Pov Faris
Aku memasuki ruangan dengan mengangkat dagu, lalu menampilkan senyum paling menawan yang kupunya. Berharap mereka tak terfokus pada kakiku yang gemetaran. Aku mendudukan diri di sofa yang bersebrangan dengan mereka. Mencoba bersikap biasa saja walau jantungku rasanya sudah ingin bermigrasi dari tempatnya.
Aku hanya mengenal Pak Andis, seorang developer perumahan yang kutinggali sekarang. Sedangkan kedua laki-laki di sebelahnya aku tak mengenal ,tapi dari penampilannya yang seperti preman bisa aku tebak kalau mereka adalah kacung-kacung Pak Andis, tukang eksekusi lebih tepatnya. Dan hal ini menambah ketakutan dalam diriku. Tidak mungkin mereka datang cuma-cuma pasti ini ada sangkut pautnya dengan tunggakan cicilan rumah yang belum terbayar hingga sekarang.
"Santai saja Pak Faris. Jangan tegang begitu." gurau Pak andis semakin membuatku nyaliku semakin menciut.
"Saya cuma kaget aja Pak, kok tiba-tiba malah kedatangan Pak Andis kesini." allibiku tentu saja, tidak mungkin aku jujur jika sedang ketakutan bukan?
"Saya sengaja dateng ke sini soalnya sungkan kalau harus datang kerumahnya Pak Faris. Disanakan ada ibunya njenengan. Jadi saya mutusin buat langsung kesini saja. Apa kehadiran saya mengganggu pekerjaan njenengan Pak?" aku hanya menggelengkan kepala sembari memamerkan deretan gigiku, kalau mengangguk sama dengan menantang maut.
"Enggak Pak santai aja. Mau lama juga tidak apa-apa kebetulan pekerjaan saya lagi banyak kosongnya minggu ini." candaku malah membuat Pak Andis merubah mimik wajahnya yang tadinya ceria menjadi sendu.
Bahkan dia melirik kearah kedua anak buahnya kesamping lalu dibalas dengan gelengan kepala oleh kedua manusia berpakaian hitam itu. Mereka sebenarnya kenapa?
"Saya salut sama Pak Faris."
"Salut?" tanyaku dengan dahi mengkerut, aku merasa sepertinya ada yang tidak beres di sini.
"Saya udah denger semuanya dari Mbak Maura Pak. Saya turut prihatin. Makanya sebagai tetangga saya langsung memproses semuanya secara cepat." Maura? Apa yang dikatakan Maura hingga membuat orang sibuk mau repot-repot datang kesini?
"Hah? Emang istri saya ngomong apa Pak?" tanyaku penasaran.
"Pak Faris maaf sebelumnya tapi njenengan sedang dalam keadaan finansial yang sedang krisiskan? Tanggungan njenengan yang sekarang semakin bertambah. Kebutuhan rumah, istri, Ibu ditambah dengan membiayai adik njenengan yang sakit. Bahkan kemarin rumah Pak Faris mati lampu karena tokennya habis. Jadi hal itu juga yang jadi pertimbangan saya untuk tidak menagih tunggakan pembayaran yang Pak Faris lakukan. Istilahnya saya memberi kompensasi kusus gitu untuk Pak Faris." ocehnya panjang lebar malah membingungkanku.
"Maaf Pak langsung pada intinya saja jangan muter-muter." ucapku membuatnya menampilkan deretan giginya.
"Oke oke kita langsung bahas ke intinya saja ya Pak. Saya sebagai pihak depeloper sekaligus penanggung jawab Perumahan Griya Asri mengabari kalau pengajuan yang Pak Faris minta sudah kami acc."
"Acc? Pengajuan? Maksudnya gimana Pak?"
"Pengajuan untuk over kredit rumah yang kemarin diajaukan sudah kami approve. Bahkan kami udah menemukan calon pembelinya Pak. Tinggal Bapak ajukan tanggal saja kita melakukan pertemuan nejengan dan calon pembeli di depan notaris."
"Gak bisa Pak. Saya gak pernah merasa melakukan over kredit." jawabku tegas.
"Saya punya salinan data-datanya juga kertas persetujuan dari Pak Faris. Jangan macam-macam ya Pak. Sampean mau mempermainkan saya." tuduh Pak Andis membuatku menggeleng.
"Saya gak pernah merasa tanda tangan persetujuan apapun. Saya gak mau over kredit Pak."
"Ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Lumpuh Perebut Suamiku
Fiction généraleDia menjadikan kekurangan dalam dirinya untuk menarik simpati bersikap seolah dia yang paling merana nyatanya dia begitu tega menawarkan diri sebagai yang kedua Rank #1 Flashback 29 agustus 2021