5. The Best Friend

878 122 17
                                    

I's just fanfiction, no hard feeling.

p.s enjoy Everyday by Treasure everyday.

***

Ini hari yang panjang, sangat panjang sejujurnya, bagi Kim Doyoung. Jarum jam di ruangannya telah menunjukkan pukul enam sore, dan dia baru saja menyelesaikan konsultasi dengan pasien terakhirnya, yang kalau boleh jujur, cukup menguras energinya. Hari ini, Kim Doyoung harus berhadapan dengan empat pasien pribadi, belum lagi pasien di rumah sakit yang harus ditangani tadi pagi.

Manusia, dengan segala keunikannya tidak pernah tidak membuat Doyoung menghela napas saking takjubnya. Yeah, tidak dapat dipungkiri, keunikkan itu pulalah yang menariknya untuk menggeluti bidang ini.

Berbeda dengan kedua kakaknya yang memilih menggeluti dunia bedah membedah manusia, Kim Doyoung, justru menetapkan pilihannya pada psychiatrist. "Manusia, lebih menarik jika diamati dari dalam." Begitu katanya pada kakaknya dulu. Hal itu, tentunya membuat kedua alis kakaknya terangkat tinggi. Menjadi dokter bedah juga termasuk mengamati manusia dari dalam, kan?

Tapi, tentu saja, karena ini Kim Doyoung, bungsu keluarga Kim yang selalu dimanjakan dan selalu mendapatkan keinginannya, maka kakaknya membiarkan saja. Toh, Doyoung juga tidak berniat, ugh demi Tuhan, Doyoung benar-benar tidak ada niat dan tidak pula tertarik untuk terjun mengurusi bisnis rumah sakit keluarganya.

Dia itu anak laki-laki ketiga dan merupakan bungsu keluarga. Jadi, bisa dikatakan dia mendapatkan kebebasan dari segala tuntutan keluarga. Begitulah, akhirnya kelinci manis keluarga Kim ini berakhir di dunia psikologi yang membosankan, ekhm, yang terakhir itu pendapat pribadi putra tunggal Bang. Tolong jangan dimasukkan hati. Dia itu mulutnya memang setajam pisau bedah.

Berdiri dari duduknya, Doyoung sedikit meregangkan tubuhnya. Dia benar-benar pegal. Kakinya melangkah ke meja putih di ujung ruangan. Meja itu sama berantakannya dengan rambutnya yang sempat dia acak-acak, omong-omong. Ingatkan Doyoung untuk meminta seseorang merapikan berkas-berkas pasien yang ada di mejanya nanti.

Sedikit melirik jam yang menunjukkan hampir waktu makan malam, Doyoung segera merapikan tas kerjanya. Malam ini dia ada janji makan malam lanjutan dengan putra keluarga Kanemoto. Menjadi makan malam lanjutan, karena minggu lalu mereka sudah pernah makan malam untuk pertama kalinya.

Yeah, makan malam pertama untuk perkenalan diri. Makan malam kedua untuk membicarakan masalah pribadi seperti pekerjaan dan aset. Lalu makan malam ketiga akan menjadi makan malam romantis, candle light dinner mungkin, dengan cincin lamaran dan sebuket bunga. Klasik sekali.

Doyoung tidak ada masalah dengan pangeran keluarga Kanemoto itu, sungguh. Hanya saja, dia tidak suka hal-hal seperti ini. Makan malam terselubung untuk perjodohan guna memperkuat bisnis. Tapi begitulah siklus makan malam orang-orang dari kalangan mereka. Dan Doyoung membencinya. He hates it to the core.

Dia tidak suka urusan romasanya diatur seperti itu. Terlebih jika itu hanya untuk urusan bisnis semata. Doyoung kan juga punya hati dan perasaan. Dia tidak suka hati dan perasaannya diukur dan dihargai sebatas lembar-lembar kontrak kerja. Itu memuakkan.

Saat diminta menemui si pangeran Kanemoto untuk pertama kalinya seminggu lalu, Doyoung marah besar pada kedua orang tuanya, tentu saja. Hampir-hampir dia mengamuk dan memecahkan vas bunga kesayangan ibunya. Tapi, sayang, keputusan orang tuanya sudah bulat. Mau tidak mau, suka tidak suka, Doyoung harus menemui si Kanemoto itu.

Tentunya, masalah tidak selesai secepat itu. Doyoung, sampai hari ini masih merajuk pada kedua orang tuanya. Telepon dan pesan singkat yang ibunya kirim semua diabaikan. Dia bahkan memblokir nomor ayan dan kedua kakaknya pagi ini. Ayahnya, karena tentu saja, semua ini adalah salah sang ayah yang memaksanya untuk makan malam dengan anak temannya. Lalu, kakaknya juga menjadi korban rajukan Doyoung karena menurut Doyoung, kedua kakaknya itu penghianat yang tidak mendukung Doyoung. 

The SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang