Bab 14

19 6 5
                                    

Nada sengaja pulang terlambat. Ia beralasan setiap kali Sisil mengajaknya pulang bersama. Hal itu dilakukannya karena pesan Sean untuk ingin bertemu dengannya. Sean bilang, agar terasa pacarannya. Tidak melulu pandang-pandangan dari jauh atau melempar senyum setiap kali bertemu.

Siang itu, beberapa anak masih tampak di sekolah. Nada sengaja menunggu di depan kelas. Pertemuannya dengan Sean tidak akan mengandung curiga. Latar belakang mereka sebagai siswa pintar dan berprestasi, pasti mengundang pikir siswa lain kalau mereka sedang mengerjakan suatu project. Ditambah sosok Nada dan Sean yang selalu tampak tidak terjadi apa-apa dan menjaga jarak.

Sesekali Nada menengok ke arah pintu kelas Sean. Sosok yang ditunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Nada mengambil ponselnya dari dalam tas. Bersamaan dengan pesan dari Sean yang muncul di notifikasi.

[Nada, maaf. Aku enggak bisa ketemuan. Aku harus pulang duluan.]

Sejenak, Nada mendengkus kecewa. Ia harus kembali menahan rindunya. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju lobby saat seseorang menyentuh bahunya pelan.

"Kok, ngelamun aja, Neng?"

"Eh, kok, belum pulang?" tanya Nada melihat Dhayu yang sudah cengar-cengir menyejajari Nada berjalan.

"Kok, tumben, kamu juga belum pulang?"

Nada tersenyum tanpa menjawab. Ia masih melangkah tanpa menghiraukan Dhayu di sampingnya.

"Hmm, makan bakso, yuk! Aku yang traktir," usul Dhayu.

Nada mengangguk. Ia membayangkan makan bakso yang pedas pasti bisa mengurangi hatinya yang gundah karena rindu.

"Sally mana?" Nada menoleh ke arah Dhayu.

"Dia tadi buru-buru pulang karena malam ini ada acara di rumahnya."

"Oh." Satu ucapan singkat sedangkan pikiran Nada kembali ke Sean. "Enggak apa-apa kan kalau aku pergi sama kamu?"

"Hey, Nona! Mana ada orang yang berani melarang aku mau pergi sama siapa, apalagi sama kamu? Sally juga sudah tahu bagaimana cerita tentang kita."

"Ih, kalimat terakhir kamu. Seolah-olah ada cerita indah antara kita." Nada tertawa sambil menutup mulutnya.

"Cerita persahabatan kita itu adalah cerita yang indah, Nada."

Nada langsung menoleh dan melihat ekspresi Dhayu tampak serius. Ia tak main-main mengartikan cerita persahabatan masa kecil mereka. Sampai kini pun, Dhayu selalu berusaha untuk menjadi sosok sahabat yang Nada butuhkan walaupun ada batasan yang membuatnya tidak boleh masuk terlalu jauh.

Nada menunggu di gerbang sekolah saat Dhayu mengambil motor besarnya di parkiran. Saat menoleh, Dhayu tampak gagah dengan motornya. Paduan ketampanan dan tunggangan yang keren membuat siapa saja berdecak kagum.

Nada mengambil posisi duduk menyamping. Itu posisi yang tak mudah karena pasti tubuhnya akan melorot ke depan. Mau tak mau, Nada harus memeluk tubuh Dhayu dari belakang untuk menjaganya agar tidak jatuh.

Ada getaran entah yang terus saja bergelayut di hati Nada. Ditambah saat Dhayu menggenggam tangannya, seolah memintanya untuk mengeratkan pelukannya.

"Pegangan yang kenceng!" pinta Dhayu sambil menoleh ke arah Nada.

Jika dulu, Nada bebas melakukan apa saja tanpa memikirkan apapun. Nada bebas bermain dengan Dhayu tanpa berpikir nanti Dhayu akan bagaimana. Namun, saat ini, ada halal yang harus dijaga tetapi ketika dilanggar, akan menimbulkan perasaan berbeda yang Nada sendiri tidak paham apa.

"Sally enggak marah kan kalau kamu bonceng aku?" Pertanyaan itu meluncur disusul suara desahan dari mulut Dhayu.

"Bisa enggak, sih, kamu enggak melulu sebut nama Sally?"

SERENADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang