Hari kedua latihan mengharuskan Nada menunggu di ruang laboratorium seperti hari kemarin. Ia tak ingin lagi kembali menunggu.
Waktu menunjukkan pukul dua kurang lima belas. Saat seseorang dengan tergesa-gesa tiba pertama. Sepasang matanya menangkap kedua netra yang juga sedang melihat ke arahnya. Tak bisa dibuang. Terdiam untuk beberapa waktu.
"Hai, Nada. Sendirian?" tanya Dhayu memecah sunyi.
Nada meletakkan kertas berisi sistematika presentasi yang akan ia jadikan materi hari ini. Menahannya dengan pena yang tadi sempat dipegangnya.
"Seperti yang kamu lihat ... By the way, mana Sally?" Nada mengarahkan pandangannya di belakang Dhayu. Ia tak menemukan seorang pun.
Dhayu mengedikkan bahu, mengartikan bahwa ia tak tahu. Ia langkahkan kakinya, mengambil kursi lab dan duduk dekat meja.
"Kenakan ini." Nada menyodorkan sebuah jubah lab.
"Buat apa? 'Kan kita mau latihan presentasi?" Mau tak mau Dhayu menerima jubah lab dari tangan Nada, lalu berdiri untuk mengenakannya.
"Dulu, Kak Haris, kakak kelas yang saat ini sudah kuliah ambil jurusan Biologi MIPA, meminta kami mengenakan jubah lab Agar terbiasa saat maju nanti."
Paling tidak ia harus menurut kali ini. Daripada menghadapi kemarahan Nada seperti kemarin.
Dhayu mengenakan jubah lab dengan seadanya. Ia tidak pedulikan jubahnya berkibar-kibar dihempas kipas angin yang menyala di ruang lab. Nada menghampirinya, berusaha menautkan satu per satu kancing.
Tubuh tinggi Dhayu membuatnya agak kesulitan menautkan kancing paling atas. Tahu Nada agak kesulitan, Dhayu sedikit membungkuk hingga tak sadar wajah mereka lumayan dekat. Nada agak merona, Dhayu tetap dengan sepasang mata yang seolah merangkum wajah wanita di hadapannya.
Suasana agak kikuk. Nada coba mengabaikan dengan buru-buru menyelesaikan. Untung hanya ada empat kancing. Jika ada sepuluh kancing, Nada mungkin tak sanggup menyelesaikannya. Tatapan Dhayu ke arahnya memberikan sensasi tersendiri bagi jantungnya. Debarannya lebih kencang dari biasanya.
"Tuh, begini rapi, 'kan? Dalam memberi presentasi, penampilan juga diperlukan. Ada poin yang dinilai juri dalam hal ini. Jadi, jangan abaikan!" tegas Nada agak tercekat karena tak mampu mengimbangi dengan debaran yang bertalu di jantungnya.
"Terima kasih, Nada, sahabatku!"
Nada agak aneh dengan sebutan itu. Walaupun hubungan persahabatan dengan cowok tengil di hadapannya harus diperbarui lagi. Dhayu bukan lagi anak laki-laki yang selalu bersikap manis dan lucu. Ia sudah berubah menjadi laki-laki remaja yang berhasil membuat permasalahan dengan Nada beberapa kali terjadi.
"Sama-sama," ucap Nada singkat.
"Ih, kok, jawabnya begitu?" tanya Dhayu yang tidak melihat ekspresi berarti di wajah gadis manis itu, "memang kamu enggak mau jadi sahabatku?"
Melihat semburat kecewa dari wajah Dhayu, Nada terkikik. Ia tak menyangka Dhayu sesensitif itu.
"Enggak ... untuk jadi sahabatku lagi, ada beberapa tahapan yang harus kamu lalui," ucap Nada sambil bersedekap.
"Kamu masih sama aja!" Wajah Dhayu tampak ditekuk. "Masih saja menolakku!"
Nada tertawa mendengar penuturan Dhayu dengan muka jeleknya. Mengingatkannya kembali pada pertemuan pertama dengan pria ini tujuh tahun lalu.
"Permisi!" Vernes tersenyum di ambang pintu. Senyumnya mengartikan sesuatu yang berbeda.
"Sudah mulai latihannya?" tanya Vernes basa-basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADA
Teen FictionNada merupakan seorang gadis tumbuh dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun, sebuah berita mencengangkan harus ia terima terkait asal usul kehidupannya. Nada mulai terombang-ambing dengan jati dirinya. Ia mulai pelan-pelan menguak kehidup...