Chapter 16

330 71 4
                                    

Happy Reading



Disinilah Alwi sekarang, dikamarnya. Ia masih memikirkan tentang beasiswanya itu. Oh ayolah, dia sangat pusing sekarang.

"Huft ... gimana ya cara nolaknya?"

"Bukannya aku enggak mau, ini 'kan kesempatan bagus buat aku. Tapi mengingat kata dokter waktu itu, aku jadi enggak yakin masih hidup sampai tahun depan," gumam Alwi.

Alwi beranjak dari duduknya lalu menuju balkon kamarnya. Ia duduk di bangku lalu menatap bintang-bintang yang tersebar luas dilangit, meninggalkan kesan indah. Jangan lupa bulan yang sangat terang benderang, yang menambah kesan indah malam ini.

Alwi sangat menikmati angin malam, serta keindahan malam ini. Bebannya seakan lenyap setelah melihat keindahan langit malam ini.

"Maa syaa allah ciptaan Allah memang tidak ada yang mengecewakan," kagum Alwi.

Setelah itu, ia sibuk memperhatikan langit malam ini. Ia ingin melupakan sejenak beban-beban pikiran yang bisa membuat ia drop nantinya. Ia tak ingin menyusahkan kedua kakaknya itu lagi.

***

"Kak," panggil Alwi setelah sekian lama hening.

Ya mereka kini berada dimeja makan, dan seperti biasa mereka hanya bertiga. Kedua orang tuanya? Pastinya sudah pergi mengurus urusan masing-masing sejak pagi.

"Iya?" jawab kedua Kakaknya.

"Hm ... Alwi mau ngomong."

"Ngomong apa? Kalau mau ngomong ya ngomong aja, Dek. Enggak usah ragu gitu."

"Huft jadi sebenarnya ...,"

"Alwi dapat beasiswa ke jepang."

"Ya terus? Bukannya itu bagus?" kata Kak Ridho.

"Iya berarti kamu enggak perlu susah cari tempat kuliah 'kan?" sambung Kak Tammy.

"Iya sih ... tapi Alwi takut aja," ujar Alwi.

"Takut kenapa?"

"Takut kalau Alwi enggak bakal sempet buat memenuhi beasiswanya. Secara kata dokter 'kan umur Alwi udah enggak lama."

Kedua Kakaknya yang mendengar itu seketika tertegun. Memang benar, kondisi Alwi kini kian memburuk. Kemoterapi saja tidak cukup dikarenakan penyakitnya kini sudah memasuki stadium akhir. Yang berarti tidak banyak yang dapat dilakukan, selain selalu berdo'a kepada Allah untuk diberi umur panjang serta kesehatan.

"Dek, lihat Kakak."

"Jangan ngomong gitu ya, Kakak yakin kok Awi pasti sembuh," kata kak Ridho berusaha menahan tangis. Demi apapun ketika mendengar sang Adik berkata demikian, hatinya teriris. Sungguh,  Kakak mana yang tak sakit mendengar Adiknya berkata demikian?

"He'em, Kak Tam juga yakin Alwi bakal sembuh."

"Jadi jangan bicara kayak gitu lagi ya, Kak Tam sedih."

"Umur enggak ada yang tahu, Kak," tutur Alwi tersenyum pedih.

"Alwi hanya takut aja bakal ngecewain pak guru yang udah amanahin Alwi beasiswa."

"Padahal masih banyak siswa atau siswi yang lebih berhak, dan mungkin lebih panjang umurnya dibanding Alwi."

"Jadi, kayaknya Alwi lebih baik nolak deh. Dibandingin nanti malah ngecewain orang," ucap Alwi serak. Jujur ia sangat sulit mengatakan ini, karena ia tak ingin kedua Kakaknya sedih. Tapi, mau gimana lagi ia tak ingin merahasiakan ini semua.

***

"Jadi keputusan kamu sudah bulat, Nak?" tanya pak Satya.

"Iya, Pak. Maaf sebelumnya kalau saya membuat bapak kecewa. Tapi, saya lebih baik buat bapak kecewa sekarang di banding nanti," balasnya.

"Lebih baik Bapak memberikan beasiswa ini kepada siswa atau siswi yang lebih layak," lanjutnya.

"Huft ... sayang sekali sebenarnya. Tapi, mau gimana lagi itu sudah menjadi keputusan kamu. Saya hargai keputusan kamu," pasrah Pak Satya.

"Terima kasih, Pak. Sudah ngertiin saya, sekali lagi maaf belum bisa memenuhi amanah dari, Bapak."

"Iya tidak papa. Saya ngerti kok, Wi." Pak Satya menepuk bahu Alwi pelan.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi. Assalamu'alaikum."

"Iya, Wa'alaikumussalam."

Alwi pun keluar dari ruangan sang guru. Ia tadi sampai disekolah langsung menuju kekantor, karena ia ingin membicarakan mengenai beasiswa tersebut. Alwi benar-benar menolak kesempatan emas tersebut, karena ia pikir ia tak mungkin bisa memenuhi beasiswa itu kejepang nantinya.

"Huft lagi-lagi aku buat orang kecewa. Sampai kapan ini bakal berlangsung?" gumamnya.

"Lebih baik aku kekelas sekarang, kedua sahabatku pasti sudah mencariku."

Dan benar saja sesampainya ia dikelas. Ia langsung diberi pertanyaan beruntun oleh kedua sahabat bawelnya itu.

"Ihhh, Alwi. Kok diam aja sih diajak bicara juga," kesal Cello.

"Tahu nih kita berasa ngomong sama patung." Suheil ikutan kesal.

Sedangkan Alwi hanya memutar bola mata malas. Gimana dia mau menjawab coba? Kalau pertanyaannya aja banyak banget, dia 'kan jadi pusing mau jawab yang mana.

"Gimana mau jawab kalian bertanya kek kereta api, cepet dan panjang banget." Alwi jadi ikutan kesel.

"Hehehe ya maaf 'kan kita khawatir sama kamu, Wi." keduanya langsung cengengesan.

"Hihihi yi miip kin kiti khiwitir simi kimi, Wi," ucap Alwi menyenye sembari mendengus kesal, sedangkan kedua sahabatnya langsung saja tertawa. Sereceh itu kah? Alwi juga enggak ngerti.






Tbc

Bertahan Lalu Pergi✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang