Tak terasa, hari sudah malam. Api unggun yang digunakan untuk memasak sup menerangkan tempat bermalam mereka yang gelapnya laksana hidupku tanpa deretan husbu.g
Hutan dengan pepohonan rindang yang menghalangi cahaya sang rembulan. Hanya ada kesunyian dan hawa dingin mencekam. Andaikata ini di Indonesia, tentu saja genrenya akan menjadi horor.
Ya, meski datang rame-rame, sekelompok remaja dan lansia awet muda yang sedang berkemah ini dari tadi sunyi bak kuburan mantan. Hanya bisa diam mengikuti bagaimana alur hidup berjalan. Tanpa ada satupun yang memulai obrolan.
Dimaklumi saja. Ini bukan rombongan sekolahan, melainkan dua kubu yang bermusuhan berabad-abad, yang dipaksa bekerja sama demi kelanjutan cerita. Wajar suasananya tegang dan penuh kewaspadaan. Hanji yang sedang memasak sup saja dibuat tak tenang dengan pelototan yang menyerupai guru Matematika itu.
Sampai satu pernyataan singkat yang tiba-tiba diutarakan oleh Jenderal Magath memecah keheningan sekaligus memulai debat berkepanjangan yang sukses melibatkan berbagai oknum. Bahkan ada yang hampir baku hantam karenanya. Beruntunglah Hanji segera melerai, dan mempersilahkan anggotanya makan malam dulu. Berantemnya nanti lagi.
Kecuali satu yang sedang tertidur pulas bak di istana kerajaan ini. Yang sepertinya takkan terbangun meski ada hujan badai longsor banjir ataupun gempa bumi. Hanya suara dentingan sendok dan piring yang bisa membangunkannya.
Eh eta mah kucing tetangga.
Benar, lansia pneumonia kita, Yth. Tante (Y/n) Sumaryati, yang tidurnya seperti orang mati. Sampai-sampai membuat seekor Levi terkagum-kagum karena adu bacot yang cukup ribut tadi tak mengganggunya sama sekali.
Sepertinya harus ada kekerasan dulu baru beliau bangun.
Levi menikmati supnya sembari menonton Hanji dan tomodachi yang sedang mendengarkan perkataan Yelena. Wanita tinggi itu sedang wisata masa lalu. Kerennya lagi dia bisa menceritakan seluruh rahasia negara dengan detail bak seorang cenayang. Bahkan sampai-sampai membuat Reiner yang sudah depresi semakin depresi karena perasaan bersalah atas terbunuhnya Marco.
Ngomongin Hanji dan friend-friend, sekarang mereka duduk melingkari api unggun. Sementara Levi mojok di belakang menemani adiknya. Jika dilihat dari jauh beliau ini persis seperti anak introvert yang tak punya sirkel.
Oh, kasihan, oh kasihan, aduh kasihan.
Brak!
Ketenangan di malam itu kembali sirna tatkala Jean dengan mendadak berlari dan menerjang Reiner yang sedari tadi terus menggumamkan kata maaf. Berkali-kali memukul wajahnya hingga tak ada wajah/hah. Yang lain pun harus turun tangan untuk mengompori.
Eh maksudnya menenangkan.
“Oi, Jean!”
“Berhenti!”
Gabi tiba-tiba datang dengan beraninya. Menjadikan dirinya tameng untuk melindungi sang remaja emas dari tendangan maut Jean, hingga membuat pelaku sesaat berhenti. Falco menyusul dari belakang membantu sohibnya. Bocil kematian yang sudah tercerahkan ini akhirnya meminta maaf, dan mengakui penyesalannya. Ia bahkan sampai bersimpuh dan memohon bantuan.
“Berisik,” keluh Levi malas. Wajahnya datar namun tampak lebih lelah dari biasanya. Jika ingin, mungkin ia akan menghentikan mereka dengan cara yang sama seperti yang ia lakukan pada Eren dan Jean dulu.
Tapi jangan sampai ada pertengkaran, nanti adiknya bangun gara-gara penasaran.
“Aku ketinggalan apa, nih?”
Tuh, kan.
Levi menoleh. (Y/n) sudah bangkit dari gerobak. Meski tertutup oleh perban, sang kapten dapat merasakan raut wajahnya segar seperti dirinya yang biasa ketika melihat ada baku hantam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Ackerman Siblings | Shingeki no Kyojin
FantasyPernahkah kalian membayangkan jika seorang Prajurit Manusia Terkuat itu memiliki adik perempuan? Ya, adik kandung. Bukan adik tiri apalagi adik pungut. Ga lucu kan gembel mungut gembel. Ini adalah kisahnya. (Y/n) Sumaryati, Siswi SMA dengan seribu...