Bab 12

21 6 24
                                    

Nada bisa merasakan lirikan dari sepasang mata yang berjarak sekitar delapan meter dari posisinya duduk. Sean mengamatinya, Nada menangkap sepasang mata itu. Di dekat Nada, Dhayu sedang mendengar penjelasan  tentang materi logaritma saat ia lihat aksi Nada dan Sean.

Dhayu menyenggol lengan Nada. Nada kaget dan mendelik ke arah Dhayu. Ia tak menyangka Dhayu memperhatikan apa yang baru saja ia lakukan. Bagi Nada, memandang Sean dari kejauhan saja sudah cukup menyenangkan hatinya. Maka, Nada agak kesal saat Dhayu memergokinya.

Setelah program hari pertama Interclass selesai, semua siswa sudah berhamburan keluar gedung serba guna sekolah. Pak Mahfud sengaja memilih GSG sekolah yang ia sulap seperti ruang kelas besar agar cukup dihadiri para siswa dari empat kelas.

Hanya Nada yang tersisa di kelompok E. Masih ada beberapa siswa yang mengobrol padahal waktu istirahat sudah hampir selesai.

"Hai," sapa seseorang, Nada menoleh dan didapatinya seseorang yang wajahnya selalu terbayang beberapa hari ini.

"Sean? Enggak ke kantin?" tanya Nada, disambut gelengan kepala Sean.

"Pulang sekolah nanti ada waktu? Ada yang ingin aku sampaikan ke kamu."

Nada sedang berusaha mengontrol hatinya. Ia mengingat kembali jadwal latihan presentasi anak-anak KIR.

"Hmm, oke. Aku ada waktu sekitar satu jam sebelum latihan bareng anak-anak," ucap Nada mulai mengontrol hatinya yang dag dig dug.

"Oke. Nanti aku tunggu kamu di depan gerbang sekolah, ya."

"Kita mau ke mana?"

"Ada restoran baru dekat jalur dua Sultan Agung. Aku pengen ajak kamu ke sana. Oke, Nada. See you later!" Sean melambaikan tangan dan Nada terpaku sendiri. Ini bukan mimpi 'kan?

***

Suasana restoran tidak begitu ramai mengingat ini hari kerja. Nada dan Sean memilih tempat di dekat taman sehingga terdengar kecibak air mancur dan bisa memandang hijaunya tanaman.

Nasi goreng yang mereka pesan sudah tandas mereka santap. Tersisa dua gelas jus jeruk yang sesekali disruput dan senyap yang sesekali menyergap.

"Hmm, bagaimana? Sudah kau pikirkan tawaranku waktu itu?" tanya Sean dengan tatapan tajam yang seolah membuat Nada tak mampu bernapas.

"Ta-tawaran yang mana?"

"Ah, Nada, kamu pura-pura lupa atau ingin aku mengakui lagi. Untuk menegaskan rasa yang diam-diam tumbuh buatmu?"

"Apa kau yakin dengan perasaan itu?"

Sean mengubah posisi duduknya. Senyumnya kali ini cukup membuat Nada mengambil napas dalam-dalam. Ia yakin bisa mengontrol perasaannya yang tidak keruan.

"Aku tidak akan menanyakannya kembali kalau aku tidak serius." Kali ini, tatapan Sean layak mengunci pertahanannya.

"Se-Sean, aku tidak tahu harus bicara apa. Banyak yang menyukaimu, tapi kenapa harus aku?" Tatapan Nada seolah menegaskan.

"Apa yang membuatmu tak sepercaya diri ini, Nad? Banyak hal pada dirimu yang pantas membuat orang kagum kepadamu."

Nada mengernyitkan dahi. Ia tak menyangka, siswa sepopuler dan setampan Sean menyukai dengan alasan itu. Nada merasa dirinya masih harus banyak belajar. Walaupun tak bisa disangkal, siswa berprestasi yang tersemat padanya, juga beberapa juara lomba yang disandangnya, sesungguhnya cukup membuat orang berdecak kagum.

"Nada, kau tak menyukaiku?" ucapan Sean membuyarkan lamunannya tetapi malah justru membuat dadanya semakin dipenuhi kupu-kupu.

"Bu-bukan begitu, Sean."

SERENADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang