19. The Blind Date

750 107 21
                                    

It's just fan fiction, no hard feeling.


p.s. enjoy the music.

***

Jeongwoo mengalihkan pandangannya kemana saja asal tidak menatap pengacara tampan di depannya. Matanya menelisik ruangan tempatnya kini berada. Ruangan ini sebenarnya luas, tapi entah kenapa terasa sangat penuh. Meja kerja di ujung lain ruangan dipenuhi tumpukan kertas entah apa. Terdapat satu set sofa di tengah-tengah ruangan, yang tentu saja menjanya ditumpuki buku-buku tebal yang tergolek mengenaskan bersisian dengan kotak makan siang sisa dengan cap sebuah restoran ternama. Siapapun pemilik sepertinya memang memiliki hobi mengoleksi sampah bekas makanan, tempat sampah kering di pojok ruangan itu dipenuhi oleh plastik bekas snack dan berkaleng-kaleng bir kosong. Mashi-hyung akan membunuh siapapun pemilik ruangan berantakan ini.

Sebuah deheman dari pemuda lain di hadapannya mengalihkan atensi Jeongwoo dari ruangan berantakan itu. Di depannya, Haruto bersandar di sisi pintu yang telah tertutup rapat. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Tampak santai, namun entah kenapa ada aura berbahaya di sekelilingnya yang membuat Jeongwoo secara tidak sara mengambil langkah mundur.

"Ada perlu apa?" Haruto bertanya dengan datar.

"Apa?" apa sih, kan dia yang menyeretku kemari barusan.

"Kenapa kemari?"

"Aku ingin menemui-"

"Ah, sekarang kau mendekati Kim Junkyu, ya?"

"Apa maksudmu?!"

Haruto tersenyum miring, "Maksudku, tidak puas denganku sekarang kau mau mendekati temanku ya. Murah sekali."

"Jaga bicaramu Watanabe-nim!"

"Apa hidup di Amerika kini membuatmu menjadi jalang?"

Plak

Satu tamparan mendarat di pipi kiri Haruto. Jeongwoo benar-benar marah sekarang. Apa-apaan orang ini! Memberikan harapan, lalu menghilang begitu saja. Sekarang malah menuduhnya yang tidak-tidak.

Jeongwoo menarik nafas dalam berusaha meredam amarahnya. Sedangkan Haruto di hadapannya hanya tersenyum miring, sebagian hatinya merasa sangat puas telah merendahkan Jeongwoo tepat di depan wajah pemuda itu dan sebagian lainnya merasakan dorongan aneh untuk memeluk erat pemuda manis itu dan menghujaninya dengan semua kata cinta.

"Sepertinya aku membuang waktuku mengkhawatirkanmu." Jeongwoo memalingkan pandangan ke arah lain.

"Ah, jadi sekarang aku cukup berharga untuk kau khawatirkan." Jeongwoo melirik tajam pemuda di depannya. "Yah, aku merasa terhormat kau khawatirkan," Haruto melangkah maju mendekatkan diri pada Jeongwoo, cukup dekat sampai bibir pemuda itu berada tepat di samping telinga Jeongwoo, "sayang sekali kau terlambat sepuluh tahun untuk itu." Haruto berbalik pergi meninggalkan Jeongwoo yang mati-matian menahan air matanya menjatuhi pipi.

***

"Jadi, kenalanku itu, seorang lulusan universitas terkenal. Dia bekerja salah satu perusahaan yang cukup bonafide. Anak pertama dari tiga bersaudara. Katanya sih semua adiknya perempuan dan kedua orang tuanya adalah pensiunan pegawai negeri. Saat ini dia tinggal sendiri di apartemen miliknya sedangkan orang tuanya tinggal di pinggir kota. Kedua adiknya sudah menikan dan punya anak. Karena itu dia sedikit diburu ibunya untuk segera menikah. Aku sih tidak masalah menikah di usiaku sekarang tapi ya, aku bilang padanya aku mau menikmati berkencan dulu dan dia setuju! Karena itu hari ini mengajak bertemu! Lau, lalu katanya, teman yang akan dia ajak ini dulunya bersekolah di Amerika juga, jadi kurasa kalian akan memiliki topik yang bagus untuk dibicarakan. Aku sudah lihat fotonya sih, dan menurutku tampangnya oke kok! Tidak akan mengecewakan!" Junghwan berceloteh riang, matanya berbinar-binar semangat. Sebelah tangannya menggandeng -ralat- menyeret Park Jeongwoo yang berjalan disisinya. Hari ini adalah hari Sabtu yang dijanjikan. Jeongwoo, setengah berat hati mengikuti langkah ceria anak sapi di sebelahnya. Kedua tangannya dibawa menggandeng sebelah lengan Jeongwoo yang kedua tangannya dimasukkan dalam kantong mantel hitamnya.

The SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang