Perkenalan dengan Nara

56 19 5
                                    

Kami berlanjut chattingan setiap hari, rasanya seperti sepasang kekasih yang baru berpacaran. Hmm, gue engga sama sekali pacaran sama dia. Engga tau kenapa, rasanya ingin sekali kenal dia lebih dalam. kalo ditanya, 'hubungan kita mau dimana dan sebagai apa' gue engga bisa jawab. Pokoknya gue mau kenal dia lebih dalam dan mau tau dia ini sebenernya siapa. kenapa Tuhan bikin gue nyaman dan mau kenal dekat sama dia? kenapa Tuhan mendekatkan gue dengan laki-laki yang umurnya beda 2 tahun sama gue? Jangankan Tuhan yang maha tahu, semua orang juga tau kalo gue paling nyaman sama laki-laki yang berumur matang. Tapi, kenapa dia?

'Nara, lo tuh siapa sih sebenernya?' gue selalu bergumam dalam hati. Gue engga pernah menyalahkan siapapun kenapa dia bisa masuk ke kehidupan gue. Gue justru bersyukur. Bisa mengenal sosok yang lain. Gue cuma bisa meyakinkan diri dan pastinya Tuhan ingin menyampaikan sesuatu tentang Nara atau hubungan kami berdua.

I decided to send the best wishes for him and our relationship. Gue sangat berharap tidak ada hati yang tersakiti satu sama lain, bahkan, gue sudah menyiapkan diri, mungkin gue yang lebih tersakiti kalau ternyata dia memilih orang lain. Rasanya jika itu benar terjadi, gue ingin meyakinkannya ''Nara, I am OK. Trust me.' Padahal, hati gue remuk.

***

Selama chattingan dan teleponan setiap malam, lama-kelamaan gue jadi sedikit mengenal sisi seorang Nara. Tentunya tidak semua orang tau, bagaimana sikapnya Nara. Orang lain hanya tau, dia laki-laki manis, baik, kalem, dan tenang. ya, memang benar, tapi ada sisi lain lagi yang dimana belum tentu orang lain bisa terima. Bagaimana dengan gue? Bisa-bisanya gue terima sikapnya dengan baik. What? hmm..entahlah. Gue yang terlalu bodoh, terlalu baik, apa gue budak cinta atau apa?

Perjuangan selama dekat dengan Nara cukup menguras emosi. padahal, kedekatan kami belum genap 1 bulan, tetapi kami merasa kedekatan kami lebih dari 1 bulan. Gue heran, gue sangat heran sama diri gue sendiri. Kenapa bisa sih gue mau ngikutin permainan ini? kenapa gue bisa menurut dengan kondisi seperti ini? Padahal gue udah punya pacar, kalo dia, ya gue engga tau, dia engga pernah cerita. mungkin nanti akan cerita. Gue juga harus siapin mental kalo ternyata dia juga sudah punya pacar.

***

Suatu hari di kafe dekat kantor. kami memutuskan untuk minum kopi, Nara suka kopi. Begitu pun dengan gue, hanya bedanya Nara suka kopi yang lebih manis, sedangkan gue suka kopi yang agak strong.

"gue tau Ndi, lo udah punya pacar" Nara To the point

Gue diem. Gue engga tau mau jawab apa dan harus ngapain. Karena gue engga bisa mengambil keputusan dengan cepat, gue harus berfikir matang dan panjang perihal hubungan ini. Ya, gue baru kenal Nara. masih banyak sisi lain seorang Nara yang belum gue ketahui.

"Maaf nara, gue engga bisa jawab" jawab gue dengan lirih
"gue paham Ndi, gue engga maksa" Nara kecewa
"Nara, gue mau deket sama lo engga apa-apa kan?" gue tanya spontan
"gimana Ndi?" Nara terkejut

gue pun spontan terkejut dengan ucapak gue sendiri. secara tidak sadar, gue sudah merasakan benih-benih cinta atau kenyamanan yang tidak bisa dijelaskan oleh bahasa apapun.

'deg' jantung ini terasa sekali degupannya, entah, apakah ia mendengarnya atau merasakan 'oh, Indi mulai salah tingkah'. Bibir ini terasa kaku, tiba-tiba tidak berasa apa-apa.

"kenapa Ndi?" tanya Nara sekali lagi
"eh, tadi kita bahas apa sih? bahas yang lain aja gimana?" gue berusaha untuk mengalihkan pembicaraan dengan menggantikan topik yang lain.

Nara tersenyum. Dia terlihat lebih manis dari biasanya.

'Tuhan, terima kasih engkau telah menciptakan lelaki sempurna dan dia duduk dihadapanku, dia terlihat manis' gue bergumam. Seketika gue berterima kasih kepada sang pencipta dalam hati karena sudah menciptkan seorang lelaki bernama Nara dengan sempurna. Gue menyembunyikan tatapan malu, memastikan agar dia tidak tahu kalo gue mengaguminya.

***

Tidak terasa sudah larut malam, gue harus segera pulang karena rumah gue jauh dan besok pagi harus masuk ke kantor. Dia pun sama. harus segera pulang. Nara membantu gue mencari taksi di depan kafe

"kabarin ya kalo sampai rumah" Nara mengelus kepala gue
"hah, oh iya" gue kaget
"kenapa? kok kaget sih? engga suka ya?" dia terheran
"hmm engga kok, makasih ya buat hari ini" gue yang mulai salah tingkah
"sama-sama, hati-hati ya" Nara berbisik

Wajah gue memerah, tubuh menjadi kaku dan tersipu malu. Gue engga bisa menyimpan rasa bahagia ini. Rasanya senang sekali, padahal hanya ngobrol santai sambil minum kopi. Dalam perjalanan pulang, gue masih terbayang senyumnya yang lepas tanpa beban, tawa kecil yang kami lontarkan saat berbicara hal-hal kecil satu sama lain.

'Tuhan, aku kenapa? Apakah aku dan dia memiliki perasaan yang sama? Sederhana sekali bahagia ku karna melihatnya tersenyum dan tawa yang lepas' gumam dalam hati saat perjalanan pulang ke rumah. Hati ini mulai gusar, mulai bingung dan mulai bertanya-tanya sebenernya gue ini kenapa. Kenapa gue engga bisa menolak kehadiran Nara? gue udah punya pacar dan ya, gue rasa Nara pun sama. tapi kenapa aku sangat menikmati perjalanan ini Tuhan?

Saat tiba di rumah, gue merasa ada perasaan bersalah. Gue marasa sedih, hina dan malu. kenapa gue harus berbohong ke pacar gue kalo gue sebenernya ngopi di kafe bersama pria lain. Apakah gue seorang penkhianat atau apa?

***








Cinta SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang