"Kamu, kok, kelihatan kuyu banget? Semalam enggak tidur?" tanya Sisil saat melihat Nada baru saja datang.
Nada melepas tas punggung berbahan rajut, lalu dikaitkannya di sandaran kursi. Ia menatap Sisil dengan malas. Pandangannya beralih pada Bayu yang melambaikan tangan ke arahnya. Ia memberi isyarat kalau permasalahannya dengan Sisil belum selesai. Tampak dari ekspresinya, Bayu meminta bantuan.
"Kamu masih dieman sama Bayu?" tanya Nada tanpa menjawab pertanyaan Sisil barusan. Baginya, konflik internal yang terjadi antara Sisil dan Bayu telah mengganggu stabilitas persahabatan yang aman, damai, dan tentram.
"Males! Bodo amat! Lagian, ngapain juga dia pake acara suka-sukaan? Kayak enggak ada cewek lain aja!" dengkus Sisil kesal.
"Ya, kalau memang kamu enggak suka dan belum bisa menerima perasaan Bayu, ngomong aja baik-baik. Bukan dengan cara menghindari dia seperti ini. Aku, tuh, kangen kumpul bertiga lagi."
Sisil mengangguk. Mengaminkan apa yang Nada ucapkan. Ia pun sebenarnya rindu bisa kumpul seperti dulu.
"Iya, aku bakal negur dia, kok. Tapi enggak sekarang. Aku harus siapkan mental dulu untuk enggak kesal kalau ketemu sama dia."
Nada kemudian melirik Bayu dan menunjukkan jari telunjuk dan jempol yang ditautkan. Hal itu menandakan bahwa everything is OK. Bayu hanya perlu bersabar menanggapi sikap Sisil.
"Nada, ada yang nyari!" suara keras Heru, si ketua kelas, terdengar nyaring.
Nada dan beberapa warga kelas XII IPA 1, khususnya para wanita, langsung terpusat pada sosok yang sedang tersenyum di ambang pintu kelas. Pria jangkung dengan senyuman yang melengkung di bibirnya melambaikan tangan ke arah Nada. Bagai mendapat instruksi, tatapan mereka beralih ke sosok yang diberi lambaian tangan.
"Sebentar, ya, Sil." Nada segera meninggalkan Sisil yang masih bengong.
Sisil tak menyangka ada kelanjutan setelah kejadian pertemuan mereka di tengah lapangan. Sisil juga tahu bahwa di antara mereka berdua ada sesi latihan bersama dengan Nada sebagai mentornya. Sekarang? Sosok yang sering Nada abaikan, bahkan Nada paling malas bicarakan sedang membawakan sebuah wadah berisi makanankah untuknya? Wow, daebak!
Dhayu tersenyum. Di tangannya ada sebuah tupperware berwarna ungu, lalu diserahkannya pada Nada.
"Ini apaan?"
"Dari mama," ucap Dhayu sambil menyerahkan tupperware warna ungu tanpa ada plastik atau koran atau apapun yang membungkusnya, "kata mama, kamu suka bolu tape ketan item. Mau berangkat sekolah tadi, mama maksa suruh bawa dan wajib-kudu langsung diserahkan ke kamu. Aku rencananya mau kasih pas jam istirahat nanti, tapi takut keburu dingin ... dimakan, ya, Kak!"
Nada sedikit melirik sekitar, sebagaian besar menatap ke arah mereka. Bagi Nada, panggilan 'Kak' saat ini sudah tak berarti lagi. Sebuah perhatian dari seorang adik kelas ke kakak kelas dengan membawakan makanan, itu juga sama saja bohong. Kabar kedekatan akan mulai digaungkan.
Nada mencebik malas. Ia kirimkan ekspresi agar tak melakukan hal ini di depan umum. Dhayu mengedikkan bahu dan mengerutkan dahinya, ia sudah terlanjur melakukannya.
"Kamu bisa melakukannya nanti!" tegas Nada sambil berbisik.
"Gimana, dong, sudah terlanjur. Ya udah, deh, aku bawa lagi aja!" Dhayu mengambil kembali wadah tupperware yang sudah berada di tangan Nada.
Nada mendelik. Ia kembali menarik wadah tupperware yang sudah diambil Dhayu. Sempat terjadi aksi tarik menarik tupperware yang membuat warga kelas XII IPA 1 keheranan.

KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADA
Teen FictionNada merupakan seorang gadis tumbuh dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun, sebuah berita mencengangkan harus ia terima terkait asal usul kehidupannya. Nada mulai terombang-ambing dengan jati dirinya. Ia mulai pelan-pelan menguak kehidup...