"Nifa, tanganmu sudah baikan?"
"No, but Alhamdulillah."
Ini adalah percakapan singkat di antara waktu istirahat mereka di kandang quda.
Selepas pertempuran singkat dengan Tante Kelly dan kroconya, semua kini beristri Rahmat, eh maksudnya istri Ahmad, eh istri rakyat, Rajat, Fajar, RAHAT. Di sebuah bangunan tua yang kotor namun masih bisa ditempati. Sebut saja kandang Jean.
(Y/n) melepas jubah Akatsukinya yang kini dipenuhi oleh motif Megamendung, eh maksudnya debu kotor dan cipratan darah manusia, yang gak sengaja ia bunuh tadi.
Ya, gak sengaja kok, suwer.
Dirinya menghela nafas. Memperhatikan noda darah berbentuk awan merah yang menempel pada sisi jubahnya itu. Perasaan tak enak menyelimuti dirinya. Dikarenakan,
"Aku gak punya Rinso, gimana ini bang?"
Yeu si Tante, kirain sedang merenungi perbuatannya tadi. Ternyata emang gak ada rasa bersalah ya. Misi menabung amal, gagal.
Berbeda dengan Tante satu ini. Dari tadi, titisan Pico ini terus melototi sari roti isi srikaya yang digenggamnya. Dimakan kaga, dijadikan tempat singgahan para lalat iya.
Coba, anak baik sepertinya mana mungkin hedsot pala orang terus santai-santai aja. Pasti kepikiran dong. Wah, dosa gak nih, tanganku udah kotor nih, tanganku tak suci lagi, aku bukan anak baik lagi, aku adalah penjahat, begitulah.
Padahal, siapa tau kalau suatu saat dia mokad akan bertemu Bayu dan diberikan kesempatan hidup untuk menabung amal hayo. Tapi jangan disia-siakan seperti mc kita satu ini.
"Armin, tanganmu itu sudah terlanjur kotor. Kau takkan bisa kembali seperti dulu lagi."
Begitulah nasehat yang diberikan oleh kapten kita, Levi bin Sumarni, eh Sumaryati. Padahal tinggal cuci aja tu tangan pakai laifgirl, bersih dari kotoran dan kuman deh. Korona pun ketar-ketir.
"Kenapa kau bicara seperti itu?" Mikasa bertanya.
"Terimalah lagu ini, dari gembel biasa.g, terimalah dirimu yang baru. Kalau tanganmu masih bersih sampai sekarang, saat ini pasti Siquda, maksudnya Jane eh Jean tak ada di sini, kan?"
Hening seketika. Hanya ada nyamuk-kun ngiung ngiung yang membuat (Y/n) ingin minggat. Suasana di sini mirip seperti saat-saat rumahnya pingsan listrik. Gelap dan hanya diterangi cahaya lilin. Bukan buat ngepet ya hadirin hadirot.
"Kau bisa langsung menarik pelatuknya, karena temanmu akan dibunuh. Armin, berkat kau yang berani mengotori tanganmu, kita jadi tak kehilangan satu rekan kita."
"Terimahutang."
Levi kemudian bangkit dari kuburnya. "Baiklah. Saatnya kita mendengarkan omongan mereka."
Seorang pak tua yang menculik Eren dan Historia, aka Jane dan Armina eh Jean dan Armin tadi, kini sedang menatap Levi penuh cyntah dengan mulutnya yang masih terikat. Dan begitu dirinya dipersilahkan untuk berbicara, kalimat protesan yang pertama keluar.
"Hei bangsad, gasopan ajg sama pak tua. Lepasin ga?!"
Eh, salah.
"Tunggu dulu, aku ini hanya seorang pak tua yang mereka Opah eh upah untuk mengangkut barang!"
"Aku pernah bertemu denganmu." Mikasa berujar, membuat si pak tua tersentak kaget. "Di kota itu, mereka memanggilnya Jaenudin."
Bos, Mikasa, bos.
"Ah aku tau. Kau Dinda Reeves, kan!" (Y/n) yang merasa ingatannya sebesar gajah pun menebak dengan soktau. Pak tua tersebut pun kini henshin menjadi Bu tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Ackerman Siblings | Shingeki no Kyojin
FantasyPernahkah kalian membayangkan jika seorang Prajurit Manusia Terkuat itu memiliki adik perempuan? Ya, adik kandung. Bukan adik tiri apalagi adik pungut. Ga lucu kan gembel mungut gembel. Ini adalah kisahnya. (Y/n) Sumaryati, Siswi SMA dengan seribu...