6. The Firm

821 131 16
                                    

It's just fanfiction no hard feelings.

Warning : harsh words

p.s enjoy the music

***

Jeongwoo memarkirkan mobilnya di parkiran umum yang disediakan untuk tamu, mengikuti arahan yang diberikan security yang ditemuinya di depan tadi. Setelah memasang rem tangan, sejenak dia memeriksa penampilannya di kaca spion depan. Rapi. Sekali lagi, matanya menatap ke gedung pencakar langit di depannya. Membaca lagi sign super besar yang tertempel di bagian atas gedung. Dia perlu memastikan dia tidak salah gedung.

Parks & Partners

Sign gedung itu terpatri dalam font putih dengan background hitam yang berukuran lumayan besar. Mustahil bagi mereka yang berlalu lalang di jalan raya sekitar tidak mengenali gedung itu. Gedung pencakar langit, firma hukum yang menjadi markas bagi pengacara terkemuka seperti Park Jihoon, Kim Junkyu, dan salah satunya, Watanabe Haruto.

Tangannya kemudian bergerak membuka resleting backpack yang selalu digunakannya saat hendak bekerja. Darinya, Jeongwoo mengambil sebuah dompet kulit berwarna hitam, menimang langkah apa yang harus diambilnya setelah ini.

Sejenak, dia ragu. Tadi pagi, Jeongwoo terbangun dengan sebuah rencana terkait dompet kulit hitam. Dia pribadi akan mengembalikan dompet hitam yang kapan hari ditinggalkan sepupunya di nakas samping ranjangnya itu.

Sejujurnya, Jeongwoo tidak ingin bertemu si pemilik dompet lagi. Tidak sekarang, setidaknya. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin dia meminta sepupunya yang mengembalikan dompet ini. Dia tidak bisa melibatkan sepupunya dalam masalahnya.

Jadi, setelah melamun sepagian, dengan roti bakar di tangan, Jeongwoo memutuskan untuk mendatangi kantor si pemilik dompet untuk mengembalikan dompetnya. Special thanks to Google, dia tidak perlu repot mencari tempat kerja si pemilik dompet. Benar kata pepatah, jika memiliki google, separuh masalah hidup teratasi.

Maka, Jeongwoo kembali membuka dompet itu, memeriksa kelengkapan kartu didalamnya. Matanya melirik lagi salah satu sisi dompet yang memuat fotonya. Menggigit salah satu jari tangannya, Jeongwoo berpikir haruskah dia mengambil foto itu atau membiarkannya. Bagaimanapun, itu fotonyakan, dan hubungan antara dia dan laki-laki pemilik dompet itu sudah lama berakhir, setidaknya begitu menurut Park Jeongwoo.

Jadi, tidak seharusnya orang itu menyimpan fotonya. Pemikiran lainnya, tentang kemungkinan laki-laki itu masih menyimpan rasa padanya dibuang jauh-jauh. Jeongwoo tidak ingin berharap. Dia tidak mau hatinya dipatahkan harapan semu yang nantinya akan digerus kenyataan.

Tangannya kemudian bergerak mengeluarkan foto itu dari dompetnya dan disimpan di dompetnya sendiri. Setelahnya, Jeongwoo membuka pintu mobilnya dan berjalan ke arah lobby gedung pencakar langit di depannya. Di pintu masuk gedung terdapat sign yang sama dengan yang tertempel apik di bagian atas gedung pencakar langit itu. Bedanya, yang ini lebih kecil.

Setelah selesai dengan protokol keamanan gedung dan dipersilahkan oleh security yang menjaga pintu, Jeongwoo membawa langkah kakinya masuk ke dalam gedung. Jeongwoo memasuki gedung itu dengan hati yang gundah. Keringat dingin bercucuran dari keningnya. Sesekali, dia meremat tangannya kuat-kuat mencoba menenangkan diri. Tidak ada waktu untuk mengagumi interior gedung yang 'wah'. Jeongwoo bergerak ke arah meja receptionist yang dijaga oleh dua orang perempuan ramah yang memasang senyum manis saat Jeongwoo mendekat.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" Salah satu dari dua resepsionis yang berjaga bertanya dengan ramah.

"Ah ya, saya ingin bertemu dengan.." sedetik, Jeongwoo berusa menenangkan diri dengan sedikit berdehem, ".. Watanabe Haruto."

The SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang