Chapter 7

6 0 0
                                    

Nal menyesap secangkir kopi di hadapanya, kopi hitam pekat adalah kesukaanya, sejujurnya ia sedang mengalihkan pikiranya dari perempuan bernama Vi dan sahabat baiknya Rafka, tunggu.. apakah benar dia sahabat baik ? jika sahabat baik bukanya dia harus mendengarkan saran dari Nal. tanganya meraih ponsel di samping cangkir kopinya, ia mencari kontak Vi, Nal harus secara intens tau kabar Vi. firasatnya sangat tidak enak, semenjak kejadian yang lalu. Nal selalu merasa bahwa perempuan itu akan dalam masalah besar.

Oh astaga! harusnya Nal tidak seperti ini.. batasan. dirinya harus mempunyai batasan. entah lah Nal juga ragu dengan pikiranya.

Apakah Vi akan merasa risih karna sikapnya? Tapi ada seorang penguntit di sekitar Vi. Apa Rafka juga sadar ada penguntit di sekitar Vi ? Kenapa si ini harus membebani pikiran Nal.
Beberapa waktu lalu dengan sangat menyebalkan Rafka menghalangi Nal untuk menjemputnya dirumah Rafka, tanpa menunggu Nal selesai bicara telfon itu sudah di akhiri.

Perasaan Nal begitu gusar ketika ingatanya kembali saat dimana Vi yang pingsan saat dirumah sakit. Tepat didepan kamar rawat ibunda Rafka. Saat Nal yang menangkap tubuh Vi, tubuh Vi terasa sangat dingin, saat itu juga Nal memeriksa denyut nadi pada tangan Vi. Tapi terasa sangat lemah. Seseorang perawat menghampiri nal menawarkan pertolongan karna melihat Vi yang tidak sadarkan diri dalam rangkulan Nal. Namun Nal menolak pertolongan tersebut dan memberikan beberapa alasan, agar Vi tidak perlu diperiksa di rumah sakit. Sesuai dengan apa yang Vi ucapkan sebelum pingsan.
   "Saya bisa periksa sebentar" ujar seorang dokter paruh baya. Yang sudah ada di hadapanya sambil memegang tangan Vi.
Nal tak melihat dengan jelas wajah dokter itu, pikiranya hanya mencari cara untuk mengeluarkan Vi dari rumah sakit.
  "Gak usah dok, ini saya mau antar pul__". Perkataan Nal tertahan saat melihat wajah dokter tersebut. Lalu Nal menaggukan kepalanya. Tanda menerima pertolongan dokter tersebut.

***

Tatapanya kosong menatap layar di hadapanya, beberapa menit lalu Lora melabrak Vi. Sepertinya ia benar- benar cemburu karna kedekatanya dengan Rafka juga keluarganya. Percakapan singkat nan nyelekit, harusnya Vi tidak terlalu sakit hati tapi entah kenapa apa yang di bilang Lora seperti sedikit membuat hatinya agak terkoyak.
Katanya "lo tuh anak dari keluarga gak jelas, jangan sampai habis dari urusan ini kelar. Hubungan gua yang kelar" .
Benar si ? Siapa pula orang tua Vi ? Kakak? Adik ? Ingatanya agak kabur tentang orang tuanya. Tentang ara pun hanya mendengar dari orang yang mengasuh Vi dulu, dan membaca surat- surat yang tersisa.
Lagi pula memangnya Vi mengharapkan apa ? Vi juga begitu sadar diri dengan perasaanya ke Rafka tentu tidak akan tersampaikan kok. Lagipula memangnya Rafka tidak memberitahu Lora dengan semua ini. Dirinya pun tidak ingin kok menjadi pelakor.
  Harusnya ia belajar dan berlatih untuk tes ini. Tes akan di adakan lusa tapi malah dia bingung ingin mengetik apa pada layar dihadapanya saat ini. Lalu beberapa detik kemudian lamunannya buyar, karna ponselnya yg berada di samping laptopnya bergetar. Notifikasi muncul pada layar bertuliskan nama Rafka.
Entahlah Vi enggan melihatnya, apapun itu perasaanya campur aduk, semua kejadian begitu rumit semenjak menerima tawaran Rafka.
    "Manusia memang lucu bukan sudah tau masalah didepan mata malah dicicipi." Kata sosok kakek di depan Vi.
Mata Vi terperanjat melihat yang ada didepanya, tentu bukan manusia. Kakek dengan balutan busana khas duduk di hadapanya.

Saat ini Vi sedang berada di cafe, suasana ramai. Dia harus pandai untuk mengontrol sikapnya. Agar ia tidak terlihat aneh berbicara dengan penampakan di hadapanya. Matanya menatap lurus kedepan, seharusnya kakek dihadapanya bisa binasa jika dia lemah. Tapi kakek itu tidak menunjukan reaksi apapun.
  "Kamu sudah kehilangan banyak tenaga, jika kamu teruskan akan ada banyak luka. Dan tidak selamanya luka terlihat, kamu akan menemukan dirimu saat kamu sudah tidak punya tenaga  yang tersisa". Ujar kakek itu seraya tersenyum padanya. Dalam sekedipan mata kakek itu menghilang.
Kata-katanya tergiang dalam pikiran Vi, kenapa hantu di sekitarnya banyak sekali macamnya. Ada yang memang usil ada yang memperingatkan Vi seperti sekarang. Bulu kuduknya sedari tadi berdiri saat mendengar ucapan kakek tersebut. Tanpa ingin menambah pikiran, biasanya Vi hanya menganggapnya angin lalu saja.

Tapi jika memang sebuah peringatan untuknya, semoga dia bisa mengingatnya kembali. Seperti si raksaksa dan sekarang si kakek. Semoga si mba tidak aneh- aneh juga seperti yang lain.

  Sesaat ujung matanya menangkap hal mencurigakan, siapa dia ? Apakah dia sudah ada sejak tadi ? Laki - laki berpakaian serba gelap, dengan topi cap yang hampir menutupi sebagian wajahnya. Kenapa dia selalu mencuri pandangan ke arah Vi, apakah dia termasuk dalam orang - orang yang menteror Rafka ? Apakah mereka sudah masuk perangkap ? Karna mengira Vi kekasih rafka ? Apakah semua sesuai rencana ? Haruskan dirinya mengabari Rafka ada prang mencurigakan disekitarnya ? Sial... dirinya benar - benar bingung harus mengambil keputusan apa.

Lalu.. sekarang Ia harus apa? Perasaan ini sungguh menyebal__

***

  "Kamu kenapa Raf?" Tanya bunda.
Rafka mengangkat alisnya seraya tersenyum pada bundanya. Pikiranya sebenernya melayang pada Vi, ia tau Vi mungkin di labrak oleh lora. Dirinya sudah paham betul dengan sikap dan sifat Lora, perempuan binal itu.. rasanya Rafka ingin menyebutnya demikian. "Gak papa bunda" jawabnya.
   "Vi gak ada balas pesan kamu ?"
Rafka menaggukan kepalanya "lagi sibuk Vi kan juga ada kegiatan lain". Jelasnya.
  Bunda tersenyum, tanganya menyentuh tangan rafka. Keriput di ujung matanya makin terlihat, usia bunda paruh baya. Mungkin karna sakitnya membuat bundanya menjadi terlihat lebih cepat tua, tetapi Rafka besyukur masih bisa melihat bundanya sekarang. Sejujurnya ia sudah tidak lagi mengharapkan apapun. baginya bundanya adalah segalanya. Dunianya mungkin hancur jika bundanya pergi.
   "Raf apa seharusnya bunda gak disini ya ?", tanya bunda. Membuat Rafka yang dengan cepat memalingkan wajahnya. ".kenapa bunda bilang begitu".
Lagi - lagi wajah bunda mengukir senyuman ".saat itu harusnya bunda udah pulang ketempat lain, mukjizat entah dari mana bikin bunda punya tenaga untuk tetap disini". Jelasnya. "Kamu tau itu kan raf ?".
Tatapan rafka nanar menatap bunda. entah apa maksud dari perkataan bunda barusan. Tapi Rafka enggan mengaggukan kepalanya apalagi menimpali apa yang dibicarakan oleh Bunda barusan.
   ".Raf jika suatu saat nanti hal yang paling berharga buat kamu hilang, jangan pernah kamu nyalahin keadaan atau menyalahkan orang lain. Semua sudah ada waktunya Raf. dan semua yang berada di dunia hanya titipan". Ucap Bunda lagi.
    "Kalau begitu salahin waktu, Waktu gak adil banget bunda, dia gak peduli kita kehilangan siapa, kehilangan apa. Dia tetap jalan terus. Mau kita tertatih mau kita baru bisa bangkit. Dia gak mengenal apapun." Jawab Rafka dengan nada agak kesal.
  Entah apa yang ada dipikiran Bunda Rafka, beliau sama sekali tidak melunturkan senyumnya. Ketika anak Sulungnya seperti tidak terima dengan nasehat yang ia berikan.
   ".waktu gak pernah salah Rafka, dia tetap pada tugasnya berjalan, sedih atau pun susah. Senang gembira sekalipun, tugasnya tetap berjalan. Saat kita tertatih, saat kita susah payah bangkit. Dia justru membantu kita bangkit atau menyembuhkan sesuatu yang sakit. karena semua terjadi pada waktu yang tepat bukan cepat ataupun lambat". Jelas bunda. Seraya mengusap bahu Rafka.
    "ketika waktunya tiba nanti, bunda mau kamu gak kehilangan orang yang berharga dua kali"tambahnya.
Tatapan mata bunda berbinar - binar, raut wajahnya tidak tampak gelisah juga sedih. Justru terlihat sangat berharap jika Rafka mengerti apa yang di inginkan dirinya. Rafka menelan ludahnya ia menatap lekat -lekat bundanya. ". Bunda kan udah sembuh kenapa bicaranya kayak gitu ?" Tuturnya khawatir
"Bunda cuma ngasih pengertian ke kamu. Biar kamu gak salah arah nanti".
".iya bunda, Rafka akan selalu ingat apa yang bunda bilang".jawab Rafka seraya tersenyum untuk menenangkan Bundanya.

Hari ini atau esok, sama sekali tidak ada yang tahu kedepanya. Apa yang bunda ucapkan seperti  seolah tau seharusnya ada yang sudah tidak berada didunia ini. Dan terlebih perasaanya semain tidak enak entah karna pembicaraan dengan bunda, atau karna dia sedikit bertikai dengan Nal. Dan juga... Vi perempuan itu sepertinya sumber kegelisahanya juga saat ini.

IN TIME :  HallucinationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang