16; pengakuan

829 169 40
                                    

Nadira melihat foto-foto dirinya bersama Ecan dan yang lainnya saat menghabiskan waktu bersama di Sekolah Alam.

Nadira terus menatap wajah Ecan yang hampir diseluruh fotonya ia nampak tersenyum bahagia. Senyumannya yang lepas, membuat Nadira tersadar, bahwa dulu ia sudah jatuh pada sosok Ecan.

Nadira menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Mulai menangisi semua kejadian yang sudah terjadi.

Sadar tidak sadar, suasana sekolah bagi Nadira menjadi redup. Mungkin matahari sedang tertutup oleh segerombolan awan. Ia menatap ke langit. Ah, benar. Hari ini mendung.

Ia berjalan kearah gerbang sekolah untuk bergegas pulang. Tak sengaja, ia berpapasan dengan Juna yang sedang mengeluarkan motor tengkoraknya.

Mereka saling menatap. Juna tersenyum tipis sebagai ucapan 'hai' ke Nadira, dan Nadira hanya mengangguk sebagai balasannya.

Juna dan Nadira memilih duduk di depan pos satpam sekolah. Juna memberikan minuman softdrink ke Nadira.

Juna duduk disamping Nadira dengan helaan napasnya yang berat.

"Sekolah jadi gak seru ya" ucap Juna

Nadira menoleh ke Juna, "Gue kira, gue doang yang ngerasa kayak gitu"

"Gak mungkin lo doang, Nad..."

"Iya ya.." Nadira mengeratkan genggamannya di kaleng minumannya

"Dia tuh kek matahari gak si"

Nadira menoleh bingung ke Juna.

"Ecan"

Nadira masih terdiam.

"Gak ada dia, serasa kehidupan kita jadi kayak tanpa matahari..gelap" Juna menutup kedua matanya dengan lengannya.

Nadira sedikit kaget, namun ia tau. Saat ini, nggak cuma dirinya saja yang merasa terpukul dengan ini semua. Apalagi, dirinya hanyalah sosok baru dalam kehidupan Ecan. Juna sudah bersahabatan dengan Ecan lama sebelum dirinya kenal Ecan dan Juna.

Nadira menahan tangisnya. Ia berpikir, ia nggak boleh egois.

"Jun.."

Juna membuka matanya dan menatap Nadira yang kini sudah berdiri

"Saatnya kita bantu matahari buat bersinar kembali"

"Gue juga ikut"

Juna dan Nadira menoleh bebarengan ke arah kanan. Rupanya Raka dan Nana. Juna mengusap air matanya dan tersenyum lebar.

Nadira pun tersenyum saat semuanya hadir untuk menjenguk Ecan.

Raka menghampiri Nadira.

"Nad... mungkin belum telat bagi lo buat kasih tau dia"

Nadira kaget, "Maksudnya?"

Raka tersenyum dan mengusap pelan puncak kepala Nadira. "Lo juga paham maksud gue."

Nadira ternganga seketika dan langsung tersadar lalu menoleh ke arah Raka yang sedang mengobrol dengan Nana dan Juna.

Ah, benar juga perkataan Raka barusan. Apakah ini waktu yang tepat?

Setibanya di Rumah Sakit, Ecan terlihat jauh lebih baik dari kemarin. Ia terlihat ceria dan tersenyum saat teman-temannya datang menjenguknya.

"Duh euy, aing kangen gehu bi elin" kata Ecan sambil memakan apel dari Raka

"Jangan makan yang macem-macem heula atuh sia!" Omel Juna

"Cerewet pisan atuh sia teh!" Kata Ecan

"Harrrrrr, sia kan lagi geuring!"

"Geus heup heup, bisa-bisa aing yang sakit mun dengerin lo pada berantem" ucap Nana merelai

Sedangkan Raka hanya tertawa sambil memotong buah apelnya.

Juna menyenggol sikut Nana memberikan kode sesuatu. Sedangkan Raka sudah paham maksudnya tanpa di senggol.

"Aahhh ngudud heula" kata Nana sambil keluar

"Ikut" kata Juna

"Gue ke wc dulu deh"

Sedangkan Ecan hanya diam terlihat sedikit kesal sambil masih memakan apel.

"Hayang gehu hayang gehu" gerutunya

Nadira menundukkan kepalanya. Ia harus berani bilang hari ini! Harus!

"Can?"

"Hm? Kenapa?"

"Eh!!! Nggak, ng, anu lo mau banget gehu yah?"

"IYA ANJIR GUE MAU BANGET NAAADDD"

"Ah, gitu"

"KOK CUMA BILANG AH GITU!!! ckkk dikira bakal beliin" kata Ecan sambil manyun

"Can.."

"Hmm"

"Gue suka sama lo."

Seketika, angin dari luar jendela yang terbuka menghempaskan rambut kedua orang tersebut. Senja sore itu terlihat terang dari pantulan jendela

Ecan masih diam terkaget dengan apa yang diucapkan Nadira. Sedangkan Nadira masih bergelut dengan dirinya

"Gue gak butuh j-jawaba lo kok!! L-lo gak harus ngejawab itu kok!! Gak harus! Gue cuma, cuma mau ngungkapin perasaan gue doang Can"

Ecan masih terdiam

Nadira menundukkan kepalanya, "Can, gue suka sama lo. Lo bagaikan matahari bagi gue. Kehidupan gue tadinya gelap, setelah gue ketemu lo seakan lo memberi cahaya bagi kehidupan gue.."

"Lo gak harus jawab. Gue gak minta lo buat nerima perasaan gue." Kata Nadira sambil memejamkan matanya

"Gue cuma mau, lo bertahan" Nadira mulai menjatuhkan air matanya.

"Gue mau lo bertahan karena, gue gak bisa bertahan kalo sumber cahaya kehidupan gue ada di lo"

Tanpa sadar, Ecan menjatuhkan air matanya. Nadira kaget akan hal itu.

"Eh? Kok gue nangis?" Kata Ecan

Nadira masih kaget.

Ecan tersenyum dan mengelus puncak kepala Nadira halus.

"Makasih..."

"Makasih udah berjuang, Nad"

"Lo orang hebat yang pernah gue temui. Gue selalu bertanya, kok bisa ada orang sekuat lo di dunia ini? Selama ini gue selalu merhatiin lo, dan gue tau, lo adalah orang paling kuat dan hebat."

"Lo bisa melangkah sendiri, lo gak mau ngerepotin banyak orang walaupun orang-orang nanggepin lain dari apa yang lo maksud."

"Tapi, lo adalah orang hebat Nad"

Nadira menangis

"Nad?"

Nadira mengangkat kepalanya dan menatap Ecan.

"Makasih udah mau jujur soal perasaan lo ke gue..." senyum Ecan

"Boleh gue bales sekarang?"

"Eh?"

"Maafin gue ya Nad..."





"Gue sayang lo sebagai sahabat.."

Matahari dan Malam • Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang