"Uh, Lice? Aku tidak yakin kau akan suka ini."
Mata Lisa spontan terbuka. Ten tidak pernah menggunakan nama kecilnya jika tidak berkaitan dengan sesuatu yang serius dan berbahaya. "Perampok?"
"Demi Tanah Musim Semi, aku juga tadinya berharap begitu."
Lisa kemudian mendengar geraman. Lolongan. Dari berbagai sisi. "Serigala Gunung."
Serigala Gunung, serigala-serigala ganas yang mengelilingi nyaris seluruh titik perbatasan. Menjaga—atau mencegah—orang asing manapun dari memasuki Hutan Suci milik Tanah Salju. Mereka berukuran jauh lebih besar daripada serigala biasa. Dan lebih liar. Mematikan. Seolah mereka telah dilatih untuk membunuh.
"Tembak?"
"Tahan."
Ten bahkan belum sempat berkedip ketika Lisa melompat turun dari kereta. "Lice—"
Namun Lisa sudah melangkah menjauh. Ada sekitar tujuh serigala. Pemimpinnya—Lisa asumsikan yang paling berukuran besar—berdiri di potongan batu terjal yang tinggi. Seolah menatapnya. Lisa berani bersumpah kedua mata biru itu seperti tengah memindainya.
"Lice—Astaga! Dingin sekali!"
Aneh, Lisa tidak merasakan apa pun. Sebutir salju perlahan turun dan mendarat di pucuk jemarinya. Lisa mendongak ke arah langit. Ini belum waktunya Salju Pertama. Bagaimana bisa hujan salju sudah mulai turun?
"Dia—dia seperti tidak asing, bukankah begitu, Brother?"
"Jangan tertipu. Dia tetaplah manusia dari Tanah Semi."
"Lily benar, bukankah dia... Astaga. Matanya mirip dengan milik Isabella Lanford!"
Lisa tersentak. Entah lebih terkejut karena dia dapat memahami ucapan para serigala itu, atau karena apa yang baru saja dia dengar. "Kalian mengenal ibuku?"
Kumpulan serigala itu tampak sama terkejutnya. Bahkan Ten yang baru saja berhasil menyusulnya ikut melotot. "Kau baru saja bicara dengan hewan?"
Pemimpin dari para serigala itu tampak melebarkan pupilnya, hanya sesaat sebelum kemudian matanya menjadi lebih lembut. Dia bangkit. Lisa dapat melihat nama pada lonceng yang dikenakannya, Leo.
Serigala tersebut melompat dan dengan cepat berada di hadapannya. Seharusnya hal itu mengerikan. Seekor serigala yang nyaris berukuran sama depannya berdiri di depan mereka, sedangkan Lisa, meski selalu membawa pisau dan panahnya kemana-mana, tetap tidak dalam posisi yang menguntungkan.
Namun ada sesuatu, sesuatu dalam iris perak serigala tersebut yang mengingatkannya pada potret ibunya di liontin yang sedang dikenakan Lisa. Mengingatkannya akan memori yang sudah dilupakan. Kehangatan. Keluarga.
Rumah.
Lisa terdiam. Ten bahkan sempurna membeku.
Leo menundukkan kepalanya. Begitu pula dengan Lily, serigala betina dengan warna bulu seputih salju, dan perlahan-lahan, seluruh serigala menunduk.
Seakan memberi hormat padanya.
"Welcome home, Your Highness."
•••
"Kau berhutang penjelasan padaku—dan astaga! Aku bersumpah mereka benar-benar akan membunuhku!" Teriakan Ten teredam oleh derap-derap serigala yang menerjang salju. Namun Lisa tetap tertawa. Sekarang dia berada di punggung Leo, entah serigala itu hendak membawanya kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEETENER
Fanfiction(n.) A sugar substitute. This work may not provide glucose or fructose, but I hope it'll still boost you an extra bit of serotonin.