Aku meremas ujung bajuku pelan. Berusaha untuk tidak terlihat gugup. Walaupun jantungku hampir saja terlepas rasanya, melihat kehadiran lelaki paruh baya yang berdiri dihadapanku itu. Untung saja Dino dengan sigap mengumpulkan belanjaan. Semoga saja pemilik tatapan mata tajam bak elang yang mengincar mangsa dihadapanku ini tidak menyadari isi dari belanjaan berhamburan tadi.
"Mencoba kabur Maura." aku hanya menampilkan senyum bodoh dan menggeleng.
"Mau sampai kapan?" tanya laki-laki paruh baya di hadapanku membuatku mengerutkan alis. Jujur aku tak mengerti arah pembicaraan ayah mertuaku itu.
"Maksudnya?"
"Sampai kapan terus berlari membawa rahasiamu itu." katanya dengan tatapan penuh selidik kearahku.
"Rahasia?" beoku pelan. Membuatnya mendengus.
"Jangan kira bisa membodohi saya Maura." Setelah mengatakan itu ayah kandung mas Faris dan mas Faras itu berlalu meninggalkanku yang membeku.
Sepanjang pernikahanku dengan mas Faris jarang sekali aku mengobrol dengan ayah mertuaku itu. Selain karena dia yang begitu pendiam dan misterius bahkan terkesan tidak peduli pada sekitar. Aku juga tidak nyaman karena pandangan matanya yang tajam itu.
Bayangkan saja selama lima tahun aku menjadi menantunya. Aku tidak pernah melihatnya tertawa lepas, tersenyum saja sangat jarang dilakukan. Bahkan Mas Faras yang notabennya anaknya saja dibiarkan saja pergi dari rumah hanya karena tak mengikuti kemauannya.
"Bunda hei Bun yuk duduk. Kakek udah pergi." aku mengangguk mengikuti Dino yang mendudukan diri di kursi berbentuk mobil itu.
Aku tidak begitu fokus. Pikiranku terus saja menerawang. Sebenarnya apa yang dimaksud oleh ayah mertuaku itu. Rahasia? Tapi rahasia apa yang dimaksudkan? Mungkinkah dia tahu tentang kehamilanku. Aku menggeleng. Tidak mungkinkan? Bukankah dia tidak pernah peduli dengan oranglain. Bahkan Dino yang menyandang predikat sebagai cucu satu-satunya saja diacuhkannya.
~Gadis Lumpuh Perebut Suamiku~
Brakkk"Kurang ajar."
Aku meringis menatap tak enak pada sekitar. Gebrakan meja dan suara dari Dina yang begitu keras membuat kami menjadi pusat perhatian. Memalukan memang.
Sepulang dari cafe dengan Dino tadi aku langsung pergi menuju kedai es krim tempat janjianku dengan Dina. Sahabatku yang baru pulang dari Surabaya. Kami jarang bertemu karena dulu mas Faris begitu profectif melarangku pergi keluar rumah jika tanpa tujuan yang jelas atau tanpa dirinya.
"Din." perringatku membuat Dina memamerkan deretan giginya.
"Sorry Ra. Abis nya aku emosi. Biasanya nyari madu yang sempurna lah ini kok malah nyari yang lumpuh alasan kasihan klise banget. Kalau alasan kasihan trus semua orang yang punya kekurangan fisik mau dinikahi satu-satu gitu." ucap Dina menggebu sedangkan aku hanya menghendikan bahu acuh.
"Eh jadi mereka udah nikah?" aku mengangguk. Membuat Dina membulatkan matanya.
"Trus perasaanmu gimana?"
"Ya gak gimana-gimana." jawabku cuek. Rasaku rasanya sudah mati setelah terungkapnya kecurangan yang dilakukan Mas Faris.
Tidak ada gunanya melabuhkan harapan pada hati yang telah bercabang. Karena dia yang menduakan tak pantas dipertahankan.
"Ini suami kamu loh Ra. Suami sah agama dan negara. Nikah lagi kok kamu cuek gitu." Dina mentapku dengan pandangan heran. Sedangkan aku memutar bola malas.
"Lah mesti gimana. Mau buat slametan?" Dina menggeleng hingga kamudian di bertepuk tangan dan tersenyum riang membuatku curiga. Kadang sahabatku ini memang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Lumpuh Perebut Suamiku
Narrativa generaleDia menjadikan kekurangan dalam dirinya untuk menarik simpati bersikap seolah dia yang paling merana nyatanya dia begitu tega menawarkan diri sebagai yang kedua Rank #1 Flashback 29 agustus 2021