It's just fanfiction, no hard feelings.
P.s. enjoy the music.
P.s.s. bijaklah dalam membaca.
***
Jeongwoo terbangun dengan perasaan aneh yang mengganjal. Matanya memindai keseluruhan ruangan tempatnya berada. Everything looks normal. Dia berada di dalam kamarnya di unit apartemennya. Namun, something feels not right. Sesuatu yang asing terasa dan berbeda dari kamar ini. Akan tetapi, berapa kalipun Jeongwoo memandang ke sekeliling tidak ada keanehan apapun di kamarnya. Tumpukan baju kotor masih di tempatnya. Rak buku berisi beberapa novel dan album foto terbuka di meja baca dekat jendela. Lemari masih berada di tempatnya. Meja rias masih utuh tanpa gores.
Tidak ada yang aneh kecuali presensi sebuah jasa hitam yang tersampir di kursi meja rias.
Jas hitam yang Jeongwoo tidak kenali. Alisnya menyatu. Jas itu jelas bukan milik Jeongwoo. Dari label merek yang terjahit rapi saja sudah terlihat jelas itu bukan milik Jeongwoo. Terlalu mahal untuk seleranya yang lebih lowkey.
Hmm sepertinya yang semalam memang bukan mimpi.
Jeongwoo menghela napas panjang. Tangannya bergerak mengacak surai masainya.
"Tidak. Tidak. Ini tidak boleh. Park Jeongwoo apa yang sudah kau lakukan?! Ini salah!"
"Apanya yang salah?" Mashiho, dengan kedua tangan bersedekap bersandar di pintu kamar Jeongwoo. Memandang aneh sepupunya yang 'berantakan'.
"Hyung." Jeongwoo memandang sepupunya dengan mata berkaca-kaca.
"Apa? Kau sakit?" Jeongwoo menggeleng pelan, "tidak, tidak apa-apa. Hanya mimpi buruk."
"Kau yakin?" Mashiho bertanya lagi mencoba memastikan. Dan Jeongwoo hanya mengangguk. "Yasudah, sana mandi. Aku harus berangkat kerja. Kalau tidak enak badan izin saja untuk hari ini dan istirahat penuh. Aku akan pulang malam, telpon aku kalau butuh sesuatu." Mashiho berbalik hendak meninggalkan kamar Jeongwoo sebelum teringat sesuatu, kepalanya melongok kembali melalui daun pintu, "oh, ya, Haruto itu pacarmu ya? Err anu aku tidak ingin menjadi pengganggu diantara kalian, bagaimanapun juga aku kan menumpang disini. Jadi, jangan jadikan aku penghalang untukmu dan pacarmu menghabiskan waktu bersama di sini. Lain kali, kalau dia mau menginap lagi, kabari aku agar aku bisa menginap di tempat lain dulu. Dia terlihat seperti lelaki baik-baik, dia bahkan membuatkanmu kongnamul guk untuk sarapan, katanya semalam kau sempat mabuk."
Jika Jeongwoo yang kini mematung di pintu kamar mandi cukup peka, maka dia akan mendengar nada sedih dari sepupunya yang terlambat menyadari dirinya adalah penghalan Jeongwoo dan pacarnya menghabiskan malam bersama di apartemen ini karena merasa tidak enak padanya yang menumpang disini. Sayangnya, pikiran Jeongwoo terlalu kacau untuk memahami itu.
Haruto semalam menginap. Iya, Haruto yang itu. Mantan pacarnya semasa kuliah yang semalam menciumnya seperti orang kesetanan itu menginap di tempatnya. Haruto yang itu. Lelaki itu bahkan membuatkannya sup pereda pengar untuk hangovernya.
Jeongwoo menutup matanya rapat, menghalau sakit di kepalanya yang berdenyut nyeri dan jantungnya yang berdetak tak karuan. Rasanya Jeongwoo ingin menghilang saja dari muka bumi ini.
"I'm doomed."
***
So, selagi Jeongwoo mandi dan menangisi kebodohannya semalam. Mari kita reka ulang apa yang terjadi semalam.
Malam itu, Haruto menciumnya. Passionately. Di dalam lift yang bergerak ke lantai apartemen Jeongwoo. Ciuman panas itu terlepas begitu pintu lift terbuka ke lantai yang mereka tuju. Haruto menatap dalam kedua mata Jeongwoo, mencari setitik keraguan, ketakutan, atau, yang paling Haruto takutkan, sebuah penolakan. Sayangnya, atau, lebih tepatnya syukurlah semua itu tidak Haruto temukan di kedua mata Jeongwoo yang berkilauan dengan indahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sunshine
FanfictionIni, tentang kisah lama yang belum terselesaikan antara Haruto dan Jeongwo. Kisah cinta yang terhenti tanpa kejelasan dan segala kerumitan yang menyertainya. Sepuluh tahun setelah perpisahan pahit, keduanya dipertemukan kembali. Serta, kisah lainnya...