"Jadi beneran kamu enggak tahu aku siapa?" tanya Dhayu. Nada menggelengkan kepala tanpa rasa berdosa.
"Huft, sudah kuduga," dengkus Bayu sesudahnya.
"Memang kamu seterkenal siapa? BTS? Atta Halilintar? Or Rizky Billar? Sampai-sampai kamu sesedih itu karena aku enggak kenal kamu?" ucap Nada enteng.
"Ya, minimal kamu ingat sedikitlah ... tapi rupanya tidak. Sayang sekali ...."
Bus oranye jurusan Sukarame tiba, sehingga Nada pun tak mendengar kalimat terakhir yang Dhayu ucapkan. Nada bergegas bangkit dari duduknya menunggu bus berhenti. Ia selalu kesulitan saat naik ke bus. Terkadang harus mencincing sedikit roknya agar lebih leluasa naik.
Kekhawatiran Nada dapat diatasi. Ia bisa naik bus tanpa harus jatuh seperti yang pernah terjadi. Untungnya saat itu bus segera berhenti saat kondektur bus berteriak memberi peringatan kepada sopir. Kalau tidak, Nada mungkin saja sudah terlindas ban bus saat itu.
Itulah yang membuat Eras dan Neta begitu khawatir. Namun, Nada selalu menolak tawaran papanya untuk mengantar-jemputnya. Nada hanya tak ingin merepotkan papanya yang sibuk. Ia pun menenangkan mamanya dengan beralasan banyak teman yang pulang menggunakan bus yang sama.
Beberapa bangku penumpang hampir semua sudah terisi. Tersisa dua bangku kosong di bagian belakang. Namun sayangnya, belum sampai Nada duduk, bus sudah berjalan sehingga membuat tubuh Nada jatuh ke belakang. Untungnya, ada tangan yang menopang sehingga tak membuatnya mendaratkan tubuhnya ke lantai bus.
"Terima ka- ...."
"Iya, sama-sama." Sebuah senyum semringah dengan barisan giginya yang rapi sedang nyengir memandang wajah yang terlihat kaget.
"Ka-kamu?" tanya Nada. Tanpa sadar, ia masih bersandar di tubuh Dhayu.
"Ssst, kita lebih baik duduk dulu, ya. Badan - kamu - berat - juga - rupanya," ucap Dhayu sambil menahan tubuh Nada.
Nada seketika tersadar dan mencoba bangkit dengan tangan sambil menggenggam kursi penumpang. Buru-buru ia mengambil bangku yang masih kosong di dekat selasar tanpa memedulikan Dhayu yang masih berdiri.
"Nada, bisa geser?"
Nada pun akhirnya terpaksa harus menggeser tubuhnya. Sebenarnya ia malas duduk bersebelahan dengan pria yang sudah seringkali membuatnya kesal ini. Namun, daripada dilihat banyak penumpang lain, ia terpaksa pindah posisi duduk di sebelahnya.
Kali ini, Nada tidak ingin terlibat pembicaraan dengan pria di sampingnya. Ia buang pandangannya keluar jendela. Matahari masih sangat terik. Ia periksa jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Belum lagi suara perut yang keroncongan semakin membuat cuaca panas ini semakin terasa.
"Kamu pasti capek banget, ya?" tanya Dhayu memulai pembicaraan.
"Pastilah. Capek hati, capek badan ...."
"Sama perut lapar?" lanjut Dhayu sambil memandang ke arah Nada. Nada masih memilih membuang pandangannya keluar jendela.
"Semua gara-gara kamu! Andai kamu enggak datang terlambat dan enggak membuat aku emosi, hari ini enggak bakal sia-sia!"
"Aku 'kan sudah minta maaf. Jangan dibahas lagi, please...." ucap Dhayu memelas. Nada tidak menanggapi kata-katanya.
"Memang kalian berdua tadi ke mana? Pacaran dulu?!"
"Hmm, aku merasa sedang menghadapi pacar yang cemburu," ucap Dhayu tersenyum tengil lalu pandangannya beralih ke depan.
"GR amat!" seru Nada dengan bibir mengerucut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADA
Teen FictionNada merupakan seorang gadis tumbuh dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun, sebuah berita mencengangkan harus ia terima terkait asal usul kehidupannya. Nada mulai terombang-ambing dengan jati dirinya. Ia mulai pelan-pelan menguak kehidup...