Bab 2

48 16 22
                                    

Nada menyibukkan dirinya dengan mendengarkan musik. Ini satu-satunya cara untuk melupakan sejenak permasalahn yang baru dialaminya. Neta sangat paham dengan kebiasaan putrinya. Banyak hal yang harus Nada lakukan demi mengontrol perasaan yang berkecamuk tiga hari terakhir ini.

Nada keluar kamar dengan rambut agak berantakan. Ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan. Baginya, saat ini adalah momen ketika ia harus menerima kondisi dirinya. Ada rasa kikuk setelah Neta dan Eras mengungkapkan kebenaran itu. Neta dan Eras pun paham untuk memberikannya waktu sejenak, membiarkan Nada mengkondisikan hati dan perasaannya.

"Selamat pagi, Sayang," sapa Neta.

Dengan senyum yang agak dipaksakan, Nada menghampiri mamanya. Ia mengambil kursi di samping mamanya dan duduk.

"Yuk, sarapan," ajak Neta.

Setelah pembicaraan tentang pengakuan Neta dan Eras, belum ada lagi pembicaraan selanjutnya. Neta pun tak tahu betul bagaimana perasaan Nada sesungguhnya. Maka, ia pun minta bantuan Sisil untuk menjaga Nada kalau-kalau ia merasa down

"Besok Minggu kita berkunjung ke rumah Eyang, ya, Sayang. Sudah dua minggu kita belum jenguk Eyang. Semalam Eyang telepon. Kangen sama kamu," jelas Neta memecah sunyi di antara mereka. 

"Iya, Ma. Nada juga kangen sama Eyang." Walaupun sebenarnya Nada malas bertemu dengan Tante Lusi, adik ipar mamanya. "Jangan lama-lama tapi, Ma. Nada besok ada janji dengan teman."

"Sisil?" tanya Neta disambut anggukan Nada.

Nada sengaja menghindari Tante Lusi. Awal mengenal Tante Lusi, Tante Lusi sangat baik dan perhatian dengannya. Bahkan, saat masih berpacaran dengan Oom Alden, Tante Lusi banyak membelikannya mainan dan baju-baju cantik. Namun, Nada berkesimpulan bahwa awal ketidaksukaannya pada Nada dikarenakan Tante Lusi akhirnya tahu bahawa Nada bukanlah anak kandung dari pasangan Neta dan Eras.

"Pantas saja. Aku sudah mbathin awalnya, Jeng. Kok, anak ini beda sama mama-papanya. Jeng Mirna bisa lihat, 'kan? Dari fisik saja sudah kelihatan beda. Mas Eras yang ganteng dan Mbak Neta yang cantik, pasti punya anak yang cantik dan ganteng juga seperti mereka. Tapi ini, Si Nada, kok, jauh berbeda," ucap Tante Lusi yang didengarnya sedang mengobrol dengan Tante Mirna di toilet restoran.

Seketika, kebahagiaan yang harusnya Nada rasakan di hari ulang tahunnya yang ke empat belas seketika menjadi hambar. Setelah pulang dari restoran untuk merayakan ulang tahunnya, Nada menangis seorang diri di dalam kamar. Ia mulai bertanya-tanya perihal dirinya. Benarkah yang disampaikan Tante Lusi dan Tante Mirna? Namun, saat itu belum waktu yang tepat. Nada masih percaya bahwa ia adalah putri kesayangan Eras dan Neta.

Sikap Tante Lusi mulai cuek dan tidak peduli padanya. Ia lebih memperhatikan sepupu-sepupu Nada yang lain. Nada sudah merasakan bahwa ia diperlakukan berbeda sejak Tante Lusi tahu Nada hanya anak adopsi. Namun, ia akan berubah manis jika ada Neta dan Eras di situ. 

Nada masih diam. Ia masih menyimpan kegundahannya dan begitu percaya akan kasih sayang Eras dan Neta kepadanya. Hingga hari demi hari, pertanyaan demi pertanyaan tentang siapa dirinya mulai bermunculan. Terakhir, ia beranikan diri bertanya pada Neta. Neta kemudian menyampaikan pada Eras. Lalu, tiga hari yang lalu, sebuah pernyataan yang ia takutkan keluar dari mulut kedua orang tuanya, akhirnya tersampaikan juga.

"Sudah tiga hari Eyang sendirian," ucap Neta.

"Lho, Tante Lusi dan Oom Alden?" 

"Tante Lusi dan Oom Alden sedang di Jakarta. Mereka sedang periksa untuk rencana bayi tabung." 

Nada mengangguk paham. Selama ini, Oom Alden dan Tante Lusi tinggal bersama Eyang. Oom Alden, adik bungsu Neta, diminta Eyang untuk menemaninya. Apalagi rumah sebesar itu hanya ditinggali sendiri. Pasti akan merasa kesepian.

SERENADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang