Part 1- Awal

481 52 0
                                    

"Oooh aku merinduu~~~"

"DEWA BURU! KEBURU TELAT CUK!"

"On the way fansku~"

Nakula merutuki paginya seperti biasa, tiada hari tanpa Sadewa menyanyi di kamar mandi padahal Nakula sudah berulangkali memperingatkan kembarannya kalau di kamar mandi itu tidak boleh menyanyi, takut setannya ikut nyanyi. Tapi yang namanya Sadewa, mau dibilang bagaimanapun kalau sudah pengin ya bakal diterobos aja.

Setelah menunggu 15 menit akhirnya orang bernama lengkap Sadewa Birendra keluar dari kamar mandi. Ingin rasanya Sadewa mengumpat karena acara mandinya terganggu tapi saat melihat muka ditekuk kakaknya sontak ia berkata,

"Mandi sana kak! Udah Dewa siapin air-nya."

Nakula melengos masuk ke dalam kamar mandi dan benar saja uap air langsung menyapanya kala ia masuk. Seulas senyum tercetak, perhatian kecil dari Dewa jelasnya membuat emosi yang sedari tadi menggebu menjadi reda. Ia memang tidak bisa mandi dengan air dingin, bukannya ia lemah tapi memang tidak bisa.

Sadewa kini tengah mematut penampilannya di depan cermin. Tampan, adalah definisi yang ia sematkan dengan bangga. Ia kembali menyisir rambutnya, menimbang model rambut apa yang kali ini ia gunakan, "Model jidat aja kali ya? Lagi ngetrend kan?"

BRAK!!!

"Abang! Parfum Raden dihabisin sama Abang yaa!!"

Tanpa mengetuk, Raden membuka pintu kamar si kembar Nakula-Sadewa yang langsung dihadiahi teriakan Dewa.

"Lebay lo bang, udah selesai pake baju juga! Tanggungjawab beliin Raden parfum lagi gak!" Tuntut sang bungsu.

"Bukan gue yang abisin elah!" Elak Sadewa.

"Kan cuma Abang yang sering masuk kamar Raden!"

"Sering masuk kamar Lo bukan berarti gue pake parfum Lo ya. Enak aja main tuduh! Kakak tuh yang pake kemaren katanya mau ceng-cengin cewe!"

"Abang bohong yaa!! Kakak engga suka bau parfum Raden ya mana mungkin pake punya Raden!"

"Ish batu banget dibilangin ini anak, tanya kakak aja noh!"

Nakula yang baru selesai mandi pun bingung kala ia ditunjuk oleh Dewa. Ada apa nih?

Atensi Raden pun langsung beralih pada Nakula.

"Kakak pake parfum Raden?" Tanya Raden kalem.

"Anjir giliran nanya kakak aja kalemnya keluar." Sungut Dewa tidak terima.

"Suka-suka adek lah bang!"

"Eh udah, kenapa jadi ribut sih! Kakak minta maaf ya ke adek, kakak lupa bilang, kemaren parfum kamu kakak pake buat nyemprotin bajunya Abang yang bau comberan. Nanti kakak ganti deh." Ucap Nakula lembut, merasa tidak enak kala ia lupa bilang ke adek tersayangnya.

"Aaaaa sayang kakak!"

Sadewa berdecak sebal, bukan apa hanya saja ia agak 'sedikit' iri dengan Raden.

"Bundaaaaa!!!!"

...

Setelah acara persiapan berangkat sekolah akhirnya 3 bersaudara yang sempat heboh perkara parfum itu kini duduk diam menikmati sarapan mereka. Jam sudah menunjukan pukul setengah 7 tapi mereka bertiga masih sempat-sempatnya nambah sarapan.

"Bund, kakak mau nambah!"

"Abang juga!"

Telinga bunda bersiap menunggu suara si bungsu yang biasanya ikut-ikutan nambah tapi yang ditunggu malah bangkit dari duduknya.

"Raden berangkat dulu, ada piket." Ia mendekati sang bunda sambil menyadongkan tangannya.

"Bund, minta sangu."

"Den, kata kakak tangan di atas lebih baik loh daripada tangan di bawah." Celetuk Dewa yang langsung dihadiahi pelototan Nakula, kapan coba Nakula bilang kaya gitu?

"Ya udah, habis ini Abang engga usah minta sangu ke bunda." Balas bunda meledek Dewa.

Senjata makan tuan.

"Loh bund, engga gitu konsepnya!"

Arghhh Sadewa frustasi, kenapa jadi nyerang balik sih!

"Terus gimana dong?" Tanya bunda.

Nakula tertawa, jarang-jarang adik kembarnya bisa kicep, "Wa! Tau yang namanya mampus engga?"

"Itu gue! Puas Lo! Punya keluarga gini amat deh, cape gue... Dewa berangkat!"

"Sangunya Wa!"

"Uang Dewa yang kemaren masih sisa, Bunda kasih aja tuh sama Raden buat beli parfum!"

"Sering-sering aja ma bro!!"

"Sialan, dikasih hati minta jantung!" gumamnya, tapi lain diucap lain halnya dihati. Sadewa tersenyum setelahnya, setidaknya hanya itu yang bisa ia berikan pada adiknya.

"Wa!"

Langkah Sadewa terhenti, ia menunggu sang kakak berlari mendekatinya.

"Obat Lo nih!"

Ah iya obatnya, padahal ia sengaja meninggalkannya.

"Jangan lupa hari ini Lo ada jam olahraga."

"Yah... Lupa bawa baju olahraga." Ucapnya saat sudah melewati gerbang sekolah.

"Tinggal lari ke rumah buat ambil sih, rumah sama sekolah cuma 5 menit sampe kalo Lo lupa."

"Males lah kak! Udah ganteng gini masa lari, Dewa mau bolos aja deh."

"Eh ga boleh ya! Apaan bolos, nih pake kaos kakak aja."  Nakula menyodorkan kaos olahraganya pada adiknya.

"Nanti kakak gimana dong?"

"Kakak mau dispen nanti."

"Lah kakak bolos juga dong! Tadi bilangin Dewa engga boleh bolos."

"Bukan bolos Dewa tapi dispen."

"Halah sama aja bolos cuma namanya aja yang beda."

"Serah deh capek!"

"Jangan capek kak, Nanti engga bisa nemu adek kaya Dewa loh!"

RAINBOW [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang