chapter 10

8 0 0
                                    

Nal menghantamkan beberapa lembar kertas ke dada rafka. ",baca sendiri", ujarnya ketus.
Beberapa kertas berjatuhan, Rafka melihat kertas yang di berikan oleh Nal. Keadaan kertas itu sangat kusut, lipatanya tapi sangat terbentuk. Beberapa informasi tertera di kertas itu. Matanya terbelalak kaget, semakin iya membaca semua yang ada di kertas itu ia semakin tidak percaya. Ia terus membaca sambil menggelengkan kepalanya. ",ini gak mungkin",ujarnya.
",lo bisa baca semua, sampai dikertas yang berjatuhan. Percaya atau enggak itu urusan lo, udah gak ada sangkut pautnya lagi sama Vi", ujar Nal.
",tapi ini semua gak masuk akal Nal, bisa aja ini cuma Vi yang mengada -ada",
",cih.. lo bilang Vi ? Raf come on... logika lo dimana ? ", kata nal dengan nada tinggi. ", what ever.. Raf gua cuma bisa kasih kertas-kertas itu karna menurut Vi lo berhak tau. Dan gua udah beritahu apa yang harus gua kasih tau. Selebihnya ada ditangan lo sendiri", lanjutnya.
Rafka memungut beberapa kertas yang terjatuh, ekspresinya makin keheranan saat membaca kertas yang baru saja ia pungut. Rafka menoleh ke arah Nal, ia melihat sahabat di depanya saat ini sedang memasang wajah sangat kesal padanya.
",Dimana Vi ?",
",apa Vi penting buat lo sekarang ?", kata Nal sambil membakar rokok yang ia keluar kan dari saku celananya.
",lo interest sama Vi ?",
",enggak",
",tapi prilaku lo sebaliknya Nal",
", yang terpenting sikap gua gak seburuk lo", katanya lalu menghisap nikotin yang sudah membara di tanganya.
", Nal tolong, lo jadi kayak anak kecil begini ",
",lo lebih baik balik, buktiin kalo semua yang dikertas itu salah",katanya sambil menunjuk kertas yang ada di Rafka.
",Vi gimana ?",
", bukan urusan lo lagi",
", Nal.. ayolah, gua berhak tau Vi ada dimana ?",
",lo gak pernah berhak atas apapun Raf", jawabnyak lalu melepaskan asap dari mulutnya.
Rafka mendengus, nada bicara Nal sampai  ketus. Lagipula sejak kapan Nal mulai merokok lagi, bukan kah ia sudah berhenti merokok. Seingatnya Nal merokok jika sedang pusing soal pekerjaanya, atau investor yang punya banyak request gila. Atau apalah yang jelas bukan kebiasaanya lagi merokok.
",sekarang urus, urusan lo sendiri. Sisanya gua.",
",sisa apa ? Gua gak pernah ngelibatin apa - apa ke lo Nal", kata Rafka dengan wajah agak di tekuk.
",lo inget - inget lagi ucapan lo apa, gua balik dulu", katanya sambil mematikan rokoknya di asbak. Nal bangkit dari dudiknya lalu menepuk pundak Rafka seraya pergi.
Wajah Rafka masam, ia benar - benar tidak mengerti kenapa sahabat satu-satunya yang ia punya kini seperti sangat membencinya. Awalnya Rafka hanya mengirimi sebuah chat ke Vi untuk bertemu dan bicara 4 mata. Vi hanya membalas dengan memberikan sebuah lokasi, setelah sampai di lokasi tersebut. Yang Rafka temui bukanlah Vi melainkan Nal. Rafka agak bingung sejak kapan Nal bisa mengetahui secara personal isi chat Vi. Saat bertemu pun Nal tanpa basa - basi langsung mengeluarkan kertas - kertas tersebut, lalu bercerita dengan apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi. Nal juga menyebutkan dengan rinci apa yang Rafka harus lakukan. Tapi ia sama sekali tidak menjelaskan soal Vi bahkan tidak menyebutkan keberadaan Vi. Saat Rafka menanyakan hal tersebut, kertas2 itu langsung dilemparkanya ke dada Rafka. Tatapan Nal pun berubah garang. Apa yang sebenarnya terjadi pun Rafka belum paham. Tapi di kertas - kertas ini. Yang ia pegang saat ini, ia harus buktikan semuanya.

***
Ayah Rafka berjalan menuju koridor, matanya menyelidik. Mencari seseorang, langkah kakinya cepat namun tidak terlihat terburu - buru. Di ikuti dengan langkah kaki beberapa orang lainnya dibelakang dirinya. Tepat didepan sebuah pintu ruangan bertuliskan Coo mereka semua berhenti. Ayah Rafka mengenggam gagang pintu lalu membukanya. Dari dalam ruangan terlihat Lora dan Rafka. Lora yang sedang duduk dimeja secara spontan langsung bangkit dari posisinya.
",Lora, bisa ikut kami ke kantor untuk pemeriksaan. Kami membawa surat penangkapan",
Lora menoleh ke arah Rafka, dengan mata melototi dirinya. ",kamu nuduh aku ?,kamu gila ya!",
",itu terbukti aku gak pernah nuduh kamu," ujarnya sambil bangkit dari posisi duduknya. Rafka lalu mengenggam tangan Lora. ",makasih atas belasan tahunnya udah nipu aku, dan keluarga aku." Katanya ",silahkan dibawa pak ",terus Rafka.
Kedua polisi itu lalu menghampiri Lora dan memborgol kedua tangannya
",gua akan bales perbuatan kalian satu persatu", teriak Lora sambil di seretnya keluar ruangan.
"Kerja bagus nak, makasih udah melindungi perusahaan kita",ujar Ayah Rafka lalu berlalu pergi keluar ruangan.
Setelah Ruanganya kosong, Rafka mengepalkan tanganya dan memukul dinding dengan sangat keras, hingga menimbulkan suara dan getaran pada dinding. Nafasnya terengah, darah mulai keluar dari kepalan tanganya. Rasa sakit pada tanganya sungguh tidak terasa, darah yg mengalir hingga menetes pun tidak digubris olehnya. Perasaan marah pada dirinya sendiri yang hanya ia rasakan, ia tertipu oleh Lora. Selama ini orang yang paling ia sayang, yang paling ia ingin jaga justru ternyata adalah musuhnya sendiri. Orang yang sangat amat ingin dirinya hancur, beberapa waktu lalu saat Rafka yang seharusnya bertemu dengan Vi. Sebenarnya ingin membahas apa yang dikatakan oleh Vi. Vi bilang bahwa perusahaanya dan musuh- musuhnya ada kaitanya dengan Lora. Dan semua yang terjadi dalam perusahaanya itu ada sangkut pautnya dengan Lora. Namun ia malah bertemu dengan Nal. Nal memberikan semua bukti padanya, di kertas - kertas itu bukti kontrak dimana Lora menyewa beberapa orang untuk menghancurkan perusahaan Rafka dari dalam. Bahkan semua teror itu dibuat yang sebenernya untuk mengalihkan fokus Rafka, tidak hanya itu ternyata Lora adalah anak dari direktur utama MBnix pesaing dari Gforp. Kenapa bisa Rafka dan keluarganya bisa tidak mengetahui itu dan malah menjodohkan Rafka dan Lora dari kecil.
Rafka terduduk lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam sakunya. Ia menelfon Nal, tak lama kemudia dari sebrang Nal menjawab telfonya.
",semuanya benar, bisa ketemu sekarang ?", kata Rafka
",tolong ketempat gua", ucap Rafka seraya menutup telfonya.
Perasaan Rafka mulai lega, entah karna musuhnya ternyata sudah ditemukan. Atau ia akhirnya berakhir dengan Lora, namun Vi.. bagaimana dia? saat menghilangnya Vi pasti.. pasti karna dirinya. Pantas saja Nal seperti ingin terus menerkam dirinya. Apakah dia baik - baik saja? Rafka harus bertanya dan mencari kemana ?

***

Vi memejamkan matanya lalu membukanya kembali, sinar matahari menyinari sedikit wajahnya. Ruangan yang tenang dan damai. Interior gemas dengan warna - warna pastel namun dominan biru. Banyak rak buku berisi buku fiksi, biografi dan beberapa sastra sejarah. Alunan musik klasik terkadang juga jazz pop mengalun lewat piringan hitam di dekat sofa yang ia duduki. Ia sedang menikmati membaca novel dari penulis kesukaanya, kadang hatinya gusar... merasa boleh kah ia sesantai seperti ini? ia sama sekali tidak mengetahui keadaan sekitar kecuali dari Nal.

Ya.. iya menuruti apa yang diperintahkan Nal, tidak.. bukan karna ia jatuh hati dengan Nal. Tapi tentang apa yang dikatakan oleh Nal itu benar. Jika lebih baik dirinya bersembunyi, karna Vi berhasil kabur. Bahkan tidak hanya kabur ia juga mencuri barang - barang bukti yang bisa membuat mereka terseret. Matanya melirik ke arah layar ponselnya yang tiba - tiba menyala. Yahh.. ponsel barunya juga dari Nal , termasuik nomor ponselnya, email semua baru. Benar - benar ia seperti buronan. Terlihat pesan dari Nal ia mengabari bahwa Lora telah di penjara. Dan bilang mungkin Vi bisa bernafas lebih lega karna ini. Mungkin geraknya bisa seleluasa dulu, tapi.. bagaimana Rafka ? Mengetahui fakta bahwa sebenarnya perempuan yang dijodohkan olehnya ternyata musuhnya sendiri. Namun.. terakhir kali mereka bertemu, Rafka seperti sangat membencinya bukan ? Benar ini semua bukan salah Rafka, ini karna dirinya yang sok pamer pada kekuatanya. Harusnya dari awal Vi tidak memberitahu Rafka, harusnya dari awal ia tidak usah menyembuhkan Bunda Rafka. Hingga Rafka tidak berharap padanya. Bahkan berekspetasi apapun, ya.. semuanya salahnya. Wajar bukan Rafka sangat membencinya? Rafka juga berhak untuk bahagia. Sebenarnya Ia tidak ingin Rafka tau apa yang terjadi saat dirinya di sekap, semuanya sudah berlalu. It will pass, walaupun menakutkan ternyata tuhan masih baik untuknya. Tidak ada apapun yang terjadi, walaupun sebenarnya Vi lebih ingin dia meninggalkan dunia ini. Tidak ada yang menunggunya? tidak ada alasan untuknya tetap bertahan hidup bukan ?

***
Mata Rafka berkaca - kaca. Air matanya mengembang, ia masih terperanjat kaget dengan apa yang di ceritakan Nal. Semua yang di alami Vi saat di sekap. Ya.. akhirnya Rafka mengetahuinya apa yang dilalui Vi. Perempuan itu.. ",boleh gua tau dimana dia", ujarnya di ikuti dengan tetesan air mata dari mata kanan.
    ",sebaiknya lo gak usah ketemu", kata Nal dengan tegas. ",gua udah urus semuanya untuk Vi, lo udah gagal untuk jagain dia. Lebih baik lo diam urusin perusahaan keluarga lo, itu kan yang terpenting", lanjut Nal tegas.
Rafka tertunduk lesu, ia menghela nafas dalam - dalam. Ia memejamkan matanya tak sanggup sekali Rafka membayangkan bagaimana situasi yang di alami Vi sendirian. Ketakutan.. kesakitan. Dan Rafka sama sekali tidak mengetahui apapun. Terakhir kali bertemu pun Rafka enggan berbicara dengan Vi. Ia malah mengusir gadis itu.
Parahnya lagi ia sama sekali tidak menanyakan apa yang terjadi, ia terlalu tenggelam dalam egonya. Hingga tidak peka terhadap sekitar.
    ",kalo gua bisa nemuin Vi, lo gak boleh halangin gua untuk ketemu",
   ",silahkan", kata Nal singkat. "Itu gak akan pernah terjadi", lanjutnya.
Nal lalu bangkit dari kursinya dan beranjak pergi.
   ",ketika gua ketemu tolong kasih gua kesempatan buat perbaikin semuanya Nal",
   ",terlambat Raf, semuanya udah kejadian", ujar Nal lalu membuka pintu pergi berlalu.

IN TIME :  HallucinationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang