9. The Call

730 126 11
                                    

It's just fanfiction, no hard feelings.

p.s enjoy the song.

***

Sepulangnya dari kantor, hal pertama yang Jeongwoo lakukan adalah membanting tubuhnya ke atas kasur. Badannya menggeliat yaman di kasur luas itu, sedangkan kedua tungkai jenjangnya dibiarkan menggantung di pinggir ranjang. Ini masih hari Kamis, dan Jeongwoo rasa-rasanya mau pingsan saja. Dia tidak sabar menunggu weekend agar bisa hibernasi seharian.

Banyak sekali yang harus dia kerjakan hari ini. Padahal dia itu kan fotografer yang sedang senggang, sebenarnya, tapi Junghwan, dengan seenak jidatnya menyeret Jeongwoo kesana-kemari membantu pekerjaannya. "Kau kan tidak ada kerjaan, daripada kau duduk-duduk tidak ada gunanya begitu, lebih baik kau kumanfaatkan membantu pekerjaanku saja kan." begitu, kata anak sapi itu padanya tadi. Kurang ajar memang.

Tapi siapalah Jeongwoo, meski mengeluhkan ini itu dia tetap membantu anak sapi itu, pada akhirnya. Ya mau bagaimana lagi, setelah kenal beberapa lama dengan si anak lembu, tumbuh ikatan pertemanan kuat yang entah bagaimana terjalin antara Jeognwoo dan Junghwan.

Mungkin karena mereka seumuran, usia mereka hanya berbeda beberapa tahun. Junghwan lebih muda beberapa tahun darinya. Di tempat kerja mereka, hanya mereka berdua yang usianya paling dekat. Tapi pertemanan akrab itu mungkin juga muncul karena entah bagaimana, Junghwan dan segala kecerewetan dan omongan pedas anak itu mampu membuat Jeongwoo nyaman.

Oh, bukan berarti Jeongwoo "nyaman" dengan omongan pedas Junghwan ya, tapi anak itu, meskipun kadang tidak memfilter perkataannya, dia sebenarnya sangat perhatian dan peka. Dia tahu dan paham akan Jeongwoo. Dia paham kapan Jeongwoo merasa tidak nyaman, atau topik yang Jeongwoo tidak suka. Jadi, pembicaraan mereka selalu seru karena Junghwan tidak pernah mengusik hal-hal yang Jeongwoo tidak ingin bahas.

Junghwan juga sering mengajak Jeongwoo makan siang bersama atau sekedar jalan-jalan after work untuk hunting makanan. Kebetulan selera makan mereka hampir sama. Mungkin itu juga yang membuat mereka dekat. Seringnya, saat mereka makan di luar seperti itu, selalu Junghwan yang membayar dengan sebuah black card entah milik siapa, Jeongwoo tidak tahu. Junghwan pernah bilang kartu itu adalah hasil jerih payahnya menyudutkan seekor babi. Itu membuat kedua alis Jeognwoo terangkat tinggi, sebenarnya, tapi kemudian Jeongwoo tidak ambil pusing. Mungkin Junghwan memang berasal dari keluarga berada, pikirnya.

Saking dekatnya, Junghwan sudah beberapa kali menginap di apartemen Jeongwoo dan berteman akrab dengan Mashiho. Tiap kali Junghwan menginap, Mashiho akan selalu menyempatkan diri memasak makanan kesukaan si anak lembu, donat gula. Anak itu, kalau sudah menginap, pasti persediaan makanan Jeongwoo akan menipis dengan pesat. Tapi, baik Jeongwoo maupun Mashiho tidak keberatan. Bagi mereka, Junghwan adalah adik laki-laki yang tidak pernah mereka miliki. Jadi tiap kali Junghwan menginap dan makan bersama mereka di meja makan dengan lahap, entah kenapa rasanya sangat menyenangkan. Keluarga mereka terasa.. lengkap. Keberadaan Junghwan, jelas telah mengisi suatu ruang yang kosong di dalam hati kedua sepupu itu.

Sebesar itu, rasa sayang Jeongwoo pada Junghwan.

Tapi, tidak, kalau anak itu sudah mulai berulah. Seperti seharian ini misalnya, dia membuat Jeongwoo bolak-balik kesana kemari membantunya, tolong garis bawahi, membantunya dalam persiapan wawancara exclusive sialan dengan Watanabe Haruto minggu depan. Omong-omong tentang wawancara dengan Haruto itu, Jeongwoo tidak tahu bagaimana pada akhirnya si Watanabe itu mau mengiyakan permintaan wawancara. Entah apa yang telah dilakukan oleh Park Hyunsuk sampai membuat lelaki itu mengingkari ucapannya sendiri yang tidak menerima wawancara selain dari pihak asing.

Mengingat tentang Haruto, Jeongwoo jadi ingat dia belum memberi tahu Yedam tentang perkembangan terbaru mengenai dirinya dengan Haruto. Err Jeongwoo sebenarnya tahu dan sadar apa yang dia lakukan ini tidak benar. Jeongwoo tidak seharusnya sebergantung itu dengan Yedam. Dia juga paham, dia seharusnya berhenti menghubungi lelaki itu tepat setelah lelaki itu setuju berpisah dengannya. Bagaimanapun juga, Jeongwoo tidak ingin membuat luka yang lebih dalam di hati pria setengah malaikat seperti Yedam. 

The SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang