Selama perjalanan ke rumah Tante Rosa, Dhayu lebih banyak diam. Panasnya si raja siang seolah makin membuat Nada ingin segera tiba di rumah Dhayu. Lagipula tidak biasa-biasanya Dhayu berlagak kalem seperti ini. Nada berpikir, sepertinya sambal yang Dhayu tuangkan di mangkok baksonya tadi terlalu banyak. Terakhir, sebelum Nada naik ke motornya, Dhayu masih mengibas-ngibaskan mulutnya yang merah karena kepedasan.
Rumah Tante Rosa tampak lengang. Hanya tinggal berdua saja di rumah sebesar ini pasti kesepian. Apalagi kalau Dhayu harus berangkat ke sekolah. Rumah Nada juga hampir sama besar dengan rumah Dhayu. Mungkin mamanya juga pun merasakan yang sama ketika papanya bekerja dan Nada harus berangkat ke sekolah.
Nada turun dari motor Dhayu saat Dhayu menghentikan motornya di depan pintu pagar. Ia lalu membukakan pintu pagar dan Dhayu langsung memarkirkan motornya di halaman. Yang penting tidak di luar pekarangan rumah mereka karena menurut Tante Rosa, beberapa kali kejadian kehilangan motor sering terjadi akhir-akhir ini di lingkungan mereka.
Tante Rosa sudah tersenyum di ambang pintu menyambut Nada. Nada menghampiri dan memeluk Tante Rosa dan tak lupa mencium punggung tangannya dengan takzim.
"Mama dan papa sehat, 'kan, Sayang?" sapa Tante Rosa ramah.
"Sehat, Tante. Tante bagaimana?"
"Sehat juga. yuk, masuk!"
Nada dan Tante Rosa beriringan masuk ke dalam rumah. Mereka berdua duduk berhadapan di sofa empuk ruang tamu. Nada mengambil bantal kursi, lalu memeluk bantal itu di atas pahanya.
Setelah banyak mengobrol perihal kegiatan sekolah, Tante Rosa menyinggung perihal kedekatan Sally dan Dhayu. Bahkan Tante Rosa sampai pindah duduk di samping Nada.
"Hmm, mereka pacarannya masih tahap normal, kok, Tante. Pokoknya Tante enggak perlu khawatir. Percaya, deh, Dhayu orangnya enggak neko-neko."
"Kadang Tante khawatir kalau perhatian Tante kurang buat Dhayu. Takut kalau Dhayu mencari perhatian di luar. Tahu sendiri kan, gaya pacaran anak zaman sekarang, tuh, sudah di tahap mengkhawatirkan."
Nada menelan saliva dan tersenyum masam. Apa yang Tante Rosa sampaikan tentu saja secara tidak langsung menegur dirinya. Walaupun gaya pacaran ia dan Sean masih terbilang normal, hal itu paling tidak menegur dirinya yang sudah berani pacaran.
"Tante, sih, maunya Dhayu fokus dulu di sekolah. Hmm, tapi, anak sekarang kalau enggak pacaran kali dianggapnya nggak keren kali, ya?"
Nada masih dengan senyum masamnya. Ia tak banyak bicara. Hanya memandangi langit-langit sampai kemudian Dhayu sudah muncul dan duduk di seberang Nada.
"Serius banget obrolannya?" tanya Dhayu curiga sambil memandang mamanya dan Nada bergantian.
Melihat Dhayu yang memandangnya dengan ekspresi menyebalkan, Nada spontan melempar bantal kursi yang dipeluknya. Dengan sigap, Dhayu menangkap bantal itu dan tak lupa mengulurkan lidahnya. Bola basket yang dilempar keras saja mampu ia tangkap, apalagi cuma bantal kursi. Dhayu tertawa mengejek.
"Kata Tante, kamu kalau pacaran enggak usah lebay!"
Dhayu malah melirik tajam ke arah Nada. Curiga kalau Nada menyampaikan yang tidak-tidak ke mamanya. Nada balas melirik tajam. Pandangan mereka pun saling mengunci. Melihat aksi kedua remaja di hadapannya, Tante Rosa hanya terkikik geli.
"Tante dulu waktu seusia kalian enggak sampai begini. Sudah, kalian berdua pacaran ajalah!" Tante Rosa langsung beranjak dari tempat duduknya, berlalu meninggalkan dua orang yang sedang sama-sama melotot.
"Pacaran?" ucap keduanya bersamaan.
"Enggak!" seru Nada sambil menutup kedua wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADA
Teen FictionNada merupakan seorang gadis tumbuh dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun, sebuah berita mencengangkan harus ia terima terkait asal usul kehidupannya. Nada mulai terombang-ambing dengan jati dirinya. Ia mulai pelan-pelan menguak kehidup...