3. Mas Faras dan Mbak Mita

16.6K 1.8K 112
                                    

Aku bergegas memasuki kamar. Menghela nafas dan mengucap istigfar beberapa kali. Niatku sudah bulat untuk mundur dari pernikahan yang sudah tak sehat ini. Untuk apa mempertahankan sesuatu yang lebih banyak keburukan daripada kebaikan di dalamnya.

Air mataku mengalir tanpa bisa kucegah. Teringat dulu Ibu yang mati-matian melarangku untuk menikah dengan Mas Faris. Kata Ibu keluarganya bukan keluarga yang baik. Namun aku abai. Cinta yang menggebu membuat telingaku seakan tuli. Bahkan aku begitu tega menentang Ibuku sendiri. Maafkan aku Ibu. Mengingat itu membuatku ingin mencium kaki Ibu. Betapa berdosanya aku pada Ibu.

Aku menghapus airmataku bukan menangisi laki-laki bodoh yang sedang bermesraan dengan adik angkatnya itu. Aku menangisi kebodohanku. Semudah itukah aku dipermainkan.

Sebenarnya aku bukanlah perempuan yang suka berpaku tangan. Dulu aku bekerja sebagai sekertaris disebuah perusahaan swasta. Setelah aku menikah dengan Mas Faris. Aku diminta untuk berhenti. Dan demi baktiku padanya aku menurut. Aku hanya ingin menjadi apa yang diinginkannya. Namun aku tidak menyangka jika pada akhirnya dia berbuat curang padaku. Mungkin jika aku masih bekerja. Pasti aku karirku sudah cemerlang.

Selama ini keuangan Mas Faris aku yang mengelola. Gaji Mas Faris tiga puluh juta. Sepuluh juta juta habis untuk membayar cicilan rumah dan mobil. Kebutuhan listrik, wifi, air, asuransi dan kebutuhan lain yang mencampai dua juta kadang lebih. Limajuta untuk pegangan Mas Faris sisanya kupegang untuk belanja dapur dan memenuhi gaya hidup mewah Mas Faris. Bahkan seringkali kurang dan harus aku yang menutup kekurangannya.

Tanpa sepengetahuan Mas Faris. Selama ini aku mengelola kontrakan dan kos-kosan milik Ibu. Uangnya kusembunyikan dalam rekeningku yang kubuat jaman masih gadis dulu. Memang awalnya aku menolak mengelola tapi Ibu memaksaku. Ibu juga menyuruhku merahasiakan ini dari Mas Faris.

Sekarang aku mengerti kenapa Ibu memberiku amanah itu. Bahkan dulu Ibu juga yang menentang keputusanku untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Hingga memaksaku menerima modal darinya untuk memulai usaha namun aku menolak. Bersikeras untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Betapa banyak dosaku pada Ibu.

Tok
Tok
Tok

"Ra. Mas masuk ya."

"Iya Mas." Kemudian pintu dibuka muncul Mas Faris setelahnya.

"Kamu marah Ra?" Tanyanya membuatku tersenyum kecil. Haruskah dia bertanya setelah apa yang dia lakukan padaku tadi?

"Mas minta maaf. Kamu gak biasanya gini. Kamu PMS ya. Makanya marah-marah. Maafin Mas ya?" Jika dulu aku selalu luluh dengan wajahnya yang menyendu sekarang tidak. Aku rasa hatiku sudah mati untuk Mas Faris. Laki-laki bermuka dua.

"Iya Mas."

"Ra. Mas mau kerumah Mama dulu sama Nala ya."

"Ya udah aku ganti baju dulu Mas." Perkataanku membuat Mas Faris menggeleng. Lalu menggaruk belakang telinganya.

"Kamu dirumah aja. Mas sama Nala aja ya." Mataku memicing menatapnya curiga. Mereka mau pergi ke rumah Mama berdua. Sepertinya ada yang tidak beres.

"Lohkan biasanya aku ikut Mas. Kenapa sekarang gak boleh?" Protesku membuat wajahnya pucat.

"Mas takut kamu capek Ra. Udah dirumah aja." Tanpa menunggu jawabanku Mas Faris langsung beranjak.

Untuk apa mereka datang kerumah mertuaku itu? Jika memang tidak terjadi apapun. Kenapa mereka seakan tidak mau kalau aku ikut? Aku merasakan ini terlalu janggal. Aku mengusap pelan perutku. Yang kuat sayang demi Bundamu ini.

☘️☘️☘️☘️

Saat ini aku berada dalam taxi online. Aku akan pergi ke rumah Mbak Mita dan Mas Faras. Lebih baik aku berbagi cerita kepada mereka. Bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan Mas Faris. Hanya saja aku sudah lelah menyimpan semuanya sendiri. Apalagi sekarang aku tidak boleh terlalu stres mengingat ada yang bersemayam dalam rahimku. Biar saja kuadukan semua perbuatannya pada Mas Faras.

Mobil yang kutumpangi berhenti di rumah berlantai dua bercat merah. Aku segera membuka pagar dan masuk kedalam. Lalu memencet bel. Tak lama kemudian pintu terbuka menampilkan seorang wanita berjilbab hitam yang sepertinya kaget melihat kehadiranku.

"Mbak." Aku langsung berhambur dalam pelukan Mbak Mita. Lalu memuntahkan air mataku yang tak terbendung.

"Ya Allah Ra. Kenapa Sayang." Mbak Mita mengguncang tubuhku tapi lidahku kelu. Malah aku semakin menangis sesegukan. Hingga akhirnya mataku semakin berat dan semua menjadi gelap.

☘️☘️☘️☘️

Aku mengerjabkan kedua mataku saat mencium bau minyak kayu putih yang begitu menyengat. Hingga philtrumku terasa panas.

"Ya Allah Maura. Kenapa Sayang kenapa." Mbak Mita memeluk tubuhku.

Akhirnya aku menceritakan semua pada Mbak Mita semua rencana dari dua orang licik itu. Mbak Mita terlihat begitu gegergetan. Bahkan bantal yang sedari dipegangnya dipakai untuk melampiaskan emosinya.

"Kamu pake jilbab dulu. Mbak panggilin Mas Faras dulu. Kamu jangan banyak pikiran. Biar mbak sama Mas Faras yang urus semuanya."

Sebelum keluar Mbak Mita lebih dahulu membantuku memakai jilbab lalu keluar dari kamar. Hingga beberapa saat kemudian mbak Mita masuk diikuti mas Faras.

"Jangan banyak pikiran Ra. Inget kandunganmu." Ucap Mas Faras sembari menepuk puncuk kepalaku.

"Maura capek Mas. Pengen ini cepet berakhir. Maura mau pisah." Mbak Mita mendekat mengelus punggung tanganku.

"Jangan gegabah Ra. Jangan ambil keputusan saat kamu lagi emosi." Aku menggeleng.

"Aku udah mikirin matang-matang Mbak. Aku mau mundur. Hubungan kita udah gak sehat."

"Seluruh keputusan ada di kamu Ra. Mas sama Mbak cuma bisa berdoa yang terbaik buat kamu."

"Makasih Mbak, Mas." Kataku tulus membuat mereka mengangguk.

"Saudara Mbak ada yang jadi pengacara. Nanti biar dia yang ngurus perceraianmu. Mbak juga gak rela kamu diginiin. Mbak tu udah gak suka sama perempuan suka cari muka satu itu. Bahkan dia juga yang ngehasut Mas Faras buat diusir gara-gara gak mau nerusin bisnis keluarga."

"Masa sih mbak ?"

"Iya, Bapak mertuamu itu nurut banget sama si Nalampir itu. Sampe mbak curiga kalau sebenernya mereka ada hubungan."

"Dih mbak jangan aneh-aneh."

"Tapi sukur mereka udah kena karma. Perusahaan udah ganti kepemilikan. Saham mertuamu sekarang gak sampek 20%."

"Heh udah malah gibah. Dek ayo ke kamar. Ra mas sama Mbak pamit dulu." Mbak Mita merengut karena diseret oleh mas Faras keluar dari kamar.

Aku menghela nafas panjang. Aku sudah memikirkan segala kosenkuensi yang akan terjadi. Lebih baik aku menjanda. Aku akan hidup berdua dengan anakku. Untuk apa hidup bersuami tapi serasa janda? Bagimana jika dia juga melakukan hal yang sama pada anakku nanti.

Aku merasakan gawaiku bergetar. Panggilan dari Mas Faris. Hanya kuacuhkan. Bukannya di sana ada calon istrinya? Untuk apa lagi menghubungiku. Ingin rasanya mempercepat perpisahan kami. Agar aku bisa terbebas.

Mengingat kata-kata Mbak Mita. Terjawab sudah rasa penasaranku kenapa Mas Faris hanya digaji sebanyak 30juta. Jadi semuanya karena perusahaan sudah di akusisi orang lain.

Aku bergegas ke kamar mandi. Mengambil air wudhu. Aku akan mengadukannya pada Sang Pemilik hidup. Cukup kubalas penghianatamu dengan sujud panjangku. Kuhapus luka yang kau beri dengan ketenangan yang ditawarkan oleh Tuhanku. Bismillah ada Tuhan bersamaku.

Aku merasakan gawaiku bergetar. Pesan masuk dari Ibu mertuaku yang menyuruhku untuk datang kerumahnya besok. Ah tak sabar rasanya menanti kejutan apa yang mereka siapkan untukku besok.



Author masih agak puyeng jadi yang ringan-ringan dulu kali ya.

Yuk vote genap 40 vote dan banyak komenan kalian aku up part selanjutnya yang sedikit menguras esmosi. (CATATAN : SEDIKIT MENGURAS EMOSI).

Salam sayang,
Dari author

Gadis Lumpuh Perebut SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang