Chapter 23

370 59 11
                                    

Happy Reading





Jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan telah Alwi lewati. Hingga tak terasa, besok adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Hari dimana besok, ia akan lomba puisi. Hari-harinya kini lebih berwarna dibandingkan hari-harinya yang lalu. Tentunya, itu semua berkat kesadaran kedua orangtuanya. Seperti malam ini, makan malam yang biasanya sunyi, kini terisi oleh canda tawa Alwi dan keluarganya. Tak ada lagi percakapan penuh amarah, kini hanya ada percakapan penuh kekeluargaan.

Alwi begitu bersyukur atas nikmat Tuhan kali ini. Setiap malamnya, ia tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan yang maha esa. Segitu bersyukurnya dia.

"Oh iya, Yah, Bun." atensi kedua orang tua Alwi sepenuhnya kepadanya.

"Iya, sayang. Kenapa?"

"Hm, Alwi ... Alwi mau minta kalian datang diacara sekolah besok, boleh?" Alwi berharap kali ini orang tuanya mau, sebab mengingat yang lalu-lalu orang tuanya terus menolak.

Tetapi, jawaban kedua orang tuanya kali ini tak membuatnya kecewa, ia tersenyum bahagia "Iya dong, Sayang. Kami pasti datang."

"Beneran?" kedua orangtuanya mengangguk.

"Yey!" sorak Alwi. Keluarganya yang melihat itu, tersenyum hangat.

"Ciee ... yang besok mau lomba, Kak Tammy mau ikut lihat juga dong," goda Kak Tammy.

"Lah? Bukannya Lo emang satu sekolahan sama Alwi ya, Tam? Otomatis Lo pasti datanglah!" sela Kak Ridho.

"Eh, iya juga ya," ucap Kak Tammy menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Semua pun tertawa, sungguh suasana yang menyenangkan dan penuh kehangatan keluarga.

Tak butuh waktu lama, kini semua telah  menyelesaikan makan malam mereka. Setelah seorang ART dirumahnya membersihkan meja makan, Alwi dan yang lainnya berjalan menuju ruang keluarga untuk sekedar mengobrol santai.

"Ayah, Bunda, temanin Alwi tidur malam ini, boleh?"

Ayah, Bunda dan kedua kakaknya menatap Alwi sedikit aneh, belakangan ini Alwi terlihat manja sekali kepada kedua orangtuanya. Biasanya kalau sedang sakit saja, tapi kali kini berbeda. Tak ambil pusing, mereka hanya mengiyakan ajakan Alwi. Lagipun mereka tak keberatan sama sekali.

"Boleh, dong. Ayah dan Bunda seneng malah," balas Ayah.

"Yes, makasih Ayah, Bunda." Alwi memeluk tubuh kedua orangtuanya seakan tak ingin melepaskannya.

"Yaudah, bobo yuk! Besok kalian harus sekolah," ujar Bunda dan diangguki patuh yang lain, tanpa bantahan sedikitpun.

Sesampainya didepan kamar Alwi, Bunda dan Ayah pamit mengganti baju tidur terlebih dahulu. Alwi hanya mengangguk setuju, dan masuk terlebih dahulu untuk mengganti bajunya juga.

Dikamar mandi Alwi termenung, lagi-lagi tetesan darah keluar dari hidungnya. Penyakitnya sudah parah, walau ia sudah melakukan kemo tetap saja itu semua percuma bagi Alwi.

Inilah alasan dibalik sikap manjanya, ia hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan bermanja-manja kepada kedua orangtuanya.

"Alwi harap masih bisa berlama-lama menemani kalian, Alwi juga berharap Tuhan tak mengambil nyawa Alwi dengan cepat."

Asik melamun, ia sampai tak sadar sudah terlalu lama dikamar mandi. Itu menimbulkan kekhawatiran kedua orangtuanya yang sudah sampai dikamarnya, segera mereka mengetuk.

Tok ... Tok ... Tok

"Alwi! Kamu didalam, sayang?" kalimat itu menyadarkan Alwi dari lamunannya. Segera mungkin ia membersihkan darah di hidungnya, lalu keluar agar kedua orangtuanya tak tambah khawatir.

Bertahan Lalu Pergi✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang