8. The Missing Piece

789 129 13
                                    

It's just fanfiction, no hard feeling.

Warnings : harsh words, mentioning of animal abuse.

p.s. enjoy the music.

***


Junkyu melangkah dengan riang gembira. Dia benar-benar gembira. Hatinya terasa sangat ringan. Dan puas, setelah melihat sahabat sehidup sematinya dimarahi suaminya. Ah, jangan lupakan makan siang gratis yang didapatnya tadi. Bukan apa-apa, tapi Junkyu sangat suka hal-hal berbau gratisan.

Kau tau, Junkyu juga manusia. Jadi, meskipun penghasilannya sebulan bisa saja mencapai tiga digit, yang merasa miskin, tolong jangan dibayangkan, Junkyu tetap saja suka gratisan.

Kini, dengan langkah seringan bulu dan hati yang bahagia, Junkyu berjalan ke arah ruangan Haruto. Temannya itu, tadi main keluar saja dari ruangan Park Jihoon, Junkyu jadi tidak sempat mengembalikan dompetnya kan. Maka, sebagai teman yang baik hati dan tidak sombong, Junkyu berinisiatif mendatangi si pemilik dompet di ruangannya. Baik sekali kan, Kim Junkyu itu.

***

Haruto memandang keluar jendela kaca yang terdapat di ruangannya. Tubuhnya disandarkan pada meja kerjanya. Satu tangannya dimasukkan ke dalam kantong celana dan satunya menumpu pada meja di belakangnya. Pikirannya berkelana ke mana-mana, mempersiapkan berbagai skenario yang mungkin terjadi saat nanti dia dan Jeongwoo sekali lagi bertemu. Kali ini, tidak ada satupun dari mereka yang dapat melarikan diri. Hyunsuk dan segala keculasannya akan membuat proyek ini berjalan bagaimanapun caranya.

Sampai, suara pintu ruang kerjanya yang dibuka dengan sangat tidak santai mengalihkan atensinya. Haruto berbalik hanya untuk menemukan Kim Junkyu berdiri di pintu dengan tangannya masih memegang gagang pintu. Tangan satu lagi disembunyikan di belakang punggung. Oh, jangan lupakan seringai menyebalkan yang terpasang di bibirnya. Haruto mengangkat alis, Junkyu terlihat mencurigakan.

Well, wherever Junkyu goes, there is always trouble that follows.

Kim Junkyu, yang baru saja masuk keruangan Haruto segera mengambil duduk di hadapan si empunya ruangan, hanya terhalang meja kerja Haruto saja. Senyumnya masih terpasang apik di wajahnya. Satu tangannya masih menyembunyikan sesuatu di balik punggung lebarnya. "Guess what? I bring you a gift!" Katanya dengan ceria. Matanya berbinar-binar lucu, yang, jujur saja membuat Haruto semakin curiga.

Haruto menghela nafas sejenak, sebelum mendudukan diri di kursi kerjanya. Tangannya kemudian sibuk membuka berkas pekerjaan yang belum sempat dia periksa tadi. "Aku tidak butuh, keluar." Pengusiran yang dingin diberikannya pada lelaki di hadapannya. Meski dia tahu itu tidak akan berhasil mengusir kawannya ini.

"Hey, kau akan suka yang satu ini." See, pengusiran macam itu tidak akan berhasil mengusir Junkyu. Jihoon pernah berkata, untuk mengusir Junkyu diperlukan setidaknya selusin pengusir setan and a pitcher full of holy water. Kata Jihoon loh, ya. Haruto sendiri belum mencoba metode itu. Mungkin nanti, kalau Junkyu semakin berulah.

"Kalau itu nomor telepon teman perempuanmu, aku tidak butuh. Cepat keluar, aku banyak pekerjaan." Mata Haruto sibuk membaca berkas di depannya, tak sedikitpun dia melirik ke arah Junkyu.

"Oh, really? Kau juga tidak butuh ini?" He said that with the most annoying tune Haruto ever heard, honestly.

Tangan Junkyu yang tadinya tersembunyi di balik punggungnya kini terangkat memperlihatkan sebuah dompet kulit berwarna hitam yang digoyang-goyangkan ke kiri dan ke kanan, berusaha menarik atensi Haruto dari kertas-kertas di hadapannya.

The SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang