Chapter 8

3 0 0
                                    

    Pandanganya buram, matanya masih berat untuk terbuka. Didalam ruangan sangat minim cahaya, remang - remang. Sesosok pria mendekat padanya, sepertinya sadar bahwa dirinya bangun. Siapa dia ?, kenapa kepalanya begitu sakit. Tanganya tak bisa bergerak  kaki pun sama rasanya. Terikat, tangan kakinya dan badanya terikat. Ia pun tidak dapat membuka mulutnya. Karna mulutnya disumpal  ditutup rapat dengan lakban. Apa yang terjadi sebelumnya sama sekali sulit di ingat, kali ini matanya di tutup. Hanya telinganya saja indra yg bisa ia gunakan. peredaran darahnya seperti tidak lancar karna tubuhnya yang terikat begitu erat.
   ".kamu akan terus menerus disini nona. Jika kamu gak bisa kerja sama dengan kita". Kata laki-laki yang menutup mata Vi.

***

Jarinya dengan cepat menekan tombol di keyboard. Matanya yang merah seperti nyaris hampir keluar melototi layar monitor di hadapanya. Jarum jam menunjukan pukul jam 3 pagi,
   "Dimana?" Ujarnya Ia sedikit frustasi, beberapa kali matanya melirik ke ponselnya. Tapi ponsel di layarnya tetap mati. Tanganya memegang dahinya. ". Vi where are you ?". Kata Nal dengan pasrah.
Pikiranya tak menentu, sudah seminggu gadis itu hilang tanpa kabar. Nal pergi kerumahnya tidak ada, ke tempat part timenya tidak ada. Bahkan Raka bilang Vi sama sekali tidak datang untuk bekerja, dihubungi pun tidak bisa. Jantungnya berdegub tak menentu. Perasaan khawatir, cemas bercampur menjadi satu.
   Kemarin ia sudah menemui Rafka, tentang keadaan Vi. Soal Vi yang hilang. Ternyata Rafka juga sedang mencari - carinya. Sorot mata rafka tampak putus asa, Rafka bilang ia sudah mencari kemana pun sama seperti Nal. Bahkan Rafka meminta semua kontak teman - teman Vi tapi tidak ada yang mengetahui Vi. Key sempat panik karna Rafka yang mencari Vi dengan penuh kecemasan, tapi Rafka membuat kebohongan kecil agar sepupunya itu tidak panik dan ikut cemas juga.
Sekarang Rafka sedang berada di rumah sakit, tiba -tiba bunda Rafka pingsan. Saat itu Rafka sedang bersama Nal untuk mencari Vi.

   Nal tau pasti pikiran Rafka sedang kacau tak menentu, di satu sisi ia khawatir dengan Vi. Namun Bundanya juga kondisinya tidak kalah menghawatirkan. Nal menyandarkan bahunya ke kursi, sudah berapa jam Nal melacak keberadaan Vi. Beberapa petunjuk di temukan, namun tetap tidak menunjukan letak pasti lokasi Vi berada.
Kemudian... terdengar suara getaran dari ponsel Nal yang ia letakan di atas meja. Di ponsel menunjukan sebuah pesan dari Rafka.
  Disana Rafka mengabari bahwa Bundanya sedang berada dalam kondisi kritis, disebabkan oleh serangan jantung. Ring yang ada di jantung Bunda Rafka tidak dapat berfungsi dengan normal. Entah apa penyebabnya. Terlintas dalam benak Nal apakah memang ada kaitanya dengan menghilangnya Vi ?

***
Tangannya terikat terus berusaha menggapai sisa pecahan botol di sekitarnya. Matanya sudah dibuka kembali, tempat yang berbeda dari saat ia tersadar pertama kali. Aliran darah terasa mengalir di tanganya yang ikut terluka karna ingin mengores tali. Tidak peduli seberapa sakit itu, yang terpenting adalah ia harus kabur dari sini. Badanya penuh dengan luka - luka. Beberapa jam yang lalu, kepalanya di pukul dengan botol hingga botol itu pecah. Karna Vi terlalu banyak memberontak, ia harus memberontak. Matanya tertutup, mulutnya di sumpal. Kedua tangan dan kaki  bahkan badan terikat. Tetapi ada rasa seseorang meraba tubuhnya, membuka paksa pakaianya. Baik atasan maupun bawahan yang ia pakai. Kesabaran orang itu habis lalu memukulnya setelah itu Vi tidak ingat apalagi yang terjadi. Badanya begitu terasa remuk, ya.. dia di culik oleh peneror Rafka. Ia seharusnya mengikuti tes, berangkat ketempat tes. Namun ketika di pertengahan jalan, tanganya di tarik. Hidung dan mulutnya di paksa mencium sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Ponselnya entah hilang kemana Vi sama sekali tidak ingat. Langkahnya kini tertatih tanpa alas kaki, ia berhasil melepaskan semua ikatan yang ada di tubuhnya lalu keluar dari gubuk tempat ia di sekap. Vi buta arah, ia tidak tau harus kemana, yang jelas ia harus pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Sudah berapa hari lamanya ia disini? Jam berapa sekarang ? Sampai tak kenal siang dan malam saat ia disekap.

  Tanganya dingin gemetar, menahan rasa sakit karna terluka. Kakinya juga gemetar ketakutan, jalanan setapak dengan semak- semak yang cukup rimbun. Apakah ia bisa keluar dari sini ? Apa ia bisa menemukan orang untuk di mintai pertolongan ? Gelap... sangat gelap, entah jam berapa sekarang, pikiranya begitu frsutasi. Perasaan takut, cemas semuanya menjadi satu. Lututnya yang lemas dan gemetar akhirnya tak mampu menopang badanya, ia jatuh tersimpuh. Pikiranya hanya pasrah. Entah akan di temukan oleh orang - orang jahat itu lagi. Atau selamat, badanya sangat lemas tak bertenaga.
  Pandanganya agak buram, matanya menyipit ketika lampu mobil sekilas menyorotnya. Siapa ? Mungkinkah dirinya bisa meminta tolong pada orang tersebut ? Atau mungkinkah orang itu salah satu dari penjahat itu? Ia menyeret kakinya yang lemas untuk bersembunyi di balik semak - semak. Ia tidak ingin di temukan oleh siapapun sungguh, jika harus berakhir hidupnya bolehkah ia tidak harus merasakan sakitnya ? Ia hanya ingin terlelap tanpa rasa sakit. Suara rumput yang terinjak, juga semak - semak yang di belah oleh orang itu yang berjalan semakin mendekat, tapi kedua kelopak mata Vi semakin berat tak sanggup menahan terlalu lama. Bayangan dari sesosok laki - laki terbias karna lampu mobil yang masih menyala, juga dengan suara mesin mobilnya. Beberapa menit kemudian siluet sosok itu berada di hadapanya, Vi mendongak untuk melihat sosok itu, namun pandangan buram. Dan beberapa detik kemudian menjadi gelap. Ia masih bisa mendengar, tapi ia sulit mengenali apa yang ia dengar. Mungkinkah ia selamat atau sebaliknya. Vi sudah pasrah. 

IN TIME :  HallucinationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang