Chapter 9

540 82 19
                                    

Happy Reading



Kini mobil Kak Ridho telah sampai diparkiran rumah sakit, ketiganya langsung keluar dari mobil dan mulai berjalan memasuki rumah sakit tempat Alwi biasa chek up.

Tok ... Tok ... Tok

Terdengar suara dari dalam yang menyuruh mereka bertiga untuk masuk. Ketiganya pun langsung masuk ketika sang pemilik ruangan telah menyuruh masuk.

"Assalamu'alaikum," salam ketiganya.

"Wa'alaikumussalam, eh kalian udah sampai," jawab sang Dokter, yang tak lain dan tak bukan adalah Dokter Regan.

"Silahkan duduk," lanjutnya mempersilahkan ketiganya duduk.

"Baik dok." ketiganya lalu duduk.

"Ada keluhan apa Wi?" tanya Dokter Regan.

"Hm ... kepala Alwi jadi sering pusing dan kelelahan. Tadi juga waktu di sekolah tiba-tiba mata Alwi memburam, Dok," jawab Alwi dan kedua Kakaknya hanya menyimak saja.

"Yaudah kalau gitu kamu baring dulu disana, biar dokter periksa," titah Dokter Regan.

"Baik dok." Alwi pun langsung berjalan menuju brankar lalu membaringkan tubuhnya disana.

Dokter Regan mulai memeriksa keadaan Alwi. Setelah selesai Alwi dan Dokter Regan kembali ke tempat duduk masing-masing.

"Jadi gimana Dok keadaan adek saya?" tanya Kak Ridho to the point.

"Kanker yang dimiliki Alwi sudah mulai menyebar keseluruh tubuh, bahkan sudah kemata. Maka dari itu Alwi lebih cepat capek dan pusing serta mata yang memburam," jelas Dokter Regan.

"Jadi saya sarankan agar Alwi di kemo," lanjutnya.

Mereka bertiga yang mendengarnya hanya bisa membuang napas berat.

"Tapi dok kalau Alwi kemo emang bisa sembuh?" tanya Alwi.

"Itu belum tentu Alwi, karena kemungkinannya sangat kecil mengingat kanker kamu sudah stadium akhir."

"Lalu apakah ada resikonya Dok?" kali ini Kak Ridho yang bertanya.

"Tentu, setiap kemo itu ada resikonya," jawab Dokter Regan.

"Dan resikonya pun cukup berbahaya."

"A--apa resikonya Dok?"

Dokter Regan mengehela napas sebelum berkata "resikonya adalah kematian."

Deg

Detak jantung mereka seperti berhenti setelah mendengar perkataan dokter.

"A--apa tidak ada pilihan lain Dok?" tanya Kak Ridho gemetar dan Dokter Regan membalasnya dengan gelengan.

Kak Tammy pun lagi-lagi meneteskan air mata mendengar penuturan Dokter Regan, sedangkan Alwi dan Kak Ridho hanya bisa membisu.

"Kalian tenang saja, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan Alwi. Karena saya sudah menganggap Alwi seperti anak saya sendiri," kata Dokter Regan memberi ketenangan. Mereka bertiga mencoba tersenyum.

"Makasih, Dok."

"Yaudah Alwi kamu jangan terlalu kecapean dan banyak pikiran ya. Itu bisa mengganggu kesehatanmu," pesan Dokter Regan.

"Dan ini resep obatnya."

"Baik, Dok. Sekali lagi makasih," tutur kak Ridho mewakili.

"Iya sama-sama ini sudah menjadi tugas saya." Dokter Regan tersenyum dan dibalas pula ketiganya.

"Yaudah Dok, kalau gitu kami pamit, Assalamu'alaikum."

"Silahkan, wa'alaikumussalam."

Ketiganya pun berjalan keluar ruang Dokter Regan. Disetiap jalan hanya ada keheningan yang menyapa. Tanpa ada satupun yang mau memulai pembicaraan. Keheningan itu sampai ketika mereka sampai di mobil.

Dimobil masih saja hening, sampai ketika Kak Ridho memulai membuka pembicaraan.

"Udah enggak usah diem-dieman," ujarnya.

"Yee! Yang diem-dieman siapa? Orang Tammy lagi nungguin kalian bicara duluan," kata Kak Tammy berusaha mencairkan suasana.

"Ya kali cewek dulu yang mulai bicara. Dimana-mana itu cowok dulu yang bicara baru cewek."

"Enak aja, yang ada itu cewek duluan yang ngomong baru cowok," sahut Alwi yang juga ikut-ikutan.

"Hadeh punya adek gini amat," gumam Kak Ridho.

"Benerkan Kak?" tanya Alwi berharap Kak Ridho membelanya.

"Udahlah Wi mau kamu jawab gimana juga cewek mah selalu bener dan cowok selalu salah," timpal Kak Ridho dan Alwi yang mendengarnya hanya mendengus, berbeda dengan Kak Tammy yang tersenyum penuh kemenangan.

"Tuh dengerin," ejek Kak Tammy.

"Ish! Kak Ridho mah bukannya belain Alwi malah belain Kak Tammy," kesal Alwi.

"Percuma Wi kalau kakak belain kamu. Pasti ujung-ujungnya kita juga yang kalah," ujar Kak Ridho.

"Wlek! kaum cewek emang selalu bener dan kaum cowok itu selalu salah!" Kak Tammy semakin gencar mengejek Alwi.

Sedangkan, kedua lelaki itu hanya mendengus kesal dan menatap Kak Tammy dengan sinis.

"Serah," ketus keduanya.

"Yeee! ketus amat pak." setelahnya, suara tawa Kak Tammy pecah.

Kak Ridho dan Alwi hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan saudara perempuan mereka. Di setiap perjalanan tak ada lagi keheningan. Kini perjalanan mereka dipenuhi canda tawa. Beban yang selalu mereka pikul masing-masing seakan lenyap begitu saja.

Tbc

Bertahan Lalu Pergi✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang