Tersadar aku ...

4 2 0
                                    

Tersadar aku dari sebuah lamunan. Ya, aku menghempas pikiranku yang terbang entah ke mana. Entah aku senang atau hanya terkejut saja, itu bukanlah yang penting sekarang. Yang terpenting ialah apa yang hendak aku dan Gita tuliskan? Mendadak seluruh kamus kata dalam otakku hilang, dipenuhi nama Gita di dalamnya. Aku benar-benar bingung dibuatnya. Tapi tunggu, apa sebenarnya aku salah tingkah, ya? Ah, tidak!

Aku mulai mengetikkan pesan untuk Gita, bertanya kesanggupannya untuk menjadi pasanganku dalam menarikan pena. Gita bersedia. Saat itu juga, kami mulai larut dalam diskusi yang panjang. Otakku buntu tiba-tiba. Rasanya, segala kerangka cerita yang aku usulkan tak ada yang pas. Sama halnya dengan Gita, ia seolah kehabisan ide untuk membuat kerangka cerita. Tak sedikit kami beradu argumen, larut dalam perdebatan yang panjang. Hingga pada akhirnya, kita bertemu pada satu rancangan kerangka cerita yang pas.

Otakku bekerja cukup keras. Berkali-kali mataku mengintip buku tebal berisi kumpulan kata. Aku seperti pena tanpa tinta, hendak menulis tapi tersendat-sendat. Ini hanya cerita pendek, tapi aku berasa menulis novel dengan ratusan halaman. Aku merasa waktu yang kugunakan untuk menulis kali ini sangat lama. Berkali-kali aku menulis lalu menghapus lalu menulis kembali, begitu seterusnya. Rasanya selalu tidak pas.

Aku membasuh wajahku dengan air, berharap fokusku bisa kembali seperti sebelum-sebelumnya. Setelah cukup lama berkutat dengan kata dan kawan-kawannya, dengan rasa percaya diri yang menciut aku mencoba mengirim hasil karyaku pada Gita. Ini saatnya Gita menyambung cerita. Tak lama, Gita berhasil menuntaskannya. Tak lupa, ia mengumpulkan hasil karya kami untuk diberi penilaian. Kalian tahu? Karya kami berhasil mendapat nilai sempurna. Setelah melalui proses yang panjang dan peluh yang bercucuran. Terima kasih kerjasamanya, Gita.

Lamongan, 10 Agustus 2021

Aku dan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang