26; ujian sekolah

415 73 2
                                    

"Can, lo yakin?"

"Yakin atuh, maneh meragukan urang, Jun?"

"Yee kocak. Aing ngekhawatirin maneh!"

"Autututu, Juna khawatir sama acuuu"

"Najong ihhh! Yaudah buruan kita ke kelas"

"Dorongin dong kursi rodana akang Juna"

"Gandeng"

Juna pun membantu Ecan mendorong kursi rodanya untuk bisa masuk ke dalam kelas. Raka dan Jeno pun ikut membantu Juna saat mereka baru saja datang ke kelas.

"Can, gak apa-apa?" tanya Jeno

"Ish, dibilang gak kenapa-kenapa. Cuma seminggu, urang pasti kuat!"

Jeno, juna dan Raka hanya bisa saling menatap satu sama lain, terlihat mereka mencemaskan Ecan, namun mereka memilih untuk mempercayai bahwa Ecan pasti bisa mengikuti semua Ujian Sekolah.

Hari demi hari, Ecan lalui dengan sangat bersungguh-sungguh untuk bisa lulus bersama teman-temannya. Rasa sakit pun tidak ia rasakan karena tekadnya yang besar meruntuhkan semua rasa sakitnya.

Sampai dimana tak terasa ia bisa bertahan sampai hari Ujian Sekolah yang terakhir.

Semua teman-temannya sebenarnya mengkhawatirkan Ecan yang semakin hari semakin terlihat pucat. Pensil yang digenggamnya pun bergetar, namun segera Ecan menahan gemetarannya dengan tangan kirinya. Ia tidak mau yang lain lihat dirinya yang seperti itu, ia tidak mau orang-orang semakin mengkhatirkan dirinya.

Rey menatap Ecan di belakang sana. Nggak bohong kalau Rey sangat amat resah dengan kondisi Ecan.

Bel istirahat telah berbunyi. Satu ujian lagi, ya tinggal satu ujian lagi semua akan berakhir. Rey hanya berdoa semoga cepat segera selesai agar dirinya bisa segera mengantar Ecan ke rumah sakit.

Juna dan Jeno berlari ke kantin, membelikan air putih untuk Ecan. Sedangkan Rey dan Raka berada disamping Ecan saat ini. Ecan terlihat sangat pucat.

"Can..." cemas Rey"Gak apa-apa.." kata Ecan sambil tersenyum

"Can, lo ngerasa sakit apa gimana? Bilang sama gue. Jangan ditahan"

"Gak... gue gak ngerasa apa-apa kok"

"Please, Can. Saat ini bohong lo lagi gak diperlukan. Lo jangan so tegar. Lo kesakitan kan?"

Ecan hanya diam.

"Kita udahin aja. Lo harus ke rumah sakit sekarang"

Ecan masih terdiam. Terlihat tangannya terkepal kuat.

"Can, ayo. Biar gue anter lo ke rumah sakit sekarang. Lo jangan tahan-tahan lagi. Rey minta izin ke bu guru ya?"

Rey menatap dahulu Ecan, dan menganggukkan kepalanya dan berdiri dari kursinya, namun Ecan menahan tangannya Rey. Rey menoleh kaget ke Ecan begitupun Raka yang melihat Ecan aneh

"Kenapa Can?" kata Raka

Rey memalingkan wajahnya seakan ia tau, bahwa Ecan tidak akan mau kembali ke rumah sakit sebelum ia menyelesaikan Ujian Sekolahnya.

"Gue mau nyelesain dulu ujiannya"

"Lo nyadar gak sih, Can? Lo tuh lagi sakit!"

"Makanya, karena gue sadar gue sakit! Gue gak mau kehilangan kesempatan ini!"

Raka kaget karena Ecan berbicara dengan nada tinggi dan terkesan marah. Sudah lama, dirinya tidak melihat Ecan seperti ini. Rey hanya bisa diam.

"Lo gak tau apa-apa, Ka.... gue udah muak sama penyakit gue.." rintih Ecan

Raka kaget bukan main dengan apa yang Ecan ucapkan. Seakan hatinya sakit saat Ecan berbicara seperti itu. Ia merasa bersalah karena tidak bisa memahami diri Ecan yang selama ini gak ia tahui.

"Can..."

"Gue mau sendirian..."

Raka terdiam, ia benar-benar menyalahkan dirinya.

Akhirnya Raka kembali ke bangkunya dengan perasaan sedih dan bersalah.

Juna dan Jeno baru kembali dari kantin langsung menghampiri Ecan dan memberikan air. Namun, seakan mereka mengerti bahwa ada atmosfir aneh diantara Ecan, Rey dan Raka. Akhirnya Juna dan Jeno hanya diam. Jeno memilih langsung duduk di bangkunya dan Juna memberikan airnya ke Ecan.

Ecan hanya bilang'terimakasih' dengan eskpresi datar. Membuat Juna merasakan ada sesuatu yang nggak beres dengan sahabatnya itu.

Ujian terakhir pun dimulai.

Keringat di wajah Ecan samakin membanjiri seluruh wajahnya. Namun dirinya terus menyekanya dengan cepat dan tegang. Ia gak bisa menyerah ditengah jalan. Tujuannya hanya untuk bisa lulus bersama teman-temannya. Dan ia juga berpikir, bagaimana kalau ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bisa bersama teman-temannya?

Ia langsung menyadarkan dirinya, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan hal negatif seperti itu.

Setelah beberapa jam, Ecan berhasil menyelesaikan ujiannya. Namun badannya terasa lemas, ia merasa kepalanya berputar begitu cepat. 'ah, apa ini saatnya?' benaknya. Bayangannya kabur dan semua menjadi gelap.







Nadira berlari kencang di koridor rumah sakit, menuju kamar Ecan. Di luar sudah ada Juna, Raka, Jeno dan Nana. Ia tidak melihat ada sosok Rey.

Nadira pun menghampiri mereka semua dengan nafas yang masih terengah-engah.

"Gimana? Ecan gak kenapa-napa kan?"

Juna hanye memandang sedih, "Belum tau. Kita disuruh nunggu diluar"

Nadira menelan ludahnya kasar, rasanya tenggorokannya begitu kering mengingat dirumah ia baru saja mmebersihkan halaman rumahnya dan langsung pergi ke rumah sakit saat tau Ecan pingsan sehabis mengerjakan Ujian.

"Ecan pasti gak apa-apa, pasti gak apa-apa"

Juna menyentuh bahu Nadira, Nadira menoleh ke arah Juna. Juan terlihat sedih, Nadira menjadi bingung, ada apa dengan Juna? Tidak seperti biasanya dirinya seperti itu? Apa ada masalah diantara mereka?

"Gue cemasin Ecan, Nad"

"Hah?"

"Jun!" Raka langsung menyela Juna.

Juna menundukkan kepalanya frustasi. Nadira menoleh dengan ekspresi cemasnya ke Raka, "Ada apa, Ka?"

Raka memalingkan wajahnya, tidak sanggup menatap Nadira

"Jun... Ecan kenapa???"

"Gue rasa, Ecan beneran gak baik-baik aja.."

Raka memeras pelipisnya, terlihat frustasi. Begitupun Jeno, ia memilih menyenderkan badannya di tembok.

"Gue kira, Ecan bakal kuat laluin ini semua.
Ternyata gue salah selama ini... Ecan bener-bener gak baik-baik aja" Juna hampir menangis

"Gue ngerasa gagal jadi sahabat dia, Ka, Jen... gue harus gimana?"

Nadira menatap sedih Juna. Ternyata nggak Cuma dirinya saja yang merasa terpuruk. Semua, semua yang berada dikeliling Ecan merasakan hal yang sama  dengannya.

Hari kemarin, hari dimana mereka semua bisa merasakan kebahagiaan dengan canda tawa. Melewati hari dengan ringan karena bisa melaluinya bersama. Kini berubah menjadi hari yang begitu berat gelap. Seperti malam tanpa bintang dan bulan. Seperti malam tanpa matahari. Sumber cahaya mereka, telah redup.



Happy reading:)

Matahari dan Malam • Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang