Part 5- Bolang

210 42 0
                                    

Keinginan Sadewa dan Raden merupakan sebuah kewajiban bagi Nakula untuk dijalankan. Dan disinilah mereka di kota yang dijuluki sebagai Kota Pendidikan. Yap, Jogja.

Tanpa wacana dan didanai sepenuhnya oleh sang Bunda, akhirnya ketiga satria Birendra melaksanakan kegiatan bolang mereka.

Jogja siang ini sangat cerah, sangat pas untuk berjalan-jalan keluar apalagi ke pantai.

"Wiiih, udah lama engga ke pantai rasanya kaya di surga dunia." Ucap Sadewa begitu turun dari taksi.


Berbeda dengan Sadewa yang mengagumi salahsatu ciptaan Tuhan, Raden berlari ke arah tepi pantai seolah mengejar ombak yang tidak terlalu tinggi.

Oh iya kelupaan satu, Nakula. Sang sulung Birendra itu sedang merutuki kedua adiknya yang meninggalkan dia beserta tas mereka. Bukannya ia tidak mau membawa tas ransel adiknya, masalahnya bagaimana kalau ia tidak menyadari tas mereka tertinggal? Bukannya liburan malah bingung cari barang ketinggalan.


"Raden, jangan kejauhan!" Teriak Sadewa dengan keras.

"Belum jauh ini, bang!" Balas Raden dengan suara yang tak keras.

"Udahlah biarin adek seneng-seneng. Jarang banget kan dia ke pantai."

"Gue juga jarang ke pantai kali kak!"


"Minggu sebelum UAS kita ke pantai kalo Lo lupa."

"Oh iya, lupa."

Nakula menggelengkan kepalanya maklum dengan ingatan jangka pendek Sadewa.

"Mau mendoan engga?"

Sadewa mengerutkan keningnya, "Emang di Jogja ada mendoan?"

"Kali aja ada."

"Satu porsi deh kalo ada, kalo engga ada ya apa aja deh yang penting bukan hatimu." Sadewa terkekeh melihat wajah datar kakaknya.


"Sedeng ini anak!"

Setelah Nakula pergi membeli makanan, Sadewa menikmati angin yang menerpa kulitnya. Angin pantai memang selalu sukses membuatnya lupa dengan yang ia risaukan dalam hatinya.


Ia lalu mengamati Raden, takut anaknya terbawa arus ombak. Raden itu seperti dirinya tapi versi lebih ngeselin. Kadang tuh Sadewa bingung sendiri sama Raden, gimana ya jelasinnya. Haduh pokoknya jangan biarin Raden megang barang paling penting punya kalian, tangannya itu ajaib.

Dapat Sadewa lihat sekarang adiknya itu mendekatinya dengan menunjukkan raut murungnya, bukannya tapi happy banget ya?

"Udah selesai mainnya?" Tanya Sadewa ketika Raden terduduk disebelahnya.

"Bang, minta duit dong."

Sadewa menaikkan salahsatu alisnya estetiknya, "Buat?"

Feeling ya mengatakan kalau...

"Tadi adek engga sengaja mecahin mainan anak kecil, dianya nangis kasihan bang."

Ya seperti itulah Raden. Akhirnya mau tak mau Sadewa mengambil selembar uang yang ia selipkan di sepatunya, malas kalau mengambil uang yang ada di tas.

"Nih! Buruan sana ganti rugi."

"Siap! Raden pergi dulu Bang."

Sadewa menggelengkan kepalanya, baru juga sampai di tujuan pertama tapi udah keluar duit buat ganti rugi.

Tak lama Nakula kembali dengan nampan berisi mendoan dan 3 gelas teh hangat.


"Wih! Beneran ada mendoan?"


RAINBOW [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang