Chapter 9

8 0 0
                                    

Suara mesin dirumah sakit, ia sangat membencinya. Beberapa kabel terpasang di tubuh bundanya, Rafka hanya bisa melihat dari jendela yang berada di luar ruangan, beberapa kali dokter dan perawat mengisyaratkan untuk menempelkan kembali alat pacu jantung. Garis pada kotak itu tetap lurus, tidak menjukkan gelombang normal detak jantung ibundanya. Air matanya sudah mengembang, siap jatuh kapan pun. Dimana Vi ? Kenapa ia tidak bersamanya sekarang ? Apa karna Lora melabraknya, Vi jadi menghilang tanpa jejak ? Hanya itulah hal yang ada di benak Rafka. Jika Vi ada disini, pasti Vi bisa menyelamatkan Bunda seperti sebelumnya. Rafka belum siap jika harus kehilangan orang yang paling dekat denganya. Dunianya terasa makin hancur saat ia melihat dokter mengelengkan kepalanya, dan menyuruh perawat untuk mencatat waktu sekarang ditambah perawat mulai menutupi wajah Bunda dengan selimut.
  Air matanya mengalir deras, tubuhnya agak terhuyung karna adiknya memeluknya sambil menangis tersedu - sedu. Bahkan diikuti dengan jeritan. Adiknya memeluk Rafka dengan cukup kuat. mereka menangis saling berpelukan. Menangisi orang terkasih yang baru saja pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.

***

Rafka terduduk di samping tempat tidur bunda, tatapanya kosong. Beberapa jam lalu bunda sudah di makamkan. Isak tangis masih terdengar dari dalam ruangan itu. Bukan tangisnya, namun tangis adiknya Ingka. Rasa sesak di dadanya masih terasa. Tanganya mendekap ketubuhnya, rumahnya terasa sangat sepi karna bunda sudah pergi. Kenapa seperti ini rasa sakitnya..  Rafka sama sekali tidak menduga ini, Bunda masih sehat sebelumnya. Kenapa ketika Vi menghilang Bunda drop bahkan sampai pergi untuk selamanya. Kemana Vi ? Kemana dia pergi

***
   "Pergi" ujarnya dengan tatapan datar. Nafas Vi terengah - engah air matanya mengembang. "Raf... aku minta maaf"
  "pergi" ujar Rafka  lagi tanpa menatap Vi.
  "Aku butuh bicara sama kamu, soal masalah perusahaan kamu. Dengerin aku dulu. Penjelasan aku kenapa aku ngilang". Paksa Vi.
Rafka menoleh ke Vi dengan cepat. matanya terbelalak ekspresinya menjadi berubah marah. "Lu pikir ada yang lebih penting dari Bunda ? Lu ngerti gak si gua baru kehilangan Bunda ?". Bentak Rafka nada bicaranya tinggi mungkin beberapa orang disekitarnya mendengar bentakan Rafka. dan terlebih matanya masih menatap tajam Vi.

 ".orang yang dari dulu gak pernah punya keluarga,gak akan bisa ngerti rasanya kehilangan gimana ", lanjutnya. Rafka lalu pergi berlalu meninggalkan Vi.

Vi ingin mengikuti langkah Rafka, namun ia di tahan oleh Nal. Tanganya di genggam erat oleh Nal, Vi menoleh ke arah Nal Wajahnya mengisyaratkan untuk Nal melepas genggaman tangannya. Namun Nal enggan, "kita pergi". Kata Nal sambil menariknya pergi tanpa persetujuan dari Vi.

Mereka berdua melangkah pergi dari apartemen Rafka, genggaman tangan Nal begitu erat, tidak sepatah kata pun ia katakan setelah mengajak Vi untuk meninggalkan tempat Rafka. ekspresinya juga datar tidak bayak yang bisa ia tangkap dari wajah Nal. setelah berada di dekat mobilnya Nal membuk kan pintu mobil untuk Vi dan mempersilahkan Vi untuk masuk dan menutupkan menutupkan pintu mobilnya. Nal begitu baik, Bahkan Nal lah yang menyelamatkan nyawa Vi, ingatan Vi kembali saat ia di sekap oleh musuh - musuh Rafka. Sebelum pingsan Vi melihat siluet seseorang. Ternyata itu adalah Nal, Vi pingsan sebelum melihat siapa yang di hadapanya. Saat bangun ternyata Vi sudah ada di rumah sakit bersama Nal. Nal duduk disampingnya menatapnya dengan wajah cemas.
Saat ingin bangun dari posisinya, Nal menyuruh Vi untuk tetap berbaring, namun Vi enggan, lalu Nal membantu Vi untuk bangkit dari posisinya berbaring, Nal membenarkan posisi bantal agar Vi bisa bersandar di ranjang. Posisi Nal sekarang duduk tepat di samping Vi. Lebih tepatnya duduk bersama di ranjang rawat Vi. Nal mengenggam tangan Vi. Menanyakan bagian mana tubuh Vi yang masih sakit. Ia juga berharap Vi bisa bercerita semuanya. Ketika Vi menceritakan dengan detail dengan apa yang terjadi padanya, dan bagaimana cara Vi untuk kabur dari tempat itu. Nal hanya memasang wajah datar namun tetap fokus dengan apa yang Vi ceritakan, tanpa memotong perkataan Vi tanpa kebingunggan dengan kata- kata Vi yang kadang tertatih. sejujurnya Nal sudah tau dengan apa yang terjadi pada Vi. Saat Vi pertama kali di bawa ke rumah sakit olehnya. Nal meminta semua pemeriksaan dilakukan termasuk hasil visum, saat semua hasilnya keluar Nal sangat marah dan kecewa, bahkan dirinya sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya jadi Vi dengan apa yang dia lalui saat ini. tanganya mengepal kuat Nal lalu berteriak mengeluarkan sebagian emosi marahnya. apa yang dia pikirkan kegelisahan terjadi bahkan jauh lebih parah. 

IN TIME :  HallucinationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang