Chapter 4

11 4 0
                                    

Tanganya bersembunyi di saku jaketnya, beberapa kali ia menghela nafasnya, degub jantungnya tak beraturan, tatapanya tertuju pada ruangan di depanya, Ibunya sedang sekarat di ruang itu. akibat penyakit kronis yang dideritanya, Rafka memalingkan pandanganya ke arah koridor rumah sakit. beberapa menit yang lalu dokter menyatakan bahwa obat sudah tidak lagi bekerja untuk mengobati ibunya, tapi kini obat tersebut hanya untuk mengurangi rasa sakit yang diderita Ibunya.

Ayahnya dan adiknya kini beristirahat sejenak di kantin rumah sakit, saat seperti ini memang pasti tidak selera makan, tetapi Rafka memaksa mereka agar mereka tidak tambah down dengan apa yang terjadi sekarang. Entah apa yang ada di benaknya tadi, ia tidak mengabarkan ke Lora melainkan mengabarkan ke Vi tentang kondisi Ibunya. Perkataan Vi waktu itu benar – benar terus terngiang di pikiranya, tentang Vi yang bisa membantunya. entah apa maksudnya tapi Rafka seperti berharap sesuatu menolong Ibunya saat ini.

",gimana keadaanya ?",

Rafka mendongakan kepalanya, suara itu memecah lamunannya. Vi sudah ada di hadapanya sekarang, dengan nafas terengah-engah dan wajah yang pucat.

",makin parah, dokter bilang obat udah gak bisa ngebantu apa-apa", jawab Rafka

Vi menoleh ke arah ruangan Ibu Rafka dirawat, tubuhnya terbaring lemah, semua peralatan medis terpasang lengkap dengan kabel –kabel ditiap titik pada tubuh Ibu arfi.

",boleh aku masuk ke dalam? Aku pengen liat keadaan bunda kamu", ujar Vi

Rafka menganggukan kepalanya, ia lalu menemani Vi masuk kedalam ruang rawat Ibunya. Di samping Ibunya terdapat satu kursi, Rafka menyuruh Vi untuk duduk disana.

",aku khawatir umur bunda gak akan lama", kata Rafka cemas. ",aku sama keluarga ku Cuma bisa pasrah, padahal waktu itu bunda masih sama kita ketawa bareng", lanjutnya.

Melihat sorot mata Rafka yang penuh dengan kesedihan, Vi benar-benar ingin menolongnya. Walaupun keadaanya saat ini membahayakan dirinya sendiri, tapi entah kenapa melihat keluarga Rafka sedih, hatinya juga hancur. Tangan Vi memegang tangan Ibu Rafka yang berada di dekatnya, biasanya ini akan berhasil. Vi sudah pernah mengetes kemampuaya pada kelincinya juga key, saat itu key yang kritis karna mengalami kecelakaan berhasil tertolong, karna Vi menggunakan kekuatanya untuk menyembuhkan Key.

Dan sekarang kekuatan ini juga harus berhasil untuk menyembuhkan Ibu Rafka, sejujurnya ada resiko yang terjadi jika kekuatan Vi terus menerus berkurang, para makhluk astral yang mengincar mata dan jantungnya akan gencar. dan tubuh Vi yang semakin lemah. Dan mungkin jika terus terjadi Vi tidak akan bisa melawan mereka lagi.

Ya.. tapi Vi tidak peduli, ada anggota keluarga yang akan menderita jika kehilangan orang yang di sayang, jika Vi akan mati toh tidak ada yang merasa kehilangan.

Vi memejamkan matanya, merasakan aliran darahnya dan aliran darah dari tubuh Ibu Rafka, denyut nadi Ibu Rafka sangat lemah, ia juga merasakan beberapa sel yang rusak dalam organ tubuh Ibu Rafka, tak hanya 1 atau 2. Tapi kerusakan itu sudah menyebar hampir di seluruh tubuh, gawatt... kekuatanya tak mampu menyembuhkan sepenuhnya.

Vi menghela nafas, ia semaksimal mungkin memberikan yang terbaik dengan kekuatanya untuk memperkecil  kemungkinan yang paling buruk terjadi, dan semoga ini berhasil untuk menyembuhkan sementara.. atau bisa dibilang menunda.

Karna sangat tidak memungkinkan untuk Vi menyembuhkannya secara total dengan kondisi tubuhnya yang juga sedang lemah.

Perlahan jari tangan Ibu Rafka bergerak yang berada dalam genggangam tangan Vi.

"Vi, tangan bunda", seru Rafka melihat reaksi tubuh Ibunya.

Vi membuka matanya, menghela nafas perlahan. Ia menoleh ke Rafka memberikan kode untuk duduk di dekat ibunya. Mereka pun lalu bertukar posisi. Rafka memegang dengan lembut tangan Ibunya lalu menciumya. Harapanya hanya ingin Ibunya sembuh sehat seperti dahulu.

IN TIME :  HallucinationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang