Part 13- N for Nakula Birendra

257 40 1
                                    

Namanya Nakula Birendra, sang sulung satria Birendra. Penanggung beban tanggung jawab adik-adiknya setelah kedua orangtuanya berpisah.

Hal pertama yang selalu ia prioritaskan adalah kebahagiaan kedua adiknya.

Berawal dari 5 bulan lalu, kecelakaan pesawat sang bunda. Awal dari ia menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja waktu itu ia tidak egois dengan memaksa sang bunda hadir dalam perlombaan Raden mungkin sampai sekarang sang bunda masih hidup.

Setelah merelakan sang bunda, 2 bulan berlalu ia kembali terpukul dengan satu fakta lagi. Raden. Adik bungsu tersayangnya menyusul sang bunda. Hari Minggu tepatnya hari yang dimana mereka merencanakan jogging bersama di lapangan dekat rumah ayah mereka. Nakula yang kala itu sedang menginap akhirnya tetap tinggal di rumah untuk menuntaskan rasa kantuknya karena insomnianya yang tiba-tiba datang sedangkan Sadewa beserta Raden tetap berangkat sesuai rencana sembari membeli bakpao kesukaan Nakula.

Nakula terbangun begitu Sadewa tiba-tiba mendobrak pintu kamar lalu dengan cepat memeluk kembarannya. Satu hal yang disadari oleh Nakula. Baju Sadewa yang terkena noda merah yang ia duga adalah darah.

Tabrak lari, itulah yang Nakula dengar dari Baron. Seminggu kemudian akhirnya kasus tabrak lari itu terpecahkan.  Tabrak lari itu ternyata sudah direncanakan oleh kekasih wanita yang mereka sebut bunda. Motifnya? Hanya sekedar kepuasan diri. Gila.

Terlepas dari itu semua, Nakula kembali menyalahkan dirinya. Andai saja ia ikut bersama kedua adiknya apakah ia bisa menggantikan posisi Raden?

Raden waktu itu sempat koma sampai akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir di depan mata Nakula. Adik tersayangnya menutup mata setelah mengucapkan kata terimakasih kepadanya. Iya, sang adik sempat terbangun hanya untuk menyampaikan kata itu untuk kakak pertamanya.

Pemakaman Raden terbilang cukup sepi mengingat sang adik sama seperti Sadewa yang sangat susah dalam bersosialisasi. Hanya ada keluarga yang mengantar Raden menuju rumah barunya.

Setelahnya Nakula sering berkhayal tentang dia, Sadewa, dan Raden. Ia bahagia, rasanya hidup dalam dunia khayalan lebih menyenangkan daripada di dunia nyata. Ia bisa dengan leluasa membalikkan posisinya, dari yang andai menjadi terwujud dalam khayalannya.

Maladaptive Daydreaming, itu yang dokter katakan pada Sadewa yang sering tiba-tiba menemukan sang kakak duduk terdiam dengan tatapan kosong. Tak jarang pula kakaknya tiba-tiba tersenyum lalu tertawa, entah apa yang sedang Nakula lamunkan hanya saja Sadewa tidak bisa membiarkan kakaknya dalam keadaan seperti itu. Sadewa tidak pernah meninggalkan kakaknya barang satu detik saja apalagi saat seseorang yang ia panggil ayah memberi kabar kalau dalang tabrak lari Raden masih belum tertangkap dari acara kaburnya.

Sampai akhirnya tepatnya 3 minggu yang lalu Sadewa mengajak Nakula bersantai di lapangan sekolah yang sepi. Suasana sangat mendukung mereka untuk saling bercerita tentang bagaimana rencana hidup mereka setelah lulus. Sepi tanpa ada ledekan dan makian dari Raden. Sadewa merasakan hal itu dan ia juga tau kalau sang kakak begitu merasakan perbedaan itu.

Nakula bangkit lalu menjauh, berniat mengambil bola basket yang entah mengapa menarik perhatiannya sejak tadi. Baru saja ia akan memanggil Sadewa dan mengajaknya bermain basket tapi ia merasakan sang tengah Birendra itu menubruk badannya, memeluk sang kakak dari balik tubuhnya.

"Kak, Jangan balik badan!" Pinta Sadewa lirih.

"Wa, kamu kenapa? Tumben meluk kakak erat banget, kakak sampe sesak nih."

Sadewa menahan perih di pinggangnya, cairan berwarna merah jatuh perlahan membuat lantai tribbun menjadi kotor karena darahnya.

"Dewa sayang kakak." Ungkap Sadewa sembari menahan air matanya.

Nakula terkekeh, "Iya kakak juga sayang Dewa."

Wajah yang awalnya tersenyum kini datar ketika matanya tanpa sengaja menangkap tetesan darah di lantai tribbun. Dengan cepat ia membalikkan badannya mencoba melihat adik kembarnya, gerakan tiba-tiba itu sontak membuat Sadewa yang sudah lemas oleng dan pelukan itu pun lepas.

"Dewa!" Nakula menangkap tubuh sang adik yang hampir jatuh, ia kalut saat wajah pucat Sadewa yang ia lihat.

"Wa! Lihat kakak! Sadewa!"

Dan Nakula kembali harus melihat orang yang ia cintai menutup mata.



"Kakak ayo pulang, Sadewa kesepian."

RAINBOW [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang