entahlah, bagi Raka, Ecan adalah orang penting bagi hidupnya.

Hidupnya dulu gelap, tidak ada motivasi lagi untuk melanjutkannya. Tapi, saat itu Ecan hadir membawa cahaya seterang matahari ke dalam kehidupannya. Ecan mampu membuka mata dan hatinya untuk bisa menerima dunia dan hidupnya. Setidaknya, ia memiliki alasan untuk hidup, kala itu.

Ecan sudah menolongnya dari jurang nan gelap. Ia ingin cahaya nya itu selalu hadir didunia.

Raka membuka pintu kamar ruang inapnya Ecan.

Terlihat Ecan sedang menonton TV sambil mengemil buah melon lalu dirinya menoleh ke arah Raka dan menaruh piring berisi melon itu dan menyapa Raka.

"Eh, aya Raka"

Raka hanya tersenyum sambil mengangkat dua kresek putih berisikan makanan sekolahan dan juga beberapa komik kesukaan Ecan. Ecan lansgung duduk tegap karena merasa antusias dengan apa yang dibawa oleh Raka.

"Jirrrrr bala-balanya ceu Edah" Ecan hampir saja menangis

"Komik boruto yang baru"

"ANJIR YANG BENER INI GUA GAK MIMPI KAN??!"

Raka hanya tertawa.

"Jangan banyak-banyak tapi makan bakwannya, Can. Makan juga rotinya, nih gue bawain roti di kantin"

"Oke sobat" kata Ecan yang sibuk menyantap bakwan sambil membaca komik pemberian Ecan

"Kawaki kira-kira bakal berkhianat teu nyak?"
kawaki, karakter dalam cerita di komik Boruto

"Gak tau, gak ngikutin Boruto gue" kata Raka sambil meminum kopinya

"Euh, cobaan deh nonton animenya"

"Gak mau ah, wibu"

"Jingggg kurang ajar"

"Hahahhaha. Rame emang?"

"Rame ceuk urang mah"

Raka hanya manggut-manggut sambil membuka bungkus ciki lalu memakannya.

"Oh ya Can..."

"Naon?"

"Lo udah mikirin buat lanjut kuliah?"

Ecan terdiam sejenak, dirinya terlihat sedang berpikir. "Udah sih"

"Mau lanjut kemana?"

"Maneh tau kan urang dari dulu suka banget sama mesin-mesinan. Urang pengen banget main-main sama yang berkaitan dengan mesin. Ngerakitnya lah, ngebenerinnya lah.."

"Teknik mesin ya?"

"Iya.. urang pengen buka bengkel hahaha terus nerima banyak anak-anak SMK buat Praktek lapangan di tempat gue. Ngehayal aja dulu"

"Hebat ya, orang udah pada punya tujuan dan cita-citanya sesuai keinginannya sendiri"

"Kalo lo sendiri gimana?" tanya Ecan ke Raka

Raka tersenyum tipis, "Belum kepikiran"

"Nyokap nyuruh gue ke Singapur, biar bisa sama dia yang kerja disana. Sedangkan bokap gue bilang mening kuliah disini ambil jurusan hukum biar lanjutin dia jadi hakim"

"Kalo dari diri lo sendiri, lo maunya apa, Ka?"

Raka mengangkat kedua bahunya, "Masih abu-abu"

Ecan terlihat berpikir, "Lo suka film kan, Ka?"

"Iya, tapi itu gak ada hubungannya"

"Ada!" kata Ecan sambil tersenyum

"Lo selalu tertarik sama dunai perfilm-an. Setiap ngomongin film, lo selalu paling antusias. Bahkan saat lo ngurung di kamar, hal yang lo lakuin untuk melepas penat lo adalah maraton nonton film seharian. Ya kan?"

Raka nggak bisa mengelak, apa yang dikatakan oleh Ecan adalah kebenarannya.

"Kenapa gak lo seriusin aja apa yang jadi kesukaan lo?"

"Tapi, emang nyokap bokap gue bakal setuju?"

"Belum lo coba kan?"

Raka terdiam.

"Ka, lakuin apa yang lo suka. Jangan sampe lo ngikutin kata orang untuk jadiin tujuan hidup lo. Ini hidup lo. Lo yang berhak ambil kendali dalam ngatur tujuan hidup lo. Jangan sampe kendali itu diambil oleh orang."

Raka pulang dengan pikiran penuh dengan apa yang sudah Ecan katakan kepada dirinya. Kata-katanya, membuat dirinya tersadara bahwa selama ini dirinya tidak benar-benar melakukan suatu hal atas kemauan dari dirinya sendiri. Selalu mengikuti apa yang orang tuanya katakan.

Baru kali ini, dirinya merasa kalau ia harus melakukan sesuai dengan keinginannya.

Raka pun membuka laptopnya, menacari referensi dunia perfilm-an di berbagai kampus Indonesia. Ada dua pilihan yang menarik perhatian dia, yaitu Institut Kesenian Jakarta dan Institut Seni Budaya
Indonesia di Bandung.

Raka tersenyum saat ia akhirnya menemukan hal yang menjadi kesukaannya itu menjadi sebuah tujuannya untuk bisa meraih masa depan. Tinggal memikirkan bagaimana caranya untuk memberitahu kedua orang tuanya, kalau dirinya ingin terjun ke dunai perfilm-an.

Raka mengambil handphonenya dan mencoba menghubungi ibunya yang berada di Singapura. Ada rasa takut dan gugup saat ia mendengarkan dering telepon, namun rasa itu terkalahkan oleh keinginannya.

"Kenapa sayang?" akhirnya terangkat juga

"Mah... Raka mau ngomong sesuatu"

"Ngomong aja sayang, mamah baru pulang dari kantor. Kenapa? Ada apa? Uang bulanan abis?"

"Gak mah, masih ada kok. Raka cuma mau ngomongin soal kuliah Raka"

"Oh! Gimana, gimana? Kamu jadi ikut mamah ke Singapur?"

"Hm... mah, Raka mau kuliah disni aja. Boleh kan?"

"Kenapa??"

"Raka udah nyaman disini.."

Mamahnya Raka terdiam sejenak,terdengar dirinya sedang mengambil napas pelan.

"Yaudah, apa boleh buat. Itu keputusan kamu sayang. Kamu mau ambil jurusan apa, hm?"

Raka langsung merasa senang sekali. Belum pernah ia merasakan senang yang seperti ini sebelumnya.

"Niatnya, Jurusan Film mah Cuma belum tau lagi deh. Pokoknya Raka mau masuk ke dunia perfilm-an"

"Oh gitu, oke deh. Kalau udah pasti jurusan dan kampus mana nya kasih tau mamah ya?"

"Iya mah!"

Flip

Sekarang tinggal bagaimana ia harus memberitahu kepada papahnya yang agak keras kepadanya ini?

Matahari dan Malam • Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang